Chap 12

1.9K 415 95
                                    

Realita memang tidak pernah sesuai ekspektasi. Apa yang kita harapkan tidak selamanya dapat kita wujudkan.

Seperti yang tengah terjadi pada para pemuda itu, kebahagiaan yang mereka harapkan dapat mengalihkan sejenak kesedihan hilang entah kemana. Kebahagiaan sesaat yang mereka dapatkan, seketika lenyap hanya dalam hitungan detik.

Sesaat setelah mereka tau, acara liburan mereka berubah menjadi petaka.

Lagi, mereka kehilangan satu nyawa teman mereka. Teman yang sangat berharga bagi mereka. Untuk kesekian kalinya nama teman mereka tertoreh rapi di atas baru nisan.

"Seharusnya dari awal aku tidak mengajak kalian untuk ke sana," Jaehyun menundukkan kepalanya dalam, rasa bersalah menyelimuti dirinya.

Harusnya dari awal dia tidak menyerukan ide itu. Harusnya dari awal dia tidak mengajak teman-temannya pergi ke area waterpark itu. Harusnya dari awal dia...

"Tidak Jae, ini bukan salahmu," Taeil mengusap punggung Jaehyun guna menenangkannya.

"Ini semua bukan salahmu Jae, jadi berhenti menyalahkan dirimu sendiri," Johnny menepuk pelan pundak Jaehyun.

Yang lain hanya menatap hal itu tanpa berniat berkomentar. Bukannya mereka tidak ingin ikut menenangkan Jaehyun, hanya saja mereka masih enggan untuk beranjak dari kesedihan yang melingkupi mereka. Terutama Taeyong.

Mau sejahil dan segila apapun Sungchan, tetap saja dia adalah adik sepupu Taeyong. Taeyong sangat menyayangi adik jahilnya satu itu, bahkan sudah menganggap Sungchan seperti adiknya sendiri. 

"Apa ini hukuman untuk apa yang kita lakukan?" Semua terfokus pada ucapan Jungwoo.

Sesaat mereka saling menatap lalu mengingat hal yang telah mereka lakukan.


"Tidak, ini semua adalah takdir. Yang kita lakukan sama sekali tidak ada hubungannya dengan hal ini," Winwin menepis pendapat Jungwoo sembari mengalihkan pandangannya.

"Yang kita lakukan tidak akan berpengaruh dengan apa yang terjadi pada kita," Ten menegak americano di genggamannya.

Mereka kembali saling menatap. Tidak ini tidak ada hubungannya dengan hal yang pernah mereka lakukan. Ini semua adalah takdir yang telah digariskan, tidak memiliki hubungan dengan 'kenakalan' mereka di masa lalu.

"Tapi-"

"Kim Jungwoo!" Jungwoo langsung bungkam ketika suara tegas Taeyong mendominasi ruangan yang mereka sebut markas itu.

Lee Taeyong, leader geng NCT adalah ujung tombak dari geng ini. Semua anggota geng NCT tidak ada yang berani menentang suara sang leader bahkan Taeil selaku hyung tertua.

"Itu sudah berlalu, jangan bicarakan lagi masalah itu," Semua mengangguk mengiyakan ucapan Taeyong.

























































"Apa yang kalian lakukan? Apa hal itu terjadi saat aku pergi ke Italia?"
.

Pemuda bertubuh jangkung itu mengusap sebuah belati di tangannya dengan perlahan. Matanya menatap tajam foto pemuda yang terpaut usia tak jauh darinya.

"Besok saatnya giliranmu sang Apollo," Ucapnya menghujamkan belati itu ke foto di depannya.

Nafasnya memburu tanda dia sedang dalam emosi yang tidak terkontrol. Ditariknya belati itu kasar lalu menghujamkannya lagi. Di ulangnya hal itu beberapa kali dengan wajah datar dan nafas yang masih memburu.

"Beraninya kau ingin ikut campur urusanku, kau pikir aku bodoh? Aku tau kau sering memperhatikan gerak-gerikku," Desisnya melemparkan belati seharga 3 juta itu ke sembarang arah.

Sebenarnya dari awal dia sudah tau jika pemuda dalam foto itu selalu curiga padanya. Itu semua bermula saat hari dimana Yangyang meninggal. Anggap saja dia sedikit ceroboh karena tak sengaja pemuda itu melihatnya mengaduk-aduk minuman Yangyang.

"Dan kalian semua," Tatapannya beralih kepada jajaran foto lain yang ada di hadapannya.

Kilatan matanya menatap tajam satu persatu foto itu tanpa ada yang terlewat.

"Tunggu giliran kalian. Aku akan memberi waktu kalian untuk bernafas lega sebelum menghabisi kalian," Tatapan tajamnya terlihat menyiratkan kemarahan, dendam dan kesedihan.

"Terutama kau ****, tanganku sendiri yang akan menusukkan belati ke arah jantungmu," Desisnya menatap sebuah foto yang menampilkan seorang pemuda yang tersenyum manis ke arah kamera.

Pemuda jangkung itu merebahkan tubuhnya pada ranjang. Menatap pajangan kesukaannya, sepasang benda berbentuk seperti bola yang memiliki gradasi warna putih dan hitam. Ia mendapatkan pajangan itu saat ia berumur 12 tahun, anak berumur 13 tahun berbadan gembil adalah pemberinya. Sedikit sulit mendapatkan pajangan itu karena dia harus mengeluarkannya dengan hati-hati agar pajangan itu tidak tergores.

Mengingat bagaimana caranya dia mendapatkan pajangan itu membuat senyumannya mengembang. Oh sungguh, dia sangat menyukainya.









































'Bagaimana jika si Apollo menjadi bagian dari pajanganku?'
.

Tbc

Makin gaje kek hidup gw yekan?
Kritik dan saran sangat diterima🤗

Unpublish aja gimana?🤔

⚠Typo bertebaran⚠

26 Maret 2021

Secret Killer | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang