Tunggu, sebelum aku melanjutkan cerita ini ada hal yang ingin ku tanya pada kalian. Apakah kalian tau siapa sebenarnya pemeran utama dalam cerita ini?
.
Semua merasa de javu, mereka berdiam di depan ruangan bertuliskan UGD, masih di tempat yang sama, dan suasana yang sama yaitu menunggu seseorang bernama Dokter keluar dari dalam ruangan dan memberitahu keadaan sebenarnya dari teman mereka. Sama seperti waktu itu, hanya bedanya kini jumlah mereka tak sama seperti dulu. Anggota mereka satu persatu meninggalkan mereka dengan alasan yang sama.
Suasana tegang menyelimuti ke 18 pemuda itu, tak ada yang bicara, mereka masih bungkam satu sama lain. Mereka takut, takut kabar yang sama di dengar oleh mereka. Bukan mereka tak optimis, hanya saja perasaan takut kehilangan untuk kesekian kalinya menggerogoti rasa optimis mereka. Sudah cukup 4 orang memutuskan menyerah dan meninggalkan mereka. Mereka tak ingin lagi hal itu terjadi.
Oh mungkin saja ada yang senang, seperti pemuda yang tengah bersedakap dada itu contohnya. Sebuah senyuman tipis sedari tadi tersungging di bibirnya, dan tak ada yang tau akan hal itu. Maybe.
Krieet
Pintu terbuka menanmpilkan seorang berkemeja biru langit dengan jas berwarna putih melekat di tubuhnya. Sekali lihat orang pasti tau apa pangkat lelaki yang tampaknya berusia awal 30 tahunan itu.
Lihatlah, bahkan dokter yang menangani teman mereka saat ini adalah dokter yang sama yang memberi kabar buruk pada mereka 2 bulan lalu.
"Keluarga pasien?" Tanya Dr. Junmyeon menatap sekeliling.
"Kami temannya, orang tuanya ada di Berlin dan sampai sekarang tidak bisa dihubungi," Sang dokter mengangguk mendengar ucapan Jaehyun.
"Jadi bagaimana keadaan teman kami?" Taeyong tanpa basa basi.
"Lukanya sangat parah, pasien menabrak pembatas jalan dengan sangat keras. Beberapa tulang rusuknya patah, tengkoraknya retak, ada besi pembatas yang menembus dadanya dan-" Dr. Junmyeon menghentikan sendiri ucapannya lalu menghela nafas.
Mereka menatap sang dokter dengan tatapan berbeda-beda tapi terdapat satu siratan yang sama dari tatapan mereka. Takut dan khawatir.
"Besi yang menembus dadanya mengenai jantungnya, maaf kami sudah berusaha semampu kami tapi sepertinya Tuhan berkehendak lain. Waktu kematian pukul 11 lewat 47 menit," Semua lemas mendengar ucapan sang dokter.
Lagi, mereka kehilangan lagi satu teman yang sangat berarti bagi mereka. Belum genap 3 minggu sejak kepergian Jaemin dan sekarang satu lagi menyusulnya.
"Tubuh pasien akan diurus oleh perawat dan akan diantar ke rumah duka pukul 1 siang nanti. Saya permisi dulu, masih ada pasien lain yang menunggu saya," Semua hanya dapat mengangguk menanggapi ucapan sang dokter, seakan tak memiliki tenaga untuk sekedar mengeluarkan sepatah kata.
"John?!" Yang dipanggil hanya menolehkan kepalanya tanpa berniat menjawab.
"Aku tau di antara yang lain, kau yang paling dekat dengannya dan sudah menganggapnya adikmu sendiri. Kuharap kau tabah dan bisa ikhlas, saat ini yang dapat kita lakukan hanya berdo'a semoga dia tenang di sana," Taeil mengusap pundak Johnny seakan memberinya kekuatan untuk mengikhlaskan semuanya.
"Aku akan mencobanya hyung," Johnny tersenyum tipis, senyuman dengan guratan kesedihan bukan senyuman kebahagiaan seperti biasa.
"Sebaiknya kita cepat mengurus pemakamannya, aku akan mencoba menghubungi keluarganya yang lain," Semua mengangguki ucapan Doyoung.
"Aku akan menghubungi orang tuanya lagi hyung," Renjun mengusap pipinya yang berair dengan kasar lalu mengeluarkan ponselnya walau dengan sedikit gemetar.
Semuanya langsung mengurus segala keperluan upacara pemakanan, hanya itu yang dapat mereka lakukan sekarang kepada teman mereka.
'Kau sudah kuanggap seperti adikku sendiri, aku tidak menyangka jika kau akan pergi secepat ini. Ku harap kau tenang di sana-
Lee Donghyuck,'
.
Semuanya sangat berbeda, suasana sekarang tak secerah dulu. Sejak Haechan pergi semuanya juga ikut berubah, walaupun masih ada Hendery, Lucas, dan Jungwoo sang moodboster tapi tetap saja keadaan terasa berbeda.
Johnny, Taeyong, Renjun bahkan Chenle sekarang menjadi lebih pendiam. Jika biasanya Chenle akan tertawa paling kencang jika para moodmaker mengeluarkan celotehan nya sekarang dia hanya menanggapinya dengan senyuman.
Seperti saat ini, mereka semua tengah berkumpul di rumah Sungchan, mereka ada 18 orang tapi suasana terasa seperti tidak ada kehidupan. Hendery dan Lucas yang mencoba mengeluarkan guyonan hanya ditanggapi dengan ala kadarnya saja.
"Sudah 2 minggu sejak kepergian Haechan, apa kalian akan terus murung seperti ini? Haechan pasti akan sedih jika melihat kalian seperti ini," Hendery menghela nafas melihat teman-temannya yang terlihat seakan tak bernyawa.
"Haechan paling tidak suka jika ada temannya yang murung," Lucas ikut menanggapi ucapan Hendery.
"Benar, Haechan hyung sangat tidak suka melihat kita murung," Chenle menegakkan badannya lalu mengulas sebuah senyuman di bibirnya.
"Segelas jus mungkin dapat menyegarkan otak," Sungchan dibantu Jungwoo meletakkan nampan berisi jus di atas meja.
"Minum jus tidak akan lengkap tanpa cemilan," Kun menyusul meletakkan beberapa jenis makanan ringan.
Semuanya tersenyum, mungkin ini memang saatnya mereka melepaskan belenggu kesedihan. Mencoba menerima apa yang telah terjadi, mungkin ini adalah takdir yang harus mereka jalani.
'Permainan belum selesai. Jadi siapa target berikutnya?'
.
Tbc
Berapa lama ini gw kaga up?🤔
Maaf nih, gw lagi males mikir😂
Kalo makin gaje kabarin gw👌🏻⚠Typo bertebaran⚠
20 Maret 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Killer | END
Mystery / ThrillerDimulai dengan pembunuh, berakhir dengan pembantaian. Nyawa terus berjatuhan, namun pelaku belum juga ditemukan. Satu persatu menghilang, satu persatu tak ada yang terselamatkan. Yang tersisa hanya bisa mengenang, yang dihilangkan hanya bisa dikenan...