Menurut umurnya, Safa sangat sudah matang untuk menikah. Hanya saja ... dia sedikit ragu dengan laki-laki sekarang. Bukan hanya itu, penyebab lain ada juga. Papa, iya, masa lalu Papa yang membuat pribadi serta pemikiran Safa terhadap laki-laki sedikit berbeda.
Menurutnya, laki-laki tidak akan puas dengan satu perempuan. Selalu ingin lebih dan lebih lagi. Maka itu dia memutuskan untuk tidak membangun sebuah hubungan dengan siapapun. Lebih baik di di cap jomblo oleh tetangga atau lebih parahnya, gadis perawan yang tidak laku. Sebab tidak ada yang pernah mendekatinya sama sekali. Bukan tidak ada, hanya Safa yang selalu menjauh.
Baru saja satu laki-laki hendak melangkah maju mendekatinya. Safa langsung mundur, dia takut. Takut patah hati atau lebih parahnya takut diduakan dan berakhir dia ditinggalkan seorang diri.
Safa tidak mau bernasib sama seperti istri pertama papanya.
Yah, meski papanya dulu berengsek. Papa adalah tetap orang tuanya, harus Safa hormati. Toh, Papa juga sudah berubah, itu yang satu Safa syukuri. Meski tidak urung membuat trauma di lubuk hatinya tentang sebuah hubungan.
“Fa, anak Bu Endah kemarin baru saja di lamar lho.” Mama berbicara di sebelah Safa. Sementara Safa menanggapi dengan alis satu yang terangkat. Dalam hati bergumam; “urusannya denganku apa coba.” Safa juga tahu ke mana arah pembicaraan ini.
“Terus gimana, Ma?” tanya Safa, meladeni. Daripada dia menghindar, ujung-ujungnya meninggalkan pekerjaan dapur pada mamanya.
“Calon menantu Bu Endah, gwanteng banget, Fa. Mama jadi nggak sabar dapat mantu.” Kemudian Mama menyenggol bahu Safa, pelan. “Kamu itu lho, kapan kasih Mama menantu ganteng. Umur kamu udah matang, jangan di tunda-tunda terus nikahnya,” sambung Mama.
Safa mengeluh dalam hati. Sebagai perempuan di umur begini selalu saja di suruh cepat nikah. Telinga Safa sampai panas dengar ucapan Mama yang selalu mendesaknya menikah. Wong, Safa masih muda lagi, toh. Tidak masalah menikah dua tahun atau tiga tahun ke depan nanti.
“Nikah sama siapa, Ma?” tanya Safa, meletakkan pisaunya karena sudah selesai memotong sayuran. “Jodohku saja belum datang, masa di suruh cepat nikah. Mau nikah sama guling? Bisa nggak?” Safa melanjutkan.
Mama terdengar menghela napas. “Ya, makanya kami cari pasangan, Fa. Jangan kertas-kertas mulu dipelototi. Tiap hari kerjaaaaa terus, sampai-sampai nggak ada niatan mau nikah,” gerutu wanita itu.
Safa tersenyum gemas, wanita itu berjalan mundur ke wastafel untuk mencuci beberapa wortel yang belum dia potong.“Bukan nggak niatan, Ma. Ya, namanya jodoh belum datang, aku bisa apa. Masa aku cari pasangan di internet, nggak lah, dipikir aku kayak anak-anak gadis di luar sana. Ikut download aplikasi pencari jodoh. Kalau sudah waktunya, jodohku pasti datang, Ma. Sabar saja nunggunya,” jelas Safa panjang lebar.
Pagi hari di mulai dengan memasak sarapan, ditemani oleh gerutuan Mama yang menyuruhnya cepat menikah adalah paduan yang kurang tepat.
“Nggak ada salahnya, Fa. Kamu ikut download aplikasi itu.” Mama kembali menyahut, ah, ternyata wanita itu juga sudah mengenal salah satu aplikasi pencari jodoh lewat internet. Safa mana mau ikut begituan.
“Mama kenapa, sih? Suka banget ngebet, Safa nikah. Mama sudah bosan liat aku di rumah terus? Iya?” Skakmat. Safa sudah tidak tahan dengan pembicaraan mereka ini.
“Astaga kamu ngomong apa, sih, Fa? Niat Mama baik lho, nyuruh kamu nikah,” omel Mama. Wanita itu berkecak pinggang, menatapnya lelah. “Biar kamu nggak jadi bahan omongan tetangga terus, Fa. Mama yang denger itu tiap hari udah sakit hati banget. ‘Lihat tuh, si Safa, pasti jadi perawan tua. Nggak pernah saya liat bawa laki-laki ke rumah atau pacarnya’ Mama nggak terima lah kamu di omongin kayak gitu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect [Malik's Family 2] ✓
RomantizmSpin off "Mr. Boarding House" Di sarankan baca MBH dulu, tapi kalau mau baca ini langsung boleh, kok. 🚫WARNING🚫 DILARANG BAPER?! BIJAKLAH DALAM MEMBACA?! *** Bagaimana respon kalian ketika dilamar oleh seorang lelaki berbeda iman dengan kalian? **...