🌼 Happy Reading 🗡️
🌼
🌼
🌼
🌼🗡️
Chalisto tidak dapat menahan senyum ketika Ranesha berjalan ke arahnya. Merentangkan tangan, Chalisto bersiap menerima pelukan dari Ranesha. Namun, bukan sebuah pelukan yang dia dapat, Ranesha justru menoyor jidatnya membuat Chalisto melongo. Bahkan, Ranesha sampai harus naik ke atas kursi demi mencapai jidat Chalisto.
"Dasar laki-laki pembual! Pembohong" sungut Ranesha kesal. Dengan tangan bertolak pinggang, bola matanya menatap Chalisto sengit.
Chalisto meringis. "Pembohong apanya, Sha?"
Ranesha berdecak kesal. "Mana janji lu mau nafkahi gua?"
Untuk sesaat, suasana diantara keduanya menjadi begitu sunyi. Chalisto mengerjap, sementara Ranesha menggigit pipi bagian dalam. Oh, tidak! Bukan seperti ini seharusnya. Dalam hati, Ranesha berdoa semoga Chalisto tidak berpikir nun jauh di sana. Tetapi, harapan dan doanya harus pupus begitu saja. Nyatanya, kini Chalisto sedang menatap Ranesha dengan seringai menggoda.
Menaik turunkan alis, Chalisto berujar sambil mengulum senyum geli. "Jadi, mau nafkah lahir atau batin?"
Ranesha melotot tajam. Refleks memukul bahu Chalisto. "Heh! Nggak gitu konsepnya!"
"Hah!" Chalisto sontak terbahak. Melihat wajah ditekuk dengan bibir mengerucut, membuat Chalisto gemas. Boleh tidak, dia menelan bulat-bulat perempuan mini di hadapannya ini.
"Aku hanya bercanda," ucapnya. Mengacak rambut Ranesha gemas.
Chalisto menarik salah satu kursi di dekat mereka. Mempersilakan Ranesha duduk, kemudian dirinya menyusul diikuti Louise setelahnya.
"Mau pesan apa?"
"Dua porsi dessert tiramisu."
Sejujurnya, Ranesha hanya mencetuskan menu itu ketika bayangan Riri melintas dalam ingatan. Selang beberapa menit, pesanan mereka tiba. Ranesha menghela napas. Lagi, ingatannya melayang pada almarhumah adik bungsunya itu. Bagaimana senangnya dia ketika menyendok sesuap dessert tersebut. Rasa sesak tak mampu ditahan. Air matanya luruh. Ranesha bangkit dan melangkah meninggalkan meja cafe. Berkali-kali mengusap pipi yang terus banjir.
"Sha, hey, ada apa?" Chalisto melangkah menyusul. Sisa-sisa air mata di pipi Ranesha membuatnya terkejut. Tak pernah sekalipun dia mendapati Ranesha sesedih ini.
Sebenarnya ada apa? Apa yang terjadi dengan gadisnya hingga sesedih ini. Bahkan, ketika dia menarik Ranesha ke dalam pelukannya, perempuan itu tidak berontak atau mengomel seperti biasanya. Pasrah bersamaan dengan tubuh bergetar akibat isak tangis.
Chalisto mengurai pelukan. Menangkup wajah Ranesha dan membersihkan sisa-sisa air mata di pipinya. "Mau cerita?"
"Pulang," satu kata itu diucap Ranesha dengan gelengan pelan.
Chalisto mengerti. Untuk itu dia bergegas meraih kunci mobil di atas meja. Menuntun Ranesha keluar dari restoran.
Sementara itu, Louise masih bergeming di tempat mereka duduk. Perasaannya menjadi tak karuan. Sesuatu yang tidak bisa dia jelaskan mendadak menghantam seluruh syaraf. Sakit, dan terasa aneh.
Dessert tiramisu itu, entah kenapa mengingatkannya pada Riri. Sosok gadis manis yang akhir-akhir ini menyita isi pikirannya. Louise menggeleng pelan. Mendesis lirih sembari memijat pangkal hidung. Dia tidak bisa berdiam diri di sini. Ada yang harus dia pastikan. Terlebih, ketika melihat tingkah Ranesha tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Family (REVISI)
Fiction généraleKeluarga itu terbentuk dari beberapa hal. Hubungan darah, pernikahan, atau takdir yang saling mengikat. Seperti yang dialami oleh Daisy, Jihan, Sora, Zain, Ranesha, dan Riri. Hubungan mereka terjalin dari takdir yang saling mengikat hubungan mereka...