Bab 22

3.4K 334 71
                                    

Sebelumnya di Mengejar Cinta om Dimas

Ting

Suara lonceng yang terpasang di pintu cafe terdengar, Ara sontak berdiri dan memasang senyum terbaik. Namun senyumnya seketika surut, kakinya gemetar, jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya saat netranya bersitatap dengan seseorang yang kini tengah berjalan menuju kearahnya.

__________________________________

Ara masih berdiri membeku ditempat. Kakinya tak dapat digerakkan. Bahkan tepukan lembut Satria dibahu membuatnya terlonjak.

" Ra, kamu nggak papa kan,,kenapa pucat gitu sih? "

"Ng-Nggak apa-apa bang. "

Ia keratkan pergelangan tangannya, mencoba mencari kekuatan disana. Perlahan Ia angkat wajahnya yang tadi menatap lantai, dan memasang senyum termanis yang Ia punya walau terlihat sangat dipaksakan.

Wanita itu masih terlihat sama, anggun dan elegan. Rambut yang dulu terurai sepinggang kini terlihat ikal sebatas bahu menjadi perpaduan pas dengan make up yang dipoleskan diwajah ovalnya. Menatap sekilas kearah Ara, kemudian berpaling tak acuh.

Ara tatapi wanita itu dari atas hingga bawah, hingga tatapnya jatuh pada perut buncit berbalut dress hijau tosca yang melekat pada tubuh si wanita.

"Mama,, "

Suara bocah laki-laki menggalihkan perhatian Ara. Wajahnya yang putih dan mata yang bulat sungguh sangat mirip dengan wanita yang baru saja Ia panggil dengan sebutan Mama.

Ara tatapi lagi bocah laki-laki itu yang kini tengah memeluk kaki sang Mama. Entah mengapa dadanya berdenyut nyeri. Perlahan Ia palingkan wajah, mengerjapkan mata mencoba menghalau air yang hampir tumpah disana.

Udah lima tahun,wajarlah..batinnya jengah.

Mereka hidup bahagia, dengan bocah laki-laki sebagai anak pertama. Dan kini si wewe, eh ya ampun.. Bu Olive maksudnya, udah otw lagi anak kedua.
Lancar banget ya ampun,mentang-mentang bikin anak itu enak..dumel Ara

Seketika potongan adegan dari video tak senonoh yang dikirim Adnan kemarin berkeliaran dikepalanya. Adegan dimana sepasang manusia tengah main,, main..

Astagfirullah..

Ara memukul kepalanya berkali-kali.

Niatnya meloow, tapi kenapa malah bayangin yang nggak-nggak sih, dasar otak mesum!

"Sat, tolong buatin Ice coffe ya,, dan sekalian bawa ke dalam aja"

Suara merdu Bu Olive membuyarkan lamunan jorok Ara. Wanita itu berlalu seraya melempar senyum ke arahnya.

Ara seketika bergidik. Ia pikir mantan gurunya itu tadi tidak mengenalinya saat bersikap seolah tak acuh saat Ara tersenyum padanya, tapi ternyata..

"Kamu nggak pulang,Ra?"

"Eh, iya.. Ini mau pulang bang. "

"Oke, sip.. ati-ati"

Ara meraih tas miliknya yang ada diloker setelah melepas celemek hitam yang sedari tadi membalut tubuhnya. Berjalan keluar dari kafe melalui pintu belakang.

Otaknya masih berpikir keras tentang keberadaan Bu Olive di sana.

Ada hubungan apa mantan guru sekaligus mantan rival nya itu dengan kafe tempatnya bekerja.

Ara yang tengah serius mengobrak-abrik isi tas guna mencari dompetnya seketika mendongak begitu mendengar suara tawa yang begitu dikenalinya.

Om Dimas berjalan beriringan dengan kak Roni salah satu temannya yang juga Ara kenal, Memasuki kafe yang seharian ini menjadi tempatnya bekerja.

Ya Allah ganteng banget si Om Dim,, tapi kok sayang jodohnya orang..batin Ara ngenes

***

Ara berjalan pelan memasuki tempat kerjanya. Langkahnya berat mengingat semalam Om Dimasnya ada di sana.

Ia tak menyangka keputusannya untuk bekerja di kafe ini akan membawanya melihat bahkan bertemu masa lalunya. Masa lalu yang membuatnya terluka, bahkan enggan untuk membuka hati kembali.

Biar saja dia mau dianggap gagal move on, kan memang kenyataannya seperti itu. Orang lain tidak akan bisa merasakan sakit kehilangan orang yang kita sayang sebelum ia merasakannya sendiri.

Dulu Ara selalu menganggap lebay teman-temannya yang menangis saat putus cinta. Tapi sekarang dia tau rasanya, bahkan mungkin lebih sakit dari yang namanya putus cinta, yang kemungkinan bisa balikan lagi.

Lah, ini dia ditinggal nikah, bahkan mereka udah DP duluan, tau-tau si cewek udah tekdung dan Ara hanya bisa mewek.

Ya Allah, ngenes banget nasib cinta pertamanya..

Ara menarik kasar nafasnya, mencoba menghalau air yang hampir saja meler dari lubang hidungnya. Mengusap cepat sudut matanya yang juga ikut-ikutan berair.

Ara harus kuat, Ara nggak boleh cengeng,, Ara pasti bisa dapat yang lebih baik dan ganteng dari Om Dim.

Semoga saja...

Ara mendorong pintu belakang kafe, masuk area pantry dimana teman-temannya sudah berkumpul di sana.

"Pagi cantik, " Satria menyapa dengan senyum tiga jari menghias bibirnya.

"Pagi Bang Sat, pagi semua.. "

"Weis, jangan disambung gitu dong manggilnya Ra, kan artinya jadi lain"

"Lah, emang Ara harus manggil apa, kan nama abang, emang Bang Satria? "

"Kalau langsung Bang Satria sih, bagus Ra, tapi kalau dipotong cuma "Bang Sat" tu, jadi... Ah udahlah, serah kamu aja"

Ara terkikik melihat tingkah atasannya kemudian berlalu menuju loker miliknya.

Semoga hari keduanya ini, semua berjalan lancar,, Aamiin.

***

Ara menggerak-gerakkan kepala kekanan dan kekiri,mencoba membuat rileks lehernya yang kaku. Hari keduanya bekerja tetap sama, kafe yang dipadati pengunjung hingga membuatnya lupa makan.

Ara membuka laci kitchen set yang ada dihadapannya, sedikit berjinjit untuk meraih gelas karena letaknya yang agak kedalam.

Ara berjengkit saat sepasang tangan memeluknya dari belakang. Ia yang tadi berniat untuk membuat susu coklat hangat untuk menghilangkan lelah seketika mengepalkan tangan.

Panas menjalari wajahnya karena menahan amarah menyadari dirinya mendapat perlakuan tak senonoh. Dengan cepat ia berbalik dan memukulkan sendok yang sedari tadi ada digenggamannya.

Dengan gigi bergemeletuk, ia pukul berkali-kali orang yang masih saja memeluk pinggangnya.

"Gilak lo ya! Lepas nggak! Kalau nggak,gue siram lo ya pake air panas! " teriaknya marah, masih memukul dengan membabi buta

" Aku kangen banget sama kamu, Ra" ucap lirih pria yang masih setia memeluk pinggangnya.

Ara mendorong kuat bahu yang ada dihadapannya. Mencari tahu siapa sebenarnya orang bodoh yang malah bilang kangen walau sudah dipukuli habis-habisan olehnya.

Ara seketika merasakan nafasnya tercekat, matanya buram karena tertutup air yang mulai menganak disana saat mendapati Om Dimas tersenyum manis kearahnya walau dengan dahi yang terlihat merah dan nyaris berdarah.


🐾

Untung belum disiram air panas beneran kamu Om 😶

Hayoloh, siapa yang bab sebelumnya nebak kalau yang Ara lihat kemarin Om Dim? Coba absen sini..

Kalian zonk cintah 😄

Ramaikan lagi vote ama komennya yaa, biar aku rajin update.

Makasih, sayaaaang kelean 😘

Mengejar Cinta Om DimasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang