36. Selaput Dara

55.5K 298 17
                                    

Aku minta Rania terlentang, ia membuka kakinya lebar-lebar, vaginanya masih sangat pink dan labia mayoranya masih rapat, klitorisnya tidak terlihat karena masih di dalam.

Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya, sepertinya ia malu dan takut.

Dengan ibu jari dan jari manisku, aku buka kedua bibir labia mayora nya, terlihat liang vaginanya memang masih pink dan lembut, kencang, dan bersih.
Lalu aku mulai menjilati bibir vaginanya.

“Ahhh….kaaak…”

Ia mengerang menahan nikmat oleh jilatanku. Kakinya tidak bisa diam karena mungkin tidak terbiasa, tumit kakinya beberapa kali menepuk punggungku, dan menjepit kepalaku. Pahanya terasa sangat hangat dan halus di pipiku.

Lalu aku hisap klitorisnya, dan aku tarik keluar.

“Ahhh..!!”

Ia berteriak makin keras, klitorisnya mungil dan masih pink, tubuh Rania menggelinjang seperti tersengat listrik, ia tidak bisa berhenti mendengus dan mengerang saat aku mainkan dan sedikit menggigit klitorisnya.

Kedua tangannya menjambak rambutku, sepertinya ia tidak tahan.

“ohhh…. Ohhh….. hhhh…!”

Setelah beberapa menit foreplay, vaginanya mulai mengalirkan cairan lubrikan berwarna bening, mulai berdenyut-dengut dan siap untuk dimasuki penisku.

Lalu aku gesekkan penisku ke labia mayoranya yang masih putih dan kencang, mengenai klitorisnya dan aku mainkan jariku juga agar membuka kedua lapis labia mayoranya di kiri dan kanan, lalu…

Cleppp…

kepala penisku mulai masuk.

"Nnnhhhh!!!" Ia berusaha menahan suaranya dengan menjepit bibirnya sendiri.

Sempit sekali, lubang vaginanya sangat kecil, kedua labianya pun jadi ikut masuk ke dalamnya.

Ia terlihat kesakitan, ia meringis dan memejamkan matanya, sambil meremas seprei ranjangku ini.
Mukanya terlihat ketakutan.

Penisku baru masuk setengah…
 
“Ahhh!!! Sa…kit kak…!”
 
Plakkk!!

“Aduh..!” Teriakku, Ia menendangku mukaku sekuat tenaganya, aku terjengkang di kasur dan hampir jatuh.

“Ahhh maaf kakk…aku ngga sengaja.”

Ucapnya sambil menutup mulutnya, lalu ia menghampiri dan bergegas membelai pipiku.

“Kamu ngga apa kan kaakk..? Maaf aku refleks…”

“Ngga apa Rania, Kamu mau berhenti?”
 
Ia menarik nafas dan kemudian menggelengkan kepalanya.

“Masih mau lanjut tidak..?” Tanyaku lagi.
Ia hanya terdiam, mukanya meringis kesakitan dan ketakutan, tidak berani melihatku.
 
“Ya sudah Rania, kita batalkan saja ya… aku tidak tega melihatmu seperti ini.”

Lalu aku duduk di pinggir ranjang, kemudian memakai celanaku lagi.
 
Ia memelukku dari belakang, kepalanya bersandar di punggungku.

“Kamu marah ya kak?” Ucapnya dengan nada agak parau.

“Hmm? Engga kok…”
 
Ia terdiam sejenak, degup jantungnya terdengar melalui punggungku, dan nafas hangatnya itu berhembus membuat punggungku hangat.

Tidak adil baginya, aku yang baru hadir sejenak di hidupnya, dan belum tentu aku mampu hadir untuknya, lalu aku harus merengut mahkotanya yang paling berharga.

Apalah aku, bukan siapa-siapanya juga.

“Memelukmu seperti ini, membuat hatiku damai kak… sangat nyaman, aku merasa dilindungi. Dan sejak awal itulah kesan pertamaku padamu.

SEX and The City (Season 1 - 200 Parts)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang