KARRAMEL | 17

4.2K 327 20
                                    

Flashback on

Saat Karra sedang memeriksa berkas yang dikirimkan oleh Chris, tiba-tiba saja ia merasakan Kantuk, memang belakangan ini Karra agak sulit untuk tertidur karena memikirkan Amel.

Karra meminta salah satu OB untuk membuatnya secangkir kopi, berharap matanya akan segar setelah menyeruput kopi itu.

Tak lama kemudian datanglah Chintia dengan membawakan secangkir kopi ditangannya. Chintia berjalan kearah meja kerja Karra dengan melenggak-lenggokkan badannya seperti sedang menggoda.

Entah sengaja atau tidak, Chintia menjatuhkan kopi kearah pakaian bos nya itu.

"Maaf pak, saya tidak sengaja," ucap Chintia sembari mengusap usap kemeja Karra yang basah.

"Biar saya bersihkan pak kemejanya," Chintia mulai membuka satu persatu kancing kemeja Karra, Karra sudah menahan tangan Chintia, tapi Chintia tetep kekeuh.

"Chintia! Bisa sopan sedikit tidak?!" Ucap Karra dengan nada tinggi.

Chintia malah tersenyum mendengar bentakan Karra. Karra memilih untuk pergi ke kamar mandi untuk membersihkan pakaian, Chintia dengan cepat mendudukan kembali Karra ke kursi kebesarannya.

Badan Chintia perlahan-lahan memaju, dan mengarahkan bibirnya kebibir Karra, tapi Karra malah mendorongnya, dan alhasil Chintia terjatuh.

Chintia kembali berdiri dan berniat memulai aksinya, ia sangat ingin Karra menjadi miliknya, bahkan Chintia tidak perduli jika Amel tahu ia  akan merebut Karra darinya. Yang pasti, Chintia sudah dibutakan oleh cintanya pada bos nya ini.

"Chintia! Kalo kamu berani bersikap kurang ajar pada saya! Saya gak akan segan untuk pecat kamu sekarang juga!"

"Pecat aja gak apa-apa kok sayang," ucap China sembari membelai wajah Karra.

"Lepas Chintia! Sebelum saya bersikap kasar sama kamu!"

"Silahkan, aku gak takut," Chintia tersenyum.

"Kamu benar-benar gila!" Tegas Karra.

"Aku? Gila? Aku gak gila baby, tapi aku tergila-gila sama kamu. Aku cinta sama kamu Karra Athaya Mahendra!" Chintia mencoba untuk mencium Karra, dan

Pintu ruangan Karra terbuka, menampilkan seorang wanita yang terkejut menatap keduanya.

"Ma-maaf kalo aku ganggu aktivitas kalian," ucap Amel dengan nada bergetar.

"A-aku pikir kamu gak dateng," ucap Karra terkejut.

"Ini bekal pesanan kakak. Sekali lagi maaf udah ganggu kalian. Jangan lupa dimakan kak," Amel meletakkan tas yang berisi makanan diatas meja, lalu ia keluar dari ruangan Karra dengan air mata yang terus mengalir.

"Amel tunggu!" Teriak Karra saat melihat Amel yang keluar dari ruangannya.

Karra menyingkirkan Chintia dari hadapannya, lalu ia mengejar Amel. Sayang sekali, Amel sudah lebih dulu menaiki lift.

Flashback off

Amel terus-terusan menangis, bahkan saat dirinya berada didalam taksi Amel masih menangis.

"Neng gak apa-apa?" Tanya supir taksi.

"Hiks, enggak pak, udah jalan aja," titah Amel.

"Ma-maf neng, tapi kita udah dua kali muter-muter disini terus, sebenernya neng mau kemana?"

Bukannya menjawab, Amel malah menangis, kali ini ia menangis dengan histeris dan membuat supir taksi itu tambah kebingungan.

"Aduh neng, jangan nangis dong, bapak bukan orang jahat kok. Gini aja, neng mau gak ke rumah bapak, di sana ada istri bapak, kami cuma tinggal berdua doang,"

Amel menghapus air matanya "Beneran boleh pak?" Tanya Amel.

"Boleh banget atuh neng, pasti istri bapak seneng kalo punya temen," ucap supir taksi itu.

Amel sudah tiba di rumah pak Dadang, supir taksi yang tadi ia tumpangi taksinya.

"Ayo masuk neng," ajak pak Dadang.

"Assalamualaikum bu, ibu! Liat bapak teh bawa siapa?" Ucap pak Dadang sedikit berteriak.

Tak lama keluarlah seorang wanita paruh baya dari arah belakang rumah "Bapak bawa siapa? Geulis pisan euy,"

"Namanya siapa geulis?" Tanya istri pak Dadang.

"Na-nama saya Amel Bu," ucap Amel.

"Namanya cantik ya, kaya wajahnya," goda istri pak Dadang.

"Makasih Bu," jawab Amel malu-malu.

"Nama ibu teh, Bu Astri," ucap Bu Astri.

"Bu Astri," ucap Amel tanpa suara.

"Duduk neng Amel, maaf ya rumahnya kecil," ucap pak Dadang.

"Gak apa-apa kok pak, ini aja saya udah makasih banget karena di izinin buat tinggal di sini," pak Dadang dan Bu Astri mengangguk.

"Bu, buatin minum atuh neng Amel nya," ucap pak Dadang pelan. Bu Astri pun cengengesan.

"Sebentar ya neng, ibu buatin minum dulu,"

"Gak usah repot-repot Bu,"

"Enggak kok, cuma minum doang," ucap bu Astri sembari kembali ke belakang.

Di lain tempat, Karra tengah mencari Amel yang hilang entah kemana, sebelumnya Karra mencari Amel di apartemen, tapi tidak ada, kedua ia mencari dicafe milik Felly, tidak ada juga, ketiga, di rumah  Fathan dan dirumah orang tua Amel, tetap tidak ada. Saat ini ia akan mencari ditempat kerja Riza, siapa tau Amel ada disana.

Sampai dirumah sakit, Karra berlari kearah ruangan Riza, untungnya saja jam kerja Riza sudah habis, jadi Karra bisa bertemu dengan Riza.

"Di mana Amel?!" Tanya Karra to the point.

"Hah?"

"Di mana Amel! Pebinor!" Karra mengebrak meja Riza cukup kuat sampai sampai menimbulkan suara.

"Dia kan istri lo? Kenapa lo carinya di sini?"

"Dan, jangan suka gebrak gebrak barang orang ya, gak sopan." ucap Riza.

Karra menarik kerah kemeja Riza, dan membuat Riza berdiri dari posisi duduknya. "Jangan macem macem sama gue! Kasih tau gue sekarang! Dimana Amel!" Tegas Karra.

"Gue mulai operasi tadi jam 9 pagi, dan jam 4 sore, gue baru selesai. Apa ada kemungkinan gue sembunyiin Amel dari lo?" Karra melepaskan tangannya dari kerah kemeja Riza.

Riza merapihkan pakaiannya yang kusut akibat perbuatan Karra. "Jangan asal nuduh dong kalo gak ada bukti!" Karra tak menggubris perkataan Riza. Ia harus pergi mencari Amel lagi, tapi di mana? Di mana perginya Amel?

"Apa mereka lagi ada masalah?" Tanya Riza setelah Karra pergi.

"Gue harus cari Amel!" Ucap Riza.

Ia mengambil kunci mobilnya lalu pergi dari rumah sakit dan mencari ikut mencari Amel, tapi dengan sembunyi-sembunyi.

Bersambung...

Sudah Revisi

KARRAMEL (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang