Tidak semua orang di dunia ini baik, ada juga orang yang hanya berpura-pura baik. Dan tidak semua orang jahat itu memang jahat, ada juga yang berpura-pura jahat. Sedikit saran, jangan mudah tertipu dengan semua kepura-puraan itu.
.
Pemuda itu terbangun dengan nafas tersenggal, keringat dingin terlihat sangat jelas pada dahinya. Lagi-lagi mimpi buruk, entah bagaimana ceritanya sampai dia harus berulangkali memimpikan hal yang hampir sama.
Suatu kebetulan belaka atau memang dia ditakdirkan untuk melihatnya? Entahlah dia pun tak tau akan hal itu.
Diraihnya segelas air di nakas dan meminumnya, rasanya lega. Mungkin untuk sejenak dapat menenangkannya dari mimpi gila yang baru saja ia alami.
Diliriknya dinding kamar bernuansa abu-abu itu, jam dinding yang menggantung menunjukkan pukul 05:28. Masih terlalu dini untuk berangkat sekolah, tapi sepertinya itu lebih baik daripada dia terus memikirkan mimpinya.
"Sampai kapan aku harus terbangun sepagi ini? Tidak taukah semalam aku tidur larut karena begadang?!" Erangnya frustasi lalu beranjak dari ranjangnya dan menyambar sebuah handuk.
..
"Pembunuhan? Lagi? Kau tau darimana berita itu Ten?" Tanya Yuta pada pemuda berdarah Thailand yang duduk di depannya.
"Ck, tadi waktu berangkat sekolah aku tidak sengaja lihat orang berkerumun karena kau taukan aku orangnya kepo, jadi aku bertanya pada orang di sana. Katanya ada pemuda yang dibunuh, terdapat 21 luka tusukan di punggungnya. Oh astaga sekarang aku jadi takut pulang sendiri!" Jelas Ten sedikit ketakutan.
"Apa kau tau siapa korbannya kali ini?" Johnny yang duduk di samping Ten ikut menimbrung
"Dari yang aku dengar korbannya itu Yoon Sanha, kelas X IPS 4,"
"Teman sekelas Haechan, Jaemin, dan Sungchan itu, sahabat Haechan?" Tanya Yuta yang diangguki Ten lalu semuanya diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
Yuta menghembuskan nafas pelan, ini sudah ke 5 kalinya dia mendengar kalau siswa dari SMA Soomanies menjadi korban pembunuhan berantai yang terjadi di kota Neo. Jika dihitung dengan berita pembunuhan lainnya, ini adalah kasus ke 62. Oke, Yuta merasa sedikit takut sekarang. Bagaimana jika dia yang menjadi korban selanjutnya? Atau temannya? Adiknya? Sepupunya? Orang tuanya? Tunggu, kedua orang tuanya ada di Jepang, dia hanya bersama sang adik di kota Neo ini.
"Kalian kenapa?" Sebuah suara yang cukup familiar membuat Yuta tersentak dari lamunannya.
"Yak! Kim Doyoung, jangan membuat aku kaget! Jika aku kena serangan jantung bagaimana?" Sungut Yuta.
"Jika kena serangan jantung ya sudah, pergi saja ke neraka," Ucap Doyoung santai lalu mendudukkan dirinya di kursi samping Yuta.
"Mulutmu memang tidak pernah disaring jika berbicara!" Yuta memang harus memerlukan kesabaran ekstra jika ingin menghadapi kelinci satu ini.
"Berisik!"
Yuta mendengus kesal, harusnya dulu dia memilih sekelas dengan Taeyong daripada dengan Doyoung yang sedikit menguras emosi ini.
"Doy, apa kau tau tentang pembunuhan pagi ini?" Tanya Ten yang membuat Doyoung mengernyitkan dahi.
"Lagi? Siapa? Dimana?" Doyoung balik bertanya.
"Itu loh Yoon Sanha sahabat Haechan, dia dibunuh di jalan Peek a Boo. Terdapat 21 luka tusuk di punggung, mengerikan," Jelas Ten.
"Sepertinya kita harus lebih berhati-hati sekarang, pembunuh berantai itu semakin menggila setiap hari. Ini baru 2 bulan sejak pembunuhan pertama dikabarkan, dan sekarang total ada 62 kasus pembunuhan," Ucap Johnny menyandarkan tubuhnya pada kursi.
"Benar kata Johnny, sebaiknya sekarang kita jangan bepergian sendiri. Setidaknya itu membuat kita lebih aman," Saran Yuta yang diangguki lainnya.
Doyoung menopangkan kepalanya pada kedua tangan sambil menatap satu persatu temannya kemudian tersenyum manis.
"Kita memang harus lebih hati-hati,"
..
"Sudah Chan, kau sudah menangis sedari tadi kau datang. Apa kau tidak lelah?" Di usapnya pelan punggung pemuda berkulit tan itu.
Saat ini di kelas X IPS 4, tepatnya di meja Haechan ada sekitar 8 orang berkumpul mengerumuni seorang pemuda tan yang tengah menangis sesenggukan.
"K-kenapa harus Sanha Min? Kenapa harus sahabat terbaikku yang menjadi korban?" Pemuda tan itu terus saja meraung-raung menangisi kepergian sahabatnya.
Siapa yang tidak menangis jika sahabat terdekatmu pergi selamanya dengan cara yang sangat tidak manusiawi? Haechan saat ini tengah merasakannya, kehilangan sahabat terdekatnya untuk selamanya.
"Hyung tenanglah, Sanha Hyung pasti akan sedih jika melihatmu menangis begini," Sungchan mencoba menenangkan Haechan yang masih terus menangis.
"Aku bahkan belum meminta maaf atas kelakuanku yang padanya, kenapa dia harus pergi lebih dulu?" Yang lebih tua menarik Haechan dalam pelukannya.
"Hei Hyuckie, jangan seperti ini. Sanha tidak akan suka jika kau begini. Nanti kita minta ijin pada pihak sekolah untuk pergi ke pemakaman Sanha. Tapi sebelumnya kau tenangkan dirimu dulu, Sanha pasti tidak akan suka jika tau sahabatnya menangis seperti ini," Renjun mengusap kepala Haechan guna menenangkannya.
Saat dirasa Haechan mulai tenang Renjun melepaskan pelukannya. Matanya terlihat sembab dan sedikit bengkak karena terlalu lama menangis.
"Minumlah dulu hyung," Chenle menyodorkan le min**eral pada Haechan.
"Maaf merepotkan kalian," Ucap Haechan pelan meletakkan botol le min**eral itu pada meja.
"Tidak apa-apa, kau tidak merepotkan kami sama sekali," Shotaro menepuk pelan pundak Haechan dan sedikit meremasnya seakan memberi semangat pada pemuda itu.
Haechan menatap 8 pemuda di sekelilingnya, betapa beruntungnya dia memiliki teman yang selalu ada untuknya baik dalam suka maupun duka.
"Terimakasih selalu ada untukku," Haechan tersenyum tipis.
"Bukankah itu adalah gunanya teman?" Tanya Jeno menarik senyuman sampai menghilangkan matanya.
Jisung yang tadinya bersandar pada dinding belakang Haechan tiba-tiba memajukan tubuhnya, membuat kepalanya tepat berada di samping Haechan.
"Dan kami adalah temanmu hyung,"
'Jadi siapa yang bermain drama di sini?'
..
Tbc
Napa jadi ga jelas anjimಥ‿ಥ
Maaf gaes cerita buatan gw gaje banget kek idup gw🙏🏻Makasih udah mau support aing, aing sampek terhura😭
⚠Typo bertebaran⚠
Next/Unpublish?
9 Februari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Killer | END
Misterio / SuspensoDimulai dengan pembunuh, berakhir dengan pembantaian. Nyawa terus berjatuhan, namun pelaku belum juga ditemukan. Satu persatu menghilang, satu persatu tak ada yang terselamatkan. Yang tersisa hanya bisa mengenang, yang dihilangkan hanya bisa dikenan...