41. Khanza

114 19 8
                                    

Selamat membaca 🤗

Tandai kalau ada typo ya!

Maaf ngaret.

***

Dua minggu berlalu.

Tepat satu minggu yang lalu. Safa dan Kenzie sudah pulang ke tanah air seusai menunaikan ibadah umrah mereka. Dan, satu hari setelah kepulangan mereka. Kenzie pun kembali melakukan aktivitas biasanya yaitu pergi bekerja. Meski rasanya dia ingin terus di rumah bersama Safa dan menghabiskan waktu satu harian penuh dengan istrinya itu. Namun, Kenzie tidak boleh melupakan tanggung jawabnya pada perusahannya.

Kenzie duduk di kursi kebesarannya sembari menatapi beberapa foto dan selembar kertas yang diberikan sekretarisnya tadi.

"Khanza Ashara. Umurnya baru tiga tahun, Tuan. Hasil penyelidikan saya, anak ini lahir tanpa dampingan seorang ayah karena selama ini Nyonya Farah masih sendiri. Dia melahirkan bayinya seorang diri dan menjadi orang tua tunggal untuk putrinya," jelas Thony, merupakan asisten dan sekretaris pribadi Kenzie sekarang. Pria itu bekerja dengan baik sehingga Kenzie tidak perlu mempertanyakan bagaimana kinerja orang ini lagi ke depannya.

Kenzie masih menatap lekat foto anak kecil yang berada di tangannya itu. Sesuai perkataannya, sepulang dari umrah, dia ingin Thony menyelesaikan pekerjaan ini. Dan, Thony berhasil, tapi dirinya yang tidak berhasil memenangkan dirinya sekarang.

Resah dan kegundahan itu semakin menjadi. Padahal satu minggu ini Kenzie sudah meyakinkan hatinya untuk menerima apa pun yang dia dapatkan dari hal ini nantinya. Tapi, tetap saja dia tidak bisa menerimanya dengan mudah.

Safa. Ini bukan tentangnya dan anak itu saja. Ini juga tentang Safa, wanitanya itu pasti akan sulit menerima kenyataan ini. Jangankan Safa, dia sendiri bahkan sulit untuk menerima semuanya.

"Sial!" Kenzie mendesah pendek dan meletakkan foto itu dengan kasar. Isi kepalanya semakin ribut saja sekarang. Kenzie bingung melakukan apa sekarang.

"Sekarang apa yang harus aku lakukan ya, Tuhan." Kenzie mengerang dalam hati. Memejamkan matanya sesaat sambil beristigfar. Kenzie kembali mengangkat pandangannya. Menatap Thony yang berdiri menjulang di hadapannya.

"Saya ada tugas lagi untukmu." Dia menatap lekat asistennya itu. Satu tangannya bergerak mengusap rambutnya pelan, lalu tanpa aba-aba menarik rambutnya sehingga terdapat beberapa helai di tangannya. Dia langsung mengambil selembar tisu dan meletakkan helaian rambutnya itu di atas tisu tadi. "Lakukan tes DNA dengan anak kecil itu. Kau bisa melakukannya, bukan? Saya ingin hasilnya keluar paling cepat besok atau lusa," ujar Kenzie penuh penekanan.

Thony menelan salivanya kasar. "Baik, Tuan. Saya paham," jawabnya dengan cepat dan mengambil tisu yang sudah di lipat rapi oleh sang tuan. Setelah itu, Thony berlalu dari sana. Mulai melaksanakan tugasnya. Meninggalkan Kenzie seorang diri di ruang kerjanya itu.

Kenzie mengusap wajahnya frustrasi, kembali menatap foto-foto anak kecil yang berada di atas meja kerjanya. Dia tertegun sejenak, matanya begitu lekat menatap senyuman dari wajah anak kecil itu.

"Kenapa kau terlihat mirip denganku?" tanya Kenzie nyaris berbisik pada dirinya sendiri.

Kenzie menahan napasnya sejenak. "Sebelum semuanya jelas. Safa jangan mengetahui hal ini dulu. Aku harus menutupinya setidaknya setelah tes DNA keluar," gumamnya kembali.

Buru-buru Kenzie mengambil foto-foto tadi dan menyimpannya di laci meja kerja paling bawah. Siang nanti Safa akan datang ke sini membawakan makan siang untuknya. Maka dari itu, dia harus menyembunyikan semua foto-foto ini secepatnya.

Itu kejadian satu Minggu setelah kepulangan dari umrah. Dan, hari ini. Kenzie berdiri di depan rumah Farah. Sudah lima hari hasil tes DNA keluar dan Kenzie menjadi pengecut setelah mengetahui hasil tes itu.

Khanza adalah putri kandungnya. Itu tertulis jelas di dalam hasil tesnya. Kenzie tersenyum miris, dia sudah menjadi seorang ayah selama ini. Dan, Farah dengan rapi sekali menyembunyikannya darinya. Kenzie merasa bodoh sekali.

Maka itu hari ini, dia memutuskan mengunjungi rumah Farah secara diam-diam, demi bertemu dengan buah hatinya itu. Kenzie ingin melihatnya dari dekat. Tapi, sudah ada sepuluh menit Kenzie berdiri di depan gerbang rumah Farah yang tertutup, tidak ada tanda-tanda dia melihat anak kecil itu keluar.

Kenzie ingin masuk ke dalam rumah itu. Tapi, entah kenapa dia sedikit ragu. Lama dia berdiri di sana sampai melupakan jam makan siang yang seharusnya tidak boleh dia lewatkan. Hingga akhirnya, penantian Kenzie seakan tidak sia-sia siang itu.

Pintu gerbang terbuka lebar, bersamaan sebuah mobil hitam keluar. Di mana kaca jendela mobil itu terbuka, terlihat seorang gadis kecil yang mengeluarkan tangannya ke jendela itu, lalu tersenyum manis. Mobil itu berlalu pelan membawa gadis kecil tadi yang berada di dalamnya.

Meski hanya sebentar dia melihat anak itu. Jantung Kenzie berdegup sangat kencang sekali. Apalagi melihat senyuman gadis kecil tadi. Kenzie memegang dadanya yang masih berdetak tak karuan. Hanya melihat anak itu dari jauh, dia sudah merasa sesenang ini dan respon tubuhnya cukup berlebihan.

Kenzie mengulum bibirnya sesaat. Sebelum akhirnya memutuskan menghubungi nomor Farah yang sudah lama tidak dia hubungi selama berapa tahun ini.

Ketika sambungan telepon terhubung. Kenzie langsung berujar tanpa basa-basi. "Farah, kita harus bicara!"

Dan, disinilah Kenzie berakhir. Di sebuah restoran bintang lima. Kenzie seperti tidak ada kerjaan sekarang dan malah memutuskan bertemu dengan Farah yang sepertinya tidak keberatan diajak bertemu berduaan.

Farah datang dengan senyum lebar. Terlihat senang karena Kenzie mau bertemu dengannya. Wanita itu langsung duduk di seberang kursi Kenzie.

"Sudah kuduga, kalau kau akan meminta bertemu denganku." Wanita itu tersenyum miring, kemudian memanggil pramusaji dan memesan satu minuman untuknya. Setelah itu, tatapannya kembali terfokus pada Kenzie seorang. "Jadi, apa yang mau kau bicarakan?" tanyanya santai.

Kenzie menatap Farah tanpa minat. Urusannya dengan wanita glamor ini hanya sebatas anak yang berada di tengah-tengah mereka. Selebihnya tidak ada.

"Saya sudah menyelediki semuanya. Termasuk tentang anak itu." Kenzie mengeluarkan selembar kertas yang berisikan hasil tes DNA waktu itu.

Farah membacanya isi kertas itu sejenak kemudian raut wajahnya terlihat kaget. "Wow, ternyata kau sudah melakukan hal ini secara diam-diam, ya. Bagaimana? Kau sudah percaya, kan, kalau anak itu adalah anak kita?" tanyanya.

"Ya." Kenzie tidak menyangkal. "Kalau begitu, pertemukan kami berdua. Dan, katakan kalau aku adalah Papa kandungnya," lanjut Kenzie.

Farah tersenyum miring. "Tidak semudah itu, Kenzie." Wanita itu licik sekali dan Kenzie menyadari itu. "Aku yang melahirkan Khanza dan membesarkan seorang diri dan tidak mudah bagiku untuk memperkenalkan mu padanya. Kau harus melakukan sesuatu setidaknya," jelasnya.

"Apa maksudmu?" tanya Kenzie dengan satu alis terangkat. "Aku hanya ingin bertemu dengan putri ku dan bertanggung jawab padanya."

"Kalau begitu bertanggung jawablah padaku lebih dulu." Farah menjawab cepat. Menatap Kenzie dengan seringai tipisnya. "Contohnya dengan cara menikahi ku. Bukankah itu bentuk rasa tanggung jawab yang tepat?" tanyanya.

Mampu membuat Kenzie terdiam dengan geraman amarah yang tertahan.

"Kau lancang sekali!"

TBC!

Spam next dong 😭😭

Maaf ngaret bgt, yaaaa. Akhir bulan gaes dan aku disibukkan dengan beberapa deadline yang harus diselesaikan.

Perfect [Malik's Family 2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang