10. "Bapak nggak ada kerjaan?"

279 38 6
                                    

Happy reading 🔥🔥🔥

***

Safa hanya tidak menyangka ..., kalau Kenzie seteguh ini upaya mengingatkan dirinya akan janjinya tiga hari yang lalu. Siang ini, setelah jam istirahat usai, Kenzie datang ke kantor Bumiputera Company. Dia pikir lelaki itu datang hanya untuk menemui Raihan—sebatas ingin membahas kerja mereka lagi.

Namun, dia salah. Kenzie datang ke sini hanya untuk menagih janji padanya. Lelaki ini kenapa teguh sekali, sih? Padahal itu hanya janji dan Safa akan menepatinya setelah ada waktu senggang, atau setidaknya hari libur tiba, dia akan mengatur jadwal agar mereka bertemu hanya untuk membicarakan janji tersebut.

Tetapi Kenzie malah santai meminta izin pada Raihan. "Saya ada urusan dengan sekretaris Pak Raihan, apa saya boleh minta waktu beliau, paling lama satu jam."

Safa berharap cemas, menoleh pada Raihan agar adiknya itu tidak memberikan izin. Akan tetapi, Raihan tidak berpihak padanya. "Silakan, Pak. Asal Bapak balikin sekretaris saya lagi dalam keadaan utuh seperti semula, saya tidak masalah," ujarnya. Lihat! Adik macam apa Raihan ini? Kenapa malah memberikan izin? Padahal Safa mati-matian agar tidak bertatapan wajah dengan Kenzie dalam waktu dekat.

Dia merasa canggung dan was-was, takut lelaki itu terus menatap wajahnya. Sungguh dia sedikit merasa ..., risih. Kalau saja suaminya yang menatap wajahnya seperti itu, Safa tidak masalah, malah dia suka bila ditatap terus-menerus oleh pasang halalnya nanti.

"Han!" bisik Safa, melirik Kenzie sekilas. "Kenapa diizinin, sih?" Gadis itu menggerutu sambil berbisik pelan.

"Udah, nggak apa-apa, Kak. Lebih baik Kakak tepati janji Kakak sekarang, kalau enggak mau laki-laki ini datang lagi ke kantor kita, dengan alasan yang tidak masuk diakal," balas Raihan ikut berbisik.

Bahu Safa merosot, dalam hati membenarkan apa yang dikatakan oleh adiknya itu. Kenzie ke sini bukan membahas masalah pekerjaan, melainkan menagih janji yang di luar dari urusan kantor.

"Jadi ..., sekarang kita boleh pergi, Nona Safa?" tanya Kenzie, merasakan dihiraukan oleh dua orang di depannya itu.

"Ah, iya, iya, boleh, Pak." Safa tersenyum kaku sambil mengangguk cepat.

Setelah bernegosiasi ke mana mereka akan pergi. Safa tetap bersikeras membawa Kenzie ke kafe depan kantor, dengan alasan dekat dengan kantornya. Kenzie mengalah dan malah setuju-setuju saja, ke mana Safa akan membawa dirinya.

Dan di sinilah mereka berada. Kafe cukup ramai, dan suasananya terlihat tenang, bahkan beberapa pengunjungnya, kebanyakan mahasiswa yang datang ke sini, dengan layar laptop yang menyala di depan mereka sambil menikmati sajian kopi pesanan mereka sendiri.

Kenzie juga suka dengan tempat ini, sangat tenang, apalagi bertambah tenang kalau melihat wajah damai Safa, wajah yang tiap hari selalu bersinar. Dan membuatnya semakin candu untuk melihat wajah itu.

"Pak, boleh nggak, jangan lihatin saya kayak gitu?" tanya Safa yang langsung membuatnya tersentak pelan.

"Maaf, maaf." Kenzie meringis pelan. "Saya cuman nggak bisa nahan diri pas lihat wajah kamu. Rasanya ..., damai meski hanya menatap wajah cantik kamu itu," sambung Kenzie dengan jujur. Iya, di mata siapapun Safa pasti cantik.

Namun, Safa malah menanggapi hal itu sebagai gombalan semata. "Jangan gombal, ya, Pak? Saya nggak biasa dengar hal semacam itu, bikin saya geli."

Kenzie mendengkus geli. "Ada, ya, gadis nggak suka di gombal?" tanyanya heran, pembicaraan mereka terhenti ketika kopi pesanan mereka sudah tiba, saat masuk di kafe ini, salah satu pelayan langsung datang menghampiri mereka dan menanyakan pesanan apa yang mereka inginkan. Kenzie dengan kopi hitam pahit, sedangkan Safa dengan kopi americano, ya.

Perfect [Malik's Family 2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang