KARRAMEL | 18

3.9K 321 40
                                    

Seperti pagi sebelumnya, Amel kembali merasakan mual, untung saja vitamin yang diberikan oleh dokter Indah masih ia simpan.

"Neng, neng Amel sakit?" Tanya bu Astri.

Amel menggeleng "Enggak Bu, saya baik-baik aja,"

"Beneran? Muka neng teh pucet banget," ucap Bu Astri sembari memegang kedua pipi Amel.

"Beneran ibu. Kata dokter hal ini wajar kok dialami oleh ibu hamil," ucap Amel.

"Neng lagi hamil?" Tanya bu Astri tak percaya, Amel mengangguk.

Bu Astri mengelus perut rata Amel "Berapa bulan?"

"5 minggu Bu,"

Raut wajah Bu Astri mendadak sedih. "Ibu teh dari dulu pengen banget punya anak, tapi karena kecelakaan yang membuat rahim ibu harus di angkat, ibu jadi gak bisa punya anak," sedih Bu Astri.

Amel mengelus bahu Bu Astri. "Tapi ibu beruntung karena punya suami sebaik pak Dadang," kini Amel lah yang sedih.

"Kalo boleh tahu, neng kenapa kabur dari rumah? Apa keluarga neng gak ada yang cariin?"

"Kemarin, saat Amel mau mengantarkan bekal ke suaminya Amel, Amel malah lihat dia selingkuh sama perempuan lain Bu, padahal Amel mau kasih tau kalo sebentar lagi dia akan jadi Papa," ucap Amel.

Bu Astri mengelus bahu Amel. "Masalah dalam setiap rumah tangga itu pasti selalu ada neng, kunci sukses dalam keberhasilan rumah tangga adalah saling percaya satu sama lain, harus saling mengalah, saling mengerti satu sama lain, dan harus saling terbuka. Dulu waktu diawal awal pernikahan ibu sama bapak, kita juga mengalami masalah yang menurut ibu sangat berat, bahkan, waktu itu kita hampir pisah. Tapi setelah kita saling percaya, saling mengerti satu sama lain, dan saling mengalah, Alhamdulillah ibu sama bapak bisa sama-sama sampai sekarang,"

Mendengar perkataan Bu Astri, Amel menjadi terharu, ia menitihkan air mata. Bu Astri memeluk Amel dengan sayang.

"Jangan di pendam sendiri lagi ya neng, gak baik buat kesehatan neng Amel sama calon dedek bayinya," ucap Bu Astri.

"Iya Bu, makasih ya karena udah baik banget sama Amel. Padahal kita baru kenal kemarin,"

"Kamu udah ibu anggap anak sendiri. Oh iya, boleh kan?" Tanya bu Astri.

"Boleh banget dong Bu," ucap Amel sembari memeluk Bu Astri kembali.

Sudah dari semalaman Karra terus mencari Amel kesana kemari, tapi tetap saja nihil, Amel bagaikan lenyap. Beberapa kali Karra mencoba menghubungi Amel, tapi nomor ponselnya sudah tidak aktif lagi, Karra juga melacak posisi Amel lewat ponselnya yang kebetulan terhubung dengan ponsel Karra, tapi tetap saja tidak bisa.

Karra memarkirkan mobilnya dihalaman depan rumah ayahnya, ia memutuskan kembali kerumah ayahnya dari pada ke apartemen.

"Iya, Yah, si Rico mau kasih kejutan tapi bilang bilang ke aku, kan namanya bukan kejutan lagi," ucap Kahla sembari tertawa saat menceritakan tunangannya itu.

"Terus ya yah, Bun, dia bilang, kalo dua bulan lagi dia bakal nikahin-, Karra!"

"Hah?" Ucap Fathan dan Nesya berbarengan.

"M-maksudnya? Rico g-" Kahla berdiri dari duduknya, dan menghampiri sang adik yang berpenampilan sangat-sangat kacau.

"Kamu kenapa dek?" Tanya Kahla.

Karra memeluk kembarannya itu sembari menangis tersedu-sedu. "A-amel hilang kak,"

Fathan dan Nesya ikut menghampiri Karra yang masih memeluk Kahla. "Ilang gimana?" Tanya Nesya sedikit emosi.

Karra melepaskan pelukan dengan kakaknya. "Waktu itu..." Karra mulai menceritakan setiap kejadian kemarin yang membuat Amel hilang.

"Gitu, Yah, Bun, kak. Aku harus gimana? Amel, hiks Amel hilang, dan itu semua gara-gara aku,"

"Lebih baik kamu istirahat dulu, nanti ayah coba minta bantuan polisi untuk cari keberadaan, Amel," ucap Fathan.

"Kahla, antar adik kamu ke kamarnya," titah Nesya.

"Tapi Amel beneran bakal ketemu kan, yah, Bun?"

"Ayah akan usahakan. Kamu istirahat aja dulu, nanti yang ada kamu sakit,"

"Ayo, Karra," ajak Kahla.

Terhitung dua minggu setelah kepergian Amel dari hidup Karra, kini hidup Karra bagaikan hampa, kerjaannya marah-marah terus kalau dikantor, bahkan hampir seluruh karyawan sudah mendapatkan omelan darinya. Tapi yang lebih sering kena imbasnya adalah Chris, sang asisten.

"Chris!" Teriak Karra.

"I-iya pak,"

"Kamu kasih berkas ke saya salah! Kalau kerja itu yang benar!"

"T-tapi pak, itu bukan berkas pemberian saya. Mu-mungkin itu pemberian karyawan lain,"

Chris mengambil berkas jatuh ke bawah. "I-ini yang punya saya pak," Chris memberikan berkas itu pada Karra.

Karra menatap Chris dengan tatapan tajam. "Sudah keluar! Oh iya, apa orang suruhan saya sudah memberikan informasi keberadaan Amel?"

"B-belum pak, mereka belum memberikan informasi apapun tentang Bu Amel,"

"Carikan saya pelacak terhebat, berapapun nominalnya saya akan bayar."

"Baik pak, nanti saya akan carikan."

"Wah, cucu ibu sudah mulai kelihatan ya, sehat-sehat selalu ya sayang," ucap Bu Astri.

"Masih sering mual neng?" Tanya bu Astri.

"Parah Bu, bahkan malem malem juga Amel sering mual,"

"Kayanya si dedek kangen sama Papa nya," goda Bu Astri.

"Masa sih Bu? Tapi kejadian itu, Amel belum bisa lupain Bu," ucap Amel saat mengingat kejadian dikantor Karra beberapa waktu lalu.

"Mungkin kamu yang harus mengalah neng, neng harus memperjuangkan hak neng, hak dedek bayi yang neng kandung, bagaimana pun juga dia Papa nya,"

"Amel masih butuh waktu Bu,"

Bu Astri mengelus rambut Amel. "Iya ibu paham, yaudah kalo gitu ibu mau ke pasar dulu ya, neng mau titip sesuatu?" Amel menggeleng.

"Enggak bu,"

"Ibu pamit ya, kamu hati-hati di rumah,"

"Iya ibu, ibu juga hati-hati,"

Sudah Revisi

KARRAMEL (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang