"Sini Kakak aja yang nyetir." Safa buru-buru mengambil kunci mobil yang Raihan pegang, kemudian masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi.
"Lho, Kak?"
"Buruan naik! Katanya mau cepat pulang," suruh Safa. Hari ini mereka bisa cepat pulang karena pekerjaan kantor tak terlalu banyak.
"Tumben banget mau nyetir," gumam Raihan setelah duduk di kursi sebelah kemudi.
Safa melirik adiknya itu sekilas. "Lagi mood aja," balas gadis itu sekenanya. Mobil sudah melaju, Safa mengendarainya dengan santai. Jalanan padat karena jam pulang kantor. Beberapa kali mereka terjebak di lampu merah. Sampai akhirnya Raihan mulai sadar kalau kini mobil yang dikendari kakaknya melaju ke arah yang berbeda dari biasanya, bukan menuju ke rumah mereka.
"Kita mau ke mana, Kak?" tanyanya dengan kernyitan heran.
Safa tak menjawab, setelah sepuluh menit kemudian mereka tiba di depan pagar kos-kosan yang amat Raihan kenal. "Ngapain kita ke sini?" tanyanya datar. Tak berminat sekali melihat tempat yang mereka datangi saat ini.
Safa menoleh pada Raihan. "Risa lagi demam. Mama yang bilang ke aku tadi. Jadi, aku mutusin buat lihat Risa sebelum pulang ke rumah," jelasnya.
"Ya, udah, Kakak aja yang turun. Aku di sini aja," balasnya, benar-benar tak berminat.
Ada dengkusan kasar yang berasal dari Safa. "Terus aja gini, Han, sifat kamu!" ujarnya tak suka. "Kamu sadar nggak, sih, kalau Risa itu korban dari keegoisan orang tua kita? Nggak hanya Risa, kita semua korban di sini. Dalam sebuah keluarga itu harusnya hanya ada satu Ibu, tapi di kita? Kita bahkan punya tiga Ibu sekaligus."
"Coba kamu ganti posisi sama Risa, deh? Kamu pernah mikirin dia pas kumpul sama kita nggak? Saat kamu selalu care sama semua saudara kamu, sedangkan kamu nggak care sama dia sama sekali. Coba kamu kakak gitu, kan, kamu pasti merasa dikucilkan, kan? Mau sampai kapan kamu egois begini, Han?" tanya Safa dengan helaan napas pelan.
Raihan kini hanya memalingkan wajahnya, tak menatap Safa sama seklai sejak kakaknya itu berbicara panjang lebar. "Kalau kamu punya rasa peduli, sedikiiiit aja sama Risa. Tolong turun dan ikut sama Kakak buat lihat kondisi dia. Dia pasti kesepian, pas sakit gini nggak ada yang ngurus. Kamu pernah di posisi itu juga, kan?" tebak Risa. Mengingat kejadian beberapa tahu yang lalu.
Sontak membuat Raihan terdiam dengan tubuh menegang. Lelaki itu bahkan mengepalkan satu tangannya begitu kuat. Sampai urat tangannya pun terlihat.
"Kakak tunggu kamu, Han. Kakak duluan turun," ujar Safa lagi.
Meninggalkan Raihan yang kini merenung dengan sorot mata terlihat kosong.
*
Tubuh kecil itu menggigil di balik selimut tebal. Bahkan keringatnya pun bercucuran, tapi anehnya dia merasa kedinginan. Tak hanya itu, matanya pun terasa panas, bahkan embusan napasnya dari hidung terasa hangat. Kepalanya juga pusing sekali.
"Ibu ...," lirinya, kembali memejamkan mata. Sejak kemarin malam dia sudah di landa demam, tapi ibunya sama sekali belum masuk ke dalam kamarnya untuk mengecek keadaannya saat ini. Raihan kecil saat itu perlu dokter untuk berobat atau setidaknya dekapan nyaman dari sang ibu.
Namun, itu hanya angan sia-sia.
Pintu kamarnya terbuka, Raihan yang mendengar suara pintu terbuka langsung membuka matanya. Bibirnya langsung melengkung tipis, melihat ibunya berjalan masuk ke dalam kamar. Suara ketukan hak tinggi yang di pakai wanita modis itu, terdengar begitu jelas seperti nada lagu. Raihan perlahan membuka mulutnya yang terasa kering, bibirnya pun pecah-pecah. Ternyata anak itu mengalami sariawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect [Malik's Family 2] ✓
Roman d'amourSpin off "Mr. Boarding House" Di sarankan baca MBH dulu, tapi kalau mau baca ini langsung boleh, kok. 🚫WARNING🚫 DILARANG BAPER?! BIJAKLAH DALAM MEMBACA?! *** Bagaimana respon kalian ketika dilamar oleh seorang lelaki berbeda iman dengan kalian? **...