7. Segelas wedang susu

308 47 6
                                    

Helaan napas panjang Kenzie keluarkan. Menatap semua dokumen yang sudah dia tandatangani semuanya. Dia menengok jam tangannya yang kini menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Kali ini dia tak perlu lebih larut lagi pulang. Semua pekerjaan sudah dia selesaikan.

Kenzie melonggarkan dasinya yang membuatnya hampir tercekik. Lalu menggulung kemejanya sampai siku, sementara jas birunya tersampir di sisi kursi kerjanya. Kenzie berniat pulang, ingin merendamkan tubuhnya yang lelah ini dengan air hangat.

Namun, rencananya itu sepertinya belum bisa terkabul saat seseorang masuk ke dalam ruang kerjanya. Kenzie sudah biasa lembur dan Ilona—sekretarisnya—kadang ikut lembur bersamanya.

"Pekerjaan kamu udah selesai?" tanya Kenzie pada Ilona yang tadi masuk ke dalam ruangannya. Kantor tentu sudah sepi di jam segini, hanya ada beberapa karyawan yang lembur saja yang masih menetap. Itu karena pekerjaan banyak yang menumpuk.

"Udah selesai, Pak," balas Ilona.

Kenzie mengangguk pelan, sempat melirik ke arah kancing kemeja Ilona yang terbuka, sehingga memperlihatkan sesuatu. Biasanya Kenzie akan tertarik, tetapi untuk malam ini tidak dulu. Kenzie ingin menghabiskan waktu sendiri, tanpa ada seorang perempuan yang menginginkannya.

"Lalu, kenapa belum pulang?" tanya Kenzie. Dia duga kalau Ilona sengaja masuk ke ruangannya, apalagi kalau bukan untuk merayunya?

Ilona bergerak maju hingga kedua tangan wanita itu bertumpu di atas mejanya, lalu sedikit menunduk sehingga Kenzie tak bisa mengalihkan tatapannya lagi pada kancing kemeja yang masih terbuka itu. Kenzie menghela napas.

"Saya pikir, pekerjaan saya masih ada, Pak." Ilona membalas dengan senyuman manis.

"Udah nggak ada, kamu bisa pulang sekarang." Kenzie berdiri, mengambil jasnya yang ada di tangan kursi lalu menyampirkan ke lengannya.

"Lho?" Ilona tampak kaget dengan respon yang diberikan oleh Kenzie.

"Saya lagi nggak mau kamu malam ini. Kamu mending pulang, sebelum malam semakin larut. Saya duluan," pamit Kenzie, melenggang keluar dari ruangannya itu.

Kenzie tahu kalau Ilona akan kecewakan dengan penolaknya. Akan tetapi, menurut Kenzie itu bukan apa-apa. Toh, wanita itu yang selalu menginginkannya, bahkan tanpa dia minta Ilona sendiri yang datang padanya dan menyerahkan dirinya sendiri.

Bisa dibilang wanita murahan?

Baiklah lupakan saja soal Ilona. Sekarang Kenzie sudah di dalam mobilnya, menyusuri jalanan malam. Sedikit lengang karena bukan malam malam Kamis dan Minggu, karena di malam itu jalanan akan sangat padat, ramai dengan kendaraan orang yang ingin berkencan dengan pacarnya. Dan juga malam ini entah kenapa dia melewati jalur yang jarang dia lewati, sedikit iseng memang. Bahkan jalur ini jauh dari jarak rumahnya.

Kenzie melajukan mobilnya di kecepatan sedang, sengaja membuka kaca jendela mobil hingga setengah. Membuat angin malam itu menyapu wajahnya. Awalnya Kenzie biasa-biasa saja mengendarai mobil, sebelum matanya menangkap sesuatu di pinggiran jalan sana.

Sontak Kenzie menepikan mobilnya, melirik sesuatu itu dari kaca spion mobil. Dia terdiam sejenak di sana, hatinya tergerak ingin ke sana tetapi otaknya malah menolak.

"Dia ngapain, ya, di sana?" tanya Kenzie, kembali menatap seorang gadis yang duduk tenang di warung pinggir jalan itu. Sedang menikmati segelas minuman yang tidak Kenzie ketahui namanya atau lebih tepat dia lupa.

Kenzie akhirnya keluar dari mobil setelah memikirkan semuanya matang-matang. Tidak ada salahnya dia menghampiri gadis yang dia kenal itu. Safa lebih tepatnya. Sepertinya keputusan lewat jalur jalan ini tak ada salahnya juga, karena dia bisa bertemu dengan gadis itu dan bisa melihat wajah teduh ya.

Perfect [Malik's Family 2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang