1. Ketenangan

972 80 3
                                    

Happy reading 🤗
*
*
*
*

Satu.

Dia selalu bertanya-tanya selama ini, kenapa hatinya tidak pernah tenang sedikit pun? Meski dia sudah tidur dengan cukup, makan dengan teratur, serta berlibur tiap akhir pekan. Akan tetapi, hatinya tidak pernah tenang, tidak ada ketentraman sama sekali.

Ada yang bilang, hati akan tentram setelah kita menghadap pada Tuhan.

Namun, dia tidak punya Tuhan. Sejak kecil tidak ada yang mengenalkannya dia tentang sosok Tuhan itu. Papa dan mamanya sibuk bekerja dan selalu mengabaikannya, bahkan nyaris tidak sempat meluangkan sedikit waktu bersamanya.

Terdengar miris bukan?

Tiap hari Minggu, dia selalu melihat sebagian orang pergi ke bangunan yang di atasnya terdapat palang salit, katanya mereka sedang beribadah di sana. Maka itu, dia ikut pergi ke sana, mengikuti cara beribadah mereka. Akan tetapi, dia tidak mendapatkan ketenangan itu sama sekali. Hatinya tetap gundah, seperti biasanya.

Dia mengeluh dalam hati. Di mana dia harus mencari ketentraman hati itu? Ketika mengikuti cara beribadah teman kantornya yang beragama lain juga. Dia tetap merasakan hal yang sama.

Namun, untuk hari ini ... dia merasa beda untuk pertama kalinya. Hanya melihat wajah teduh seorang gadis, hatinya sedikit merasa tenang dan juga tentram.

Dia menggeleng pelan, mengenyahkan semua pikirannya dan mencoba untuk fokus dengan pekerjaannya saat ini.

Sudah banyak perempuan di luaran sana dia lihat, bahkan dia sampai tidur dengan perempuan itu. Mungkin saja, perasaannya ini hanya kebetulan. Iya, hanya kebetulan.

"Pak Kenzie, terima kasih karena sudah mau bekerja sama dengan perusahaan saya. Semoga kita bisa menjadi rekan bisnis untuk seterusnya."

Kenzie membalas dengan senyuman, kemudian bersalaman dengan laki-laki di depannya itu.

"Saya juga berterima kasih, Pak Raihan. Anda terlihat masih muda, tapi sudah cerdas sekali. Beruntung orang tua Anda memiliki anak seperti Anda," pujinya.

"Jangan terlalu memuji saya, Pak." Raihan tertawa sedikit malu di puji seperti itu.

"Kita permisi, Pak. Sampai jumpa di meeting selanjutnya. Assalamualaikum."

Kenzie mengangguk untuk balasannya, tidak menyahuti salam dari rekan bisnisnya itu. Karena ... dia tidak tahu harus membalas apa.

Raihan, rekan bisnis barunya. Pemuda itu baru berumur 19 tahun, tapi sudah jago di dalam bidang perbisnisan. Maka itu, dia memuji pemuda itu tadi, merasa bangga melihat orang seperti itu.

Kenzie kembali terduduk di kursinya. Menyesap kopinya untuk tegukan terakhir. Matanya memandang sekeliling restoran. Sebelum matanya jatuh ke atas mejanya saat ini. Saat dia meletakkan gelasnya tadi, tidak sengaja menatap ponsel lain di atas mejanya itu.

"Ponsel siapa?" gumamnya, mengambil ponsel itu dan menatapnya dengan lekat. Saat mengetuk layarnya dua kali, Kenzie disuguhkan wallpaper ponselnya yang bertuliskan huruf aneh. Kenzie tidak dapat membacanya, bahkan selama ia bersekolah dia tidak pernah mempelajari huruf-huruf yang dia lihat saat ini.

Perfect [Malik's Family 2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang