"Safa Raihanah."
Kenzie mengusap dagunya dengan tampang wajah yang serius. Menatap lurus ke depan, tangannya memegang tablet di mana dia mendapatkan informasi tentang gadis yang dia temui hari ini.
Tatapan Kenzie mengarah ke tabletnya itu lagi. Membaca rentetan huruf di layar sana.
"Putri sulung dari lima bersaudara. Lulusan manajemen di tahun 2019. Status single dan belum pernah menjalani hubungan dengan siapapun. Agama Islam," gumam Kenzie, terus membaca riwayat hidup Safa.
"Tugas saya sudah selesai, Pak?"
"Ha?" Kenzie mengangkat kepalanya lagi, kemudian mengangguk menyuruh asistennya itu pergi dari ruangannya. Memang, dia mendapatkan informasi Safa dari asistennya itu. Dia Bos di sini, jadi apa pun yang diinginkan pasti dapat di hari itu juga.
Kenzie tersenyum tipis. Entah kenapa, lagi-lagi hatinya merasa tenang meski hanya menyebutkan nama gadis itu. Setelah puas membacanya, Kenzie meletakkan tablet tadi ke atas mejanya. Menyangga dagunya dengan kedua tangannya.
Matanya kembali menatap lurus ke depan. Tersentak kala mendengar ponselnya bergetar, laki-laki itu lantas melihat ke layar ponselnya. Di sana terpampang jelas nama teman dekatnya yang selama ini selalu ada untuknya.
"Hm?" ujar Kenzie setelah mengangkat telepon itu.
"Gue lagi pusing, nih. Ke tempat biasa, yuk!"
Kenzie lantas melihat jam yang bertengger di tangannya. Kemudian mengangguk pelan. "Sekarang pergi, ya? Kebetulan jam kerja udah habis."
"Gas lah, kepala pusing banget. Butuh hiburan."
Sambungan itu terputus setelah Kenzie mengiyakan. Laki-laki itu lantas berdiri dan merapikan jasnya lagi. Kemudian berjalan keluar ruangannya.
Mengendarai mobilnya sendiri menuju suatu tempat, di mana biasanya dia akan melampiaskan kegundahan hatinya.
"Tumben Lo pusing di sore begini," ujar Kenzie, mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi. Ketika sampai di tempat yang dia tuju.
Jack— tersenyum kecil. Meneguk Vodka yang sudah tersedia memang di atas meja.
"Tunangan gue selingkuh," tukasnya, kembali meneguk Vodka tadi seakan melampiaskan rasa sakit hatinya lewat itu.
Kenzie mendengkus geli mendengarnya. "Kali ini sama siapa dia tidur?" tanyanya, sangat hapal dengan tunangan Jack yang selalu gonta ganti teman tidur.
"Asisten gue, sialnya mereka main di kantor gue lain. Berengsek nggak?" kesal Jack, mendengkus kasar.
"Lo juga bego. Udah tau tuh cewek nggak baik, masih bisa aja Lo bertahan sama dia." Kenzie bersedekap dada. Menatap Jack dengan tatapan remeh.
"Sial!" umpat Jack, mengurai rambutnya ke belakang. "Gue nggak bisa lepasin dia gitu aja. Lo tau kan, dia pilihan nyokap gue sebelum beliau meninggal?" Jack menatap Kenzie dengan raut wajah penuh frustrasi.
"Daripada Lo bertahan gini, yang ada Lo sakit hati mulu. Hampir tiap Minggu dia tidur sama cowok lain. Sedangkan sama Lo? Gue rasa nggak pernah tuh," enak Kenzie. Sungguh miris mendengar nasib percintaan temannya.
"Udahlah, gue pusing." Jack menyambar Vodka lagi, kemudian meneguknya hingga tandas. "Nggak minum Lo?" tawarnya pada Kenzie.
Kenzie menggeleng pelan. "Gue nggak mau tepar masih sore begini."
"Cih." Jack mendecih. "Masih nggak pernah berubah Lo," ejeknya.
***
Jadi anak sulung itu tidak seenak yang dibayangkan, banyak tanggungan yang harus dia terima. Serta harus tegas kepada semua adik-adiknya. Akan tetapi, dari keempat adiknya, Safa tidak terlalu dekat dengan Risa.
Adik keempatnya yang terlalu pendiam, bahkan sulit bercengkrama dengan semua keluarga mereka. Apalagi Raihan yang seakan tidak bisa menerima kehadiran adiknya satu itu.
Seperti malam ini. Mereka berkunjung di ruang keluarga, bercengkrama dan berbagi cerita hari ini. Sudah apa saja yang mereka lewatkan, tapi hanya Risa lah yang terdiam di sudut sofa sambil menonton tv yang menyala.
Safa menatap Raihan yang bercanda ria dengan dua adiknya lagi. Ira dan Imey, pemuda itu tidak mempedulikan kehadiran adiknya yang lain.
Melihat keberadaan Risa yang seperti tersisihkan begitu mengiris hati Safa. Semenjak kecil dia selalu dilimpahkan kasih sayang, tapi berbagai dengan Risa. Gadis itu baru bergabung dengan mereka setelah berbagai masalah terlewati, hingga menjadi pribadi yang pendiam seperti sekarang.
Safa memutuskan mendekati adiknya itu, setelah meletakkan beberapa cemilan untuk malam ini. Kebiasaan tiap malam, mereka akan berkumpul di tempat ini sebelum waktu tidur tiba.
"Gimana sekolah kamu?" Safa membuka suara lebih dulu, setelah duduk disebelah adiknya ini.
Risa terlihat sedikit tersentak, kemudian menatapnya dengan senyuman kaku. "Baik, Kak. Nggak ada yang menarik."
Safa menaikkan satu alisnya mendengar jawaban itu. Kemudian mengulum bibirnya sesaat. "Kenapa nggak gabung sama mereka?" tanya Safa lagi, seharusnya tidak menanyakan hal itu. Sebab dia sudah tahu jawabannya.
Tatapan keduanya teralihkan ke depan sana, di mana Raihan sedang menjahili dua adiknya yang lain sehingga Imey hendak menangis kalau saja Raihan tidak mengalah saat itu juga.
Safa menghela napas melihat tingkah adiknya itu. Meski Raihan sudah menjadi pemimpin perusahaan mereka, tetapi tingkah kekanak-kanakannya tidak pernah hilang.
"Mau ke mana?" tanya Safa, tersentak karena Risa tiba-tiba berdiri dari duduknya.
"Ke kamar, Kak. Udah waktunya jam tidur," balas Risa, tersenyum singkat pada Safa sebelum benar-benar pergi dari sana.
Kembali, Safa mengembuskan napasnya. Menatap Ira dan Imey yang sudah beranjak dari tempat mereka. Karena jam tidur yang sudah di atur, telah tiba.
"Sampai kapan?" tanya Safa. Saat ini hanya ada dia dan Raihan di ruangan ini.
Raihan menatapnya dengan raut wajah bingung. "Apa ya?" Pemuda itu balik bertanya.
"Kamu terus acuhin Risa?"
Kali ini Raihan bungkam mendengar pertanyaannya tadi.
"Kamu acuhin dia saat bercanda dengan Ira dan Imey. Seakan tidak menyadari kehadirannya. Kakak aja yang lihatnya sakit hati, apalagi Risa. Dia yang rasain sendiri, bagaimana diacuhkan sama Abang ya, sendiri. Mikir, Han. Kamu itu pemimpin Bumiputera, tapi kenapa malah berperilaku tidak adil begini, sama adik-adik sendiri," oceh Safa. Ini bukan untuk kedua kalinya memberikan pencerahan pada Raihan.
Tugas sebagai Kakak tertua adalah ini, selalu ada untuk adiknya. Harus bisa memberikan petuah ketika ada adik-adiknya yang sedang tidak akur.
Raihan tampak merotasikan bola matanya. "Kakak nggak ngerti."
Dahi Safa mengkerut. "Nggak ngerti gimana? Semenjak Risa pulang ke rumah ini, dia seakan asing meski di keluarga sendiri. Dan kamu abangnya sendiri malah benci dia tanpa alasan yang jelas." Safa menunjuk Raihan dengan wajah geram. Sungguh sudah lelah memberikan petuah pada adiknya satu ini.
"Udah malam, Kak. Aku mau istirahat, nggak mood bahas masalah ini." Raihan melengos panjang.
"Terserah kamulah. Nanti pasti kamu nyesel sendiri, pas lihat Risa dekat sama orang lain ketimbang sama kamu," ujar Safa. Memutuskan untuk memperpanjang perdebatan mereka.
Raihan sudah besar, pasti pemuda itu bisa menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Risa. Akan tetapi, Safa harus memantau mereka juga.
TBC!
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect [Malik's Family 2] ✓
Любовные романыSpin off "Mr. Boarding House" Di sarankan baca MBH dulu, tapi kalau mau baca ini langsung boleh, kok. 🚫WARNING🚫 DILARANG BAPER?! BIJAKLAH DALAM MEMBACA?! *** Bagaimana respon kalian ketika dilamar oleh seorang lelaki berbeda iman dengan kalian? **...