Jangan mudah percaya pada seseorang jika belum mengenal jauh orang itu. Dan lagi jangan mudah terpengaruh pada suatu hal yang belum pasti jika tak ingin terperosok.
.
Di sebuah ruangan temaram, di bawah cahaya bulan yang menyelinap masuk lewat celah yang tak tertutup. Pemuda itu terduduk di sebuah kursi, tangannya memegang sebuah buku bersampul hitam.
Dicoretnya salah satu lembar kertas dalam buku itu dengan sedikit acak-acakan.
"Koo Junhoe korban ke-48, Choi Chanhee korban ke-50, Jeong Yunho korban ke-53, Kim Mingyu korban ke-57, dan Yoo Sanha korban ke-62. Siapa yang akan menjadi korban selanjutnya?" Gumamnya menatap coretan yang tadi dia buat.
Tangannya kembali bergerak mencoret-coret buku itu, bibir terus menggumamkan kalimat yang akan dia tulis.
"Siapa sebenarnya orang kurang kerjaan yang menambah beban kami seperti ini? Ck! Kepalaku pusing!" Diusaknya rambut hitam itu dengan kasar.
Kepalanya serasa hampir pecah menuntaskan kasus kali ini. Tidak ada saksi, barang buktipun juga tak seberapa. Dan itupun sama di setiap tempat kejadian, kain berwarna hitam dengan sebuah art besar di tengahnya.
Seakan kain itu dijadikan sebagai pertanda bahkan pelaku kejadian adalah orang yang sama.
"Apa tidak ada bukti lain selain ini? Atau polisi itu menyembunyikannya dari kami? Lebih baik ku tanyakan pada mereka saja besok," Gumamnya membolak-balikan kain hitam itu.
Ditatapnya lagi coretan yang telah dia buat sebelumnya dengan cukup lama, dahinya berkerut saat menyadari suatu kejanggalan.
"Wait, apa mungkin korban selanjutnya adalah
Lee Jeno?!"
.
Seorang pemuda dengan hoodie hijau terlihat tengah berjalan sendirian di sebuah gang di tengah gelapnya malam. Sebenarnya dia tidak ingin keluar di tengah malah seperti ini, apalagi dengan serangkaian kejadian pembunuhan yang terjadi belakang ini.
Jika bukan karena sang ibu menyuruhnya untuk membeli kebutuhan di supermarket, dia tidak akan sudi keluar rumah begini.
"Ck! Eomma memang tidak sayang pada anaknya sendiri, bagaimana bisa dia menyuruh anak semata wayangnya untuk keluar di tengah malam seperti ini? Bahkan di saat dia tau jika ada psikopat gila mengintai di setiap saat," Kesalnya menendang-nendang kaleng bekas di depannya.
"Jeno?!" Suara familiar terdengar di telinga pemuda itu membuatnya menoleh dengan cepat.
Pemuda itu menyipitkan matanya guna melihat dengan jelas. Di sana, di bawah lampu jalan, seorang pemuda dengan hoodie berwarna hitam tengah berdiri melambaikan tangannya pada pemuda yang dipanggil Jeno.
"Oh astaga ku kira siapa, ternyata kau hyung," Lega Jeno saat mengenali pemuda berhoodie hitam itu.
"Apa yang kau lakukan di sini Jen?" Tanya pemuda itu saat mereka sudah dekat.
"Itu hyung, eomma menyuruhku membeli beberapa kebutuhan di supermarket," Ujar Jeno apa adanya.
"Sendirian?" Jeno mengangguk cepat "Astaga Jeno, kau taukan saat ini situasi sedang tidak aman? Seharusnya kau meminta ditemani oleh orang lain," Nasehat pemuda berhoodie hitam itu.
"Iya hyung, terimakasih nasehatnya," Jeno tersenyum sampai membuat matanya menghilang.
Pemuda berhoodie hitam itu menganggukan kepalanya seraya merangkul yang lebih muda guna melanjutkan perjalanan yang terhenti.
"Btw, hyung juga kenapa keluar di saat malam begini? Dan-" Jeno menatap sekeliling "-sendirian juga?" Jeno menatap mata yang lebih tua penasaran.
"Aku juga ingin ke supermarket. Ah, sepertinya kau lupa rumahku tidak jauh dari sini. Dan ya, aku sendiri," Ucap pemuda itu.
Mereka berjalan beriringan di bawah cahaya temaram lampu jalan di gang sempit itu. Tidak ada pembicaraan lagi, hanya ada suara binatang malam yang menjadi pengiring perjalanan mereka.
"Harusnya kau tidak menuruti ucapan ibumu untuk pergi ke supermarket Jen," Pemuda itu memecahkan keheningan di antara mereka berdua.
"Eoh?"
"Kita tidak tau apa yang akan terjadi pada kita kedepannya. Kau berjalan sendirian seperti ini tidak aman, apalagi pembunuh berantai bisa datang sewaktu-waktu," Ujarnya menendang kaleng kosong di depannya.
"Iya hyung lain kali aku akan tidur saja di rumah," Ucap Jeno menatap sekeliling, takut-takut ada orang tak diinginkan di sekitar mereka.
"Ku harap kau melakukannya," Ucap pemuda itu tersenyum tipis.
Lagi, keheningan terjadi di antara mereka. Suara binatang malam kembali menyapa di antara mereka berdua.
"Emm hyung, kenapa kau tumben sekali memakai sarung tangan?" Tanya Jeno saat tak sengaja matanya menatap tangan pemuda berhoodie hitam itu yang berselimut sarung tangan.
"Oh ini? Tadi hyung kedinginan jadi memakainya, daripada hyung sakit dan tidak berangkat sekolah besok, lebih baik hyung pakai sarung tangan," Jeno mengangguk mengiyakan ucapan pemuda itu.
Memang udara malam ini cukup dingin, walaupun sudah pakai hoodie suhu dingin masih bisa menusuk kulitnya. Ah, seharusnya ia tadi tidak menuruti ucapan sang ibu untuk membeli beberapa kebutuhan. Akankah lebih baik dia pergi ke bawah selimut dan tidur atau bermain game, setidaknya itu lebih baik daripada harus kedinginan di luar seperti ini.
"Eh? Hyung? Kita dimana? Sepertinya kita salah jalan," Sepertinya karena melamun dia sampai tidak sadar jika jalan yang mereka lewati bukan jalan menuju supermarket.
"Ani, ini jalan adalah yang benar-" Pemuda itu menggantungkan kalimat sambil memasukkan tangannya ke dalam saku hoodie yang ia kenakan.
"-untuk menuju ke kematianmu hahahaha!"
.
Tbc
Maafkan diriku Jen, tapi perjalananmu di book ini cukup sampai di sini😭🙏🏻
Makin gaje ya? Keknya iya:v
⚠Typo bertebaran⚠
9 Februari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Killer | END
Mystery / ThrillerDimulai dengan pembunuh, berakhir dengan pembantaian. Nyawa terus berjatuhan, namun pelaku belum juga ditemukan. Satu persatu menghilang, satu persatu tak ada yang terselamatkan. Yang tersisa hanya bisa mengenang, yang dihilangkan hanya bisa dikenan...