Dor
"TAEIL HYUNG!!"
"Ups! Maaf hyung, tanganku licin," Ujar Renjun dengan wajah yang dibuat bersalah.
Darah merembes dari dada kiri Taeil yang menjadi sasaran tembak Renjun. Wajah Taeil yang semula pucat menjadi semakin pucat. Rasa sakit yang semula menguasai bahu sekarang amat terasa di dada kirinya.
"Taeil hyung bertahanlah!" Chenle mencoba mendekat ke arah Taeil yang berada 2 meter di sampingnya, air matanya tak lagi dapat dia tahan saat melihat salah satu hyungnya berada di antara hidup dan mati. Rasa sakit perlahan-lahan mengambil alih kesadarannya.
"Taeil hyung ku mohon," Winwin yang berada tepat di dekatnya mencoba membuat Taeil tetap terjaga.
Dengan sisa tenaga yang dimiliki, Taeil menggelengkan kepala kemudian menenangkan teman-temannya yang sudah dia anggap seperti adik sendiri.
"Naneun gwaenchanha," Lirihnya di antara kesadaran yang sudah menipis, dia mengulaskan sebuah senyuman teduh.
"Hyungie!" Shotaro yang berada paling jauh dari Taeil menatap lirih Taeil yang mulai menutup mata.
Tak lama mata indah itu menutup dengan sempurna, menyisakan 7 pemuda yang tengah menangisinya dalam diam.
"Sudah dramanya?" Tanya Jisung menatap malas pemandangan di depannya.
Merahnya darah dan baju spring green yang Taeil kenakan menjadi perpaduan yang tidak cocok di mata Jisung. Lebih baik tadi dia menyuruh Renjun menembak Taeyong atau Jaehyun yang tengah mengenakan baju berwarna putih jika tau begini.
"SIALAN KALIAN SEMUA! AKU YANG MENUSUK HANSOL HYUNG! JIKA INGIN MEMBALAS DENDAM BUNUH SAJA AKU DAN LEPASKAN MEREKA!" Teriak Taeyong seperti orang kesetanan, lelehan air mata menghiasi di kedua pipinya.
Kursi yang tengah di dudukinya terhentak-hentak karena Taeyong yang terus mencoba memberontak.
Plak
"Berisik!" Desis Yuta menampar dengan keras pipi Taeyong.
Kepala Taeyong sampai menoleh ke samping, dan sudut bibirnya berdarah saking kuatnya tamparan Yuta.
Srak
"Argh!"
Haechan menarik rambut Taeyong ke belakang membuat kepala Taeyong menengadah. Mata berairnya menatap langsung ke wajah Haechan yang datar tanpa ekspresi.
"Tidak seru jika kau terlalu cepat mati," Ujar Haechan dengan seringai yang tergambar jelas di wajah manisnya.
Dengan kasar Haechan menghempaskan kepala Taeyong membuat Taeyong semakin pusing.
Duk
Haechan menendang kursi tempat Taeyong terikat dengan kencang membuat kursi itu sedikit oleng hingga akhirnya jatuh ke lantai. Membuat badan Taeyong menghantam lantai marmer dengan cukup keras. Sungguh itu menyakitkan.
Sret
Jisung menarik Taeyong beserta kursi tempatnya duduk membuatnya kembali ke posisi semula. Jisung mencengkram dengan kasar rahang Taeyong dengan tangan kiri. Pistol yang semula dipegangnya ia masukkan dalam hoodie lalu ia menarik keluar sebuah belati.
"Sumpal mulut mereka dengan lakban, aku tidak ingin ada suara yang mengganggu selain suara teriakan leader kita yang tampan ini," Perintah Jisung yang langsung dilaksanakan tanpa protes oleh antek-anteknya.
Sret
"Argh!"
Jisung menggoreskan belati di tangganya ke wajah tampan Taeyong membuat Taeyong menjerit kesakitan.
Sret
Sret
"Argh!"
Tak hanya wajah, bahu lebar, lengan, leher dan beberapa tempat lainnya menjadi tempat persinggahan belati tajam milik Jisung. Sungguh teriakan kesakitan Taeyong adalah suatu kepuasaan tersendiri untuk Jisung.
Goresan di sana sini membuat kulit putih itu kini berubah menjadi merah, darah tidak henti-hentinya keluar dari spot yang dijadikan Jisung sebagai persinggahan belatinya.
3 antek-anteknya hanya menatap horor terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Jisung. Sekalipun mereka lebih tua dari Jisung, tidak ada yang berani melawan Jisung. Terutama saat Jisung sedang marah, sudah dipastikan nyawamu akan lenyap detik itu juga. Mereka sampai menyebut Jisung sebagai neraka berjalan saking mengerikannya psychopath satu itu.
Sret
Jleb
"ARGH!"
Jisung mengakhirinya dengan menancapkan belati tajamnya ke paha Taeyong. Jisung tertawa kemudian berbalik menuju sofa, mengambil segelas wine lalu duduk tampan sambil meminum wine di tangannya.
Tubuh Taeyong kini terlihat sangat mengerikan. Tubuhnya penuh luka sayatan, bajunya putihnya bahkan sudah tak terlihat warnanya karena pekatnya darah yang mendominasi. Suaranya sudah serak karena terlalu banyak berteriak, kesadarannya hanya tersisa setengah.
Ke 6 pemuda lain yang melihat itu hanya bisa memberontak sambil menangis tanpa bisa berbuat lebih.
"Yang lain kalian urus, sisakan Kim Doyoung untukku," Jisung meletakkan kakinya di atas meja sambil menatap 3 pemuda yang lebih tua darinya memulai aksi.
"Hai anak ayam kesayangan hyung," Yuta menarik kursi Winwin dengan kasar membuat pemuda berdarah China itu terhenyak.
"Hmmpt!" Winwin ingin mengumpat dan memaki tapi suaranya terendam oleh lakban sialan yang menutup mulutnya.
"Katakan dengan jelas Sicheng. Aku akan membantumu," Yuta menarik lakban yang menutup mulut Winwin dengan kasar membuat Winwin meringis.
"Apa maumu sialan?!" Winwin menatap nyalang pemuda Jepang di depannya.
"Sopanlah kepada yang lebih tua Winwinie," Yuta mengusap pelan wajah tampan pemuda di depannya dengan pistol yang tadi di pakai Renjun.
"Cih! Sopan santun tidak berlaku untuk bedebah sepertimu, kau terlalu rendah untuk dihorma-uhuk!" Ucapan Winwin terhenti saat tangan besar Yuta mencekik lehernya dengan kuat, tulang di lehernya terasa remuk saking kuatnya Yuta mencekiknya.
"2 minggu terkurung di sini sangat melelahkan bukan? Mau ku bantu agar lelahmu hilang?" Tanya Yuta melepaskan cekikan di leher Winwin.
Winwin menghirup udara dengan rakus saat tangan besar itu tak lagi bertengger di lehernya. Jejak kemerahan bekas cekikan Yuta terlihat sangat jelas di lehernya, kontras dengan warna kulitnya.
"Baiklah mari ku bantu agar lelahmu hilang," Yuta menatap Winwin dengan healing smile miliknya.
Dor
"Argh!"
"HMMPT!!"
"W-Wi-Winn-ie!"
"Aku sungguh baik bukan?"
..
Tbc
Gantung aja terus...
Double up gw😄
Gw kira kurang dari 30 chapter ending, tapi ternyata bakalan 30++T^T
⚠Typo bertebaran⚠
20 Mei 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Killer | END
Misterio / SuspensoDimulai dengan pembunuh, berakhir dengan pembantaian. Nyawa terus berjatuhan, namun pelaku belum juga ditemukan. Satu persatu menghilang, satu persatu tak ada yang terselamatkan. Yang tersisa hanya bisa mengenang, yang dihilangkan hanya bisa dikenan...