Flashback
"Aku rasa kau sudah cukup sembuh untuk kembali ke tempat asal mu, Tuan,"
Satu kalimat dari Ibu Jisoo berhasil menghancurkan suasana damai dalam gubuk kecil yang ditinggali 3 makhluk itu. Jisoo yang sedang mengunyah sarapannya sontak meletakkan sendok kayu yang dia pegang. Sedangkan Chaeyoung, sosok yang dimaksudkan, yang sedang bermain-main dengan seekor burung merpati terdiam membeku di tempatnya berpijak.
"Sayap mu sudah cukup sembuh untuk kembali terbang ke langit. Energi mu juga sudah pulih sepenuhnya, bukan? Tidak ada lagi alasan untuk menetap bersama kami lebih lama lagi," ucap wanita itu lagi, masih sibuk membersihkan dedaunan yang akan menjadi makan siang mereka nanti.
"Hari ini atau tidak akan ada hari berikutnya..."
"Ibu! Kenap- maksudku apa masalah nya jika Chaeng menetap di sini untuk beberapa hari lagi? Dia tidak merepotkan kita, justru dia membantu mencari buah-buahan untuk kita makan, kan?"
Jisoo menghujani ibunya dengan kalimat-kalimat protes yang terdengar sedikit memaksa. Dia menatap Chaeyoung dengan cemas, berharap Malaikat itu membela diri dan meminta untuk tinggal bersamanya selama beberapa hari lagi. Jisoo menginginkan itu.
Dan Jisoo tau dia tidak perlu mengatakan isi hatinya kepada Chaeyoung. Malaikat surga itu bisa mengetahui semua keinginan Jisoo karena hati dan jiwa mereka sudah saling bertautan dengan erat.
Namun, meskipun sadar akan keinginan Jisoo, Chaeyoung tersenyum tipis dan mengangguk setuju. Dia melepaskan merpati dalam genggamannya, membiarkan hewan yang melambangkan kesetiaan cinta itu terbang bebas ke langit biru.
"Aku akan kembali sebelum fajar menyingsing esok hari,"
"Apa?! Tidak! Kamu belum pulih benar! Jangan lakukan itu!"
Jisoo bangkit dari duduknya. Dahi gadis bersurai hitam itu berkerut, matanya berkaca-kaca saat memantulkan bayangan Chaeyoung yang berdiri menatap langit lewat jendela kayu gubuk mereka.
"Ibu benar. Aku harus segera kembali ke tempat asal ku secepatnya. Mereka membutuhkan ku,"
Kasih. Itulah satu-satunya hal yang bisa Jisoo saksikan di balik mata tajam Chaeyoung. Namun entah kenapa hati Jisoo terasa nyeri saat melihat kasih yang begitu besar memancar dari mata Chaeyoung, kasih yang tentunya tidak tertuju padanya.
"Aku juga membutuhkan mu!"
Itulah kalimat terakhir yang Jisoo ucapkan sebelum dia berlari keluar dan membanting pintu yang terbuat dari kayu rapuh itu.
"Ah! Jisoo!"
"Biarkan saja, dia hanya sedang membutuhkan waktu untuk memahami gejolak yang ada di hatinya,"
"Tapi Ibu-"
"Tak apa. Jangan khawatir kan dia. Kemari, duduklah di samping ku Tuan. Ada yang harus ku sampaikan padamu,"
Chaeyoung menggigit bibir bawahnya. Dia ingin mengejar Jisoo dan memeluk gadis itu dengan erat, mengatakan bahwa dia juga membutuhkan kehadiran Jisoo di sisinya. Namun tidak, dia lebih memilih untuk patuh dan duduk di sisi wanita paruh baya itu.
"Katakan padaku Ibu, apa yang ingin Ibu sampaikan," ucap Chaeyoung dengan lembut.
"Jika nanti Tuan kembali ke surga, bisakah Tuan menghentikan peperangan ini?"
Chaeyoung terdiam.
"Tuan terlahir dari cahaya Tuhan, kami manusia terlahir dari tanah yang menerima hembusan napas Tuhan. Di dalam kita ditanamkan kasih yang sangat besar dan mulia,"
KAMU SEDANG MEMBACA
IBLIS BUCIN || ChaeSoo
RomanceKisah seorang Ratu Iblis yang jatuh cinta pada seorang gadis biasa. Namun sepertinya gadis itu akan menjadi alasan dari kehancuran kerajaan sang Ratu. Apakah sang ratu akan melepaskan cintanya demi keselamatan rakyat miliknya? Atau justru kisah ini...