39

27 6 0
                                    

Fiona POV

"Kurasa anda kurang istirahat." Ucap seorang pelanggan saat aku mengantar pesanannya.

"Umm ya, kurasa juga seperti itu. Terima kasih atas perhatiannya, selamat menikmati." Balasku kemudian kembali ke meja barista.

Sebengkak itu kah mataku? Sampai pelangganpun mengasihaniku. Semalam aku menangisi perasaanku yang tak jelas ini. Aku tidak ingin Zach pergi, namun aku tidak mau kembali bersamanya. Semua ini kembali terasa sulit setelah Zach menemukanku.

"Fiona, gua rasa lu harus pertimbangin lagi soal keputusan lu. Keliatannya kali ini Zach sangat serius." Ucap Amelia.

Aku menceritakan semuanya pada Amelia. Karna saat ini sudah tidak ada lagi orang yang bisa membantuku selain Amel.

"Gua ga akan pergi ke bandara, Mel." Tegasku, karna seharian ini ia mengojok-ojoki ku agar pergi kesana.

"Lu bisa izin dulu sama paman untuk pulang cepet. Biar gua yang beresin semuanya." Timpalnya.

"Can you stop talking about that shit? Kenapa ga lu aja yang pergi ke bandara?" Balasku.

Semakin ia memintaku untuk pergi ke bandara, semakin aku teringat pada Zach.

"Sorry, gua cuma gamau lu selalu di hantuin sama masa lalu. Karna tindakan yang lu ambil itu lari dari masalah, bukan lu selesain." Sahutnya.

Aku sendiri pusing memikirkan itu semua. Aku melihat jam yang terus berputar. Waktu menunjukan pukul 6 sore, artinya 1 jam lagi Zach kembali ke Amerika. Tiba-tiba gelas yang sedang ku pegang tergelincir dari tanganku dan

PRANG!

pecah. Sudah berapa gelas yang telah kupecahkan minggu ini. Otomatis aku berjongkok dan mengambil pecahan gelas itu. Sialnya pecahan kaca itu menusuk tanganku sehingga keluarlah darah. Darahnya memang tidak banyak, hanya sedikit. Entah mengapa aku teringat sesuatu. Ya, aku ingat saat Zach membantuku membersihkan pecahan gelas beberapa hari yang lalu. Dia begitu tidak ingin tanganku terluka, sampai ia mengorbankan dirinya. Otakku dipenuhi oleh berbagai moment kebersamaanku dan Zach. Suara Zach memenuhi pikiranku. No, Fiona stop it.

"Fiona, are you okay?" Panggil Amelia menyadarkanku.

"Aku harus pergi ke bandara sekarang." Ucapku tergesa-gesa.

Aku melepas apronku dan langsung berlari keluar untuk mencari taksi. Waktuku hanya tersisa 45 menit, aku harus cepat-cepat pergi ke bandara sebelum Zach masuk ke dalam pesawat. Sayangnya tidak ada taksi yang lewat. Aku masuk kembali ke dalam kedai dan menghampiri paman.

"Paman, tolong anterin aku ke bandara." Pintaku sembari menarik paman.

"Ada apa? Sabar-sabar, paman keluarin motor dulu." Jawabnya ikut panik.

Aku mengambil helm kemudian naik ke jok belakang.

"Paman ayo jalan. 40 menit lagi mereka berangkat." Ucapku sembari menepuk-nepuk pundak pamanku agar ia mengendara lebih cepat.

Pamanpun melajukan motor tua yang dibawanya secepat kilat. Ya, ia benar-benar ngebut seperti sedang bermain film action. Memang bukan main motor tua ini. Jalanan sedikit macet dan hal itu sangat menghambat perjalanan kami. Perjalanan kami memakan waktu 20 menit. Waktuku tersisa 20 menit.

"Makasih ya, paman. Aku kedalam dulu." Ucapku terburu-buru.

Aku berlari masuk ke dalam bandara. Keadaan disini lumayan ramai, sehingga akan sangat sulit mencari mereka. Bahkan aku lupa menanyakan Zach, ia ada di berada di terminal mana.

"Fiona, biar paman bantu. Kau sedang mencari siapa?" Tanyanya.

Ternyata sedari tadi ia mengikutiku. Aku tak yakin dengan badannya yang besar ini, dapat berlarian mencari Zach. Tapi ya sudah lah, hanya paman yang bisa membantuku saat ini.

First Sight || Zach HerronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang