Sirine ambulance berdenging kencang. Di depan pintu IGD, beberapa perawat telah berjaga. Ketika pintu belakang ambulance di buka, empat perawat di dalamnya bergerak mengeluarkan korban. Menarik sekaligus brangkar tersebut dari dalam mobil, kemudian didorong pelan dengan berlari kecil menuju ruang IGD.
Langkah kaki yang tadinya ikut berlari kecil, berhenti ketika pintu IGD ditutup sepenuhnya. Jihan berbalik, menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi tunggu. Blouse berbahan satin berwana soft blue itu nampak hancur bercampur warna darah. Kedua telapak tangannya terus digesek, di iringi helaan napas gusar. Rasa takut tak mampu dia bendung. Napasnya memberat seiring dengan air mata yang tiba-tiba mengalir deras melalui kelopak matanya.
Dia kecewa, namun tidak ingin kehilangan lagi.
"Jihan!"
Suara berat sarat akan kekhawatiran itu membuat tubuhnya tersentak. Jihan bangkit berdiri, alisnya saling bertaut ketika berhadapan dengan laki-laki di hadapannya.
"Anda, ba--"
Laki-laki itu mengangkat sebelah tangan seraya menggeleng. Membuat kalimat yang tadi hendak terucap, terputus begitu saja. "Apa itu penting sekarang? Apa yang terjadi dengannya?"
Jihan menggigit pipi bagian dalam. Tubuhnya kembali mendarat di kursi tunggu. Menggeleng, dia kemudian berucap, "A-aku tidak melihat seluruhnya. Tapi, ketika mobil itu menghantamnya dengan keras. Dia melayang dan, darah ...,"
Jihan merunduk, menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Dia tidak sanggup melanjutkan kalimatnya lagi, seolah pita suaranya menghilang. Dia terisak hebat. Pemandangan saat di lalu lintas tadi masih begitu segar dalam ingatan, membuat tubuhnya mengigil.
Suasana di antara keduanya menjadi sunyi. Suara ketukan flat shoes milik beberapa suster menjadi satu-satunya suara yang menemani. Afandra terdiam menatap langit-langit, dengan tubuh bersandar di dinding. Dia tidak lagi membuka suara untuk bertanya pada Jihan. Jangan tanya bagaimana dia bisa sampai di tempat ini. Sudah dikatakan sebelumnya, 'bukan? Bahwa dia telah mengenal Daisy ketika perempuan itu berusia empat tahun, dan baru beberapa waktu lalu dia berani menampakan dirinya. Saat di halte bus waktu itu, Afandra diam-diam menempelkan alat pelacak ke salah satu anting milik Daisy ketika dia memakaikan jaketnya untuk Daisy. Hingga kemana pun perempuan itu, Afandra selalu mengetahuinya.
"Kau melihat pengemudinya?"
Jihan menggeleng, menanggapi pertanyaan yang terlontar dari laki-laki yang baru sekali dia temui sebelumnya. Saat itu, pikirannya menjadi buntu, kalut dengan darah yang merembes begitu banyak di jalanan. Menelan ludah, jihan menoleh ke sisi kiri koridor rumah sakit di mana adik-adiknya berjalan ke arah mereka berdua pun dengan Liona yang mengikuti di belakang.
"Jihan, kau baik-baik saja? Apa ada yang terluka?" Dengan panik, Liona memindai seluruh bagian tubuh Jihan. Memutar tubuhnya beberapa kali.
"Liona?"
Melihat Affandra juga berada di sini, membuat Liona diam-diam mengumpat. Jangan sampai Affandra mengatakan hal-hal yang membuat Jihan mencurigainya.
"Kalian saling kenal?"
Liona menggeleng keras. "Tidak! Mungkin dia salah satu penggemarku. Kau tau kan bagaimana pekerjaanku?" Katanya berusaha menjelaskan. Bagaimanapun Jihan harus tetap dalam genggaman tangannya. Tidak boleh ada satu celah pun untuk membuatnya curiga.
"Pffttt ... penggemar?" Affandra hampir meledakkan tawa jika saja pintu IGD tidak dibuka dari dalam. Laki-laki itu berdiri tegak dan menghampiri dokter serta suster yang mendampingi. Masalah Liona dia akan urus nanti. Sekarang yang terpenting adalah keadaan Daisy.
****
Sinar mentari menyorot begitu apik. Menembus rerumputan melalui celah dedaunan di antara barisan pohon. Embun pagi beserta kicauan burung menjadi pelengkap syahdunya suasana. Tawa rendah penuh bahagia bagai melodi indah di telinga. Telapak Kaki tanpa alas menginjak rerumputan hijau, terasa lembut bagai di awan. Menoleh ke kanan dan ke kiri, kerutan di keningnya tak dapat dihindari. Daisy menunduk, menatap tubuhnya yang terbalut dengan gaun putih sebatas mata kaki.

KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Family (REVISI)
Fiction généraleKeluarga itu terbentuk dari beberapa hal. Hubungan darah, pernikahan, atau takdir yang saling mengikat. Seperti yang dialami oleh Daisy, Jihan, Sora, Zain, Ranesha, dan Riri. Hubungan mereka terjalin dari takdir yang saling mengikat hubungan mereka...