Bab Satu

105 19 0
                                    

07.00

Para murid berlari masuk sekolah, gerbang sudah mulai ditutup, dikarenakan sebentar lagi upacara akan dimulai. Lapangan yang begitu luasnya mulai padat, mereka berdiri rapih mengikuti barisan. Para petugas upacara pun sudah siap, protokol upacara sudah membuka acara, suasana hening penuh khidmat menjalani upacara bendera ini.

Berdiri di tengah-tengah lapang, berseragam lengkap, dadanya yang bidang dan badan tegapnya menjadi ciri khas dari seorang Osmany Juantorena Kevin—ketua OSIS sekaligus pemimpin upacara pagi ini.

"KEPADA BENDERA MERAH PUTIH, HORMAT GRAK!" teriak Kevin dengan suara khasnya.

Semua orang mengangkat tangannya, hormat pada sang merah putih yang tengah digerek oleh pasukan pengibar bendera, beriringan dengan lagu kebangsaan Indonesia raya yang dinyanyikan oleh tim paduan suara.

Tak ada yang berani ngobrol saat upacara berlangsung, karena yang menjadi pembina upacaranya adalah Pak Dodo—kepala sekolah SMA Starlight  yang telah menjabat 2 periode. Kira kira sudah 8 tahun lamanya, badannya yang tinggi besar, perutnya yang buncit, dan kumisnya yang tebal, pemimpin sekolah yang sangat disegani para murid.

15 menit Pak Dodo berdiri di atas mimbarnya, menyampaikan amanat kepada siswa siswi. Sang surya mulai memperlihatkan dirinya, sinarnya yang panas membuat orang-orang berkeringat.

"Lo sakit?" tanya Rheni, melihat Rubi yang wajahnya sudah pucat dan mengeluarkan keringat berlebih.

"Nggak," jawab Rubi, dia rasa masih bisa menahan pusingnya.

5 menit kemudian Rubi sudah tidak tahan, penglihatannya mulai buram, kakinya sudah tak seimbang, dan kepalanya mulai berat.

Brukkk

Gadis cantik itu pingsan, Rheni yang berdiri di sampingnya bergerak panik.

"RUBIII!" serunya seketika. "PMR mana PMR, " teriak Rheni histeris.

PMR tak kunjung datang, Raka yang berdiri tak jauh dari situ berinisiatif langsung membopong tubuh Rubi dan berjalan cepat ke arah UKS. Rheni mengikutinya di belakang. Banyak siswa-siswi yang memperhatikan mereka, penasaran siapa gadis yang sedang dibopong oleh sosok Raka.

Raka memasuki UKS, ada tiga petugas PMR di sana. Raka membaringkan Rubi disalah satu kasur kabin. Wajahnya yang pucat, dan bibirnya yang memutih, membuat Rheni benar-benar khawatir.

Salah satu petugas PMR memeriksa keadaan Rubi dengan pen-light.

"Gimana Rubi? Dia nggak apa-apa, kan?" tanya Rheni cemas.

Petugas PMR itu menggelengkan kepalanya.

"Dia hanya kelelahan, biarkan dia istirahat, mungkin beberapa menit lagi dia akan sadar, " jelas petugas PMR itu dan diangguki oleh Rheni juga Raka.

Semua orang keluar dari kabin Rubi, membiarkannya terbaring sendiri di sana.
Rheni menghela napas lega setelah tahu temannya itu baik-baik saja, sebelumnya Rubi tidak pernah pingsan apalagi sakit, dia selalu terlihat ceria dan baik-baik saja.

Raka pergi meninggalkan ruang UKS itu, karena dirasa tugasnya sudah selesai.

"Kak Raka," panggil Rheni membuat langkah Raka terhenti, dan membalikkan badannya. "Makasih, Kak, tadi udah bantuin temenku."

"Iya, sama-sama, " jawab Raka, dia pergi ke kelas karena upacara sudah selesai.

Saat Rheni kembali ke UKS, Rubi sudah sadarkan diri, namun wajahnya masih pucat.

"Eh udah sadar. Lo nggak papa, kan?" tanya Rheni cemas.

"Nggak papa. Cuma masih pusing aja, " jawab Rubi menenangkan temannya itu.

Rheni pergi mengambilkan teh hangat di etalase.

"Kalo sakit bilang dong Bi, gak usah so kuat deh lo, panik banget tadi gue," cibir Rheni, sambil memberikan teh hangat dan membantu Rubi duduk.

"Lo sakit apa, sih? Jangan bilang kalo lo sebenernya punya tumor otak, Bi?"

Rubi menatap Rheni tajam, untung saja teh yang baru saja dia minum tidak tersebut ke wajah temannya itu.

Rubi menggelengkan kepalanya, tak menyangka temannya bisa berpikir sampai sejauh itu.

"Ngaco lo! Ya ngga lah, amit amit banget. Tuh, otak lo kali yang tumor!" cicit Rubi. "Gue gak sakit apa-apa, tadi mataharinya cuma lagi panas aja, gak kuat gue," jelas Rubi lagi.

Rheni hanya menyeringai melihat temannya itu.

"Cie-ciee, " ujar Rheni menggodanya.

Rubi menatap Rheni bingung, tak mengerti apa yang temannya itu ucapkan.

"Apaan, sih?" tanya Rubi penasaran

"Coba tebak tadi yang bawa lo ke UKS siapa?"

"Ya mana gue tau Rheni, gue kan gak sadar."

"Emang siapa yang bawa gue ke sini?" sambung Rubi.

"Tadi yang bawa lo ke sini Kak Raka!"

"Romantis banget ya ampun, duh gue jadi ngiri. Minggu depan gue mau pura-pura pingsan ah, siapa tau kan Kak Kevin bopong gue ke UKS."

Rubi menepuk nepuk pipi Rheni menyadarkan temannya itu.

"Halu lo!"

"Yeeeh! Biarin dong!"

"Eh tau gak, Bi? Tadi tuh lo jadi sorotan orang-orang satu sekolah, mereka liatin lo yang dibopong Kak Raka. Beruntung banget sih lo bisa digendong salah satu mostwanted boy di sekolah ini "

"Serius lo? Kak Raka yang bawa gue ke sini?"

Rheni mengangguk antusias.

Rubi menepuk jidatnya, tak menyangka. "Mampus gue!"

"Kenapa sih, Bi?"

"Lo masih gak ngerti?"

"Abis ini gue pasti jadi bahan gosip satu sekolah, dan bisa-bisa gue kena teror fansnya Kak Raka."

"Ya itu resiko dong. Tapi lo seneng kan bisa digendong Kak Raka?" Rheni mengangkat kedua alisnya, kembali menggoda Rubi.

"Iiih! Apaan sih lo!"

Ini serius kan? Gue gak mimpi kan? Ya ampun gue seneng banget bisa dibopong Kak Raka, batinnya.

Pipi Rubi tiba-tiba memerah, dan senyum senyum sendiri.

"Kenapa pipi lo? Lagi ngebayangin kejadian tadi nih pasti. Mulutnya bilang nggak, padahal hatinya bilang iya. Seneng banget kan? Iya kan?" selidik Rheni.

Kringggg....

Bel masuk pelajaran pertama berbunyi, memotong pembicaraan mereka berdua.

Rheni menepuk jidatnya keras. "Sialan! Udah bel, gue belum ngapalin apa-apa lagi."

Rheni terlihat kebingungan dan panik, sekarang pelajaran kimia, akan ada ujian test lisan tentang sistem periodik. Rheni belum mengahapalkan apa pun,Rheni harus segera ke kelas, tapi dia juga tidak tega jika harus meninggalkan Rubi sendirian di UKS.

"Lo mau masuk kelas sekarang? Atau lo mau istirahat dulu aja? nanti gue tinggal bilang ke Bu Devi kalo lo sakit."

"Gue udah nggak papa kok, yuk ke kelas." Rubi turun dari kasur kabinnya dibantu Rheni.

"Eh? Serius lo nggak mau di sini dulu?" tanya Rheni khawatir.

"Ngga. Udah ah, ayo," jawab Rubi tegas.

Rubi paling tidak suka dikasihani, dia tidak ingin terlihat lemah di depan orang-orang.

Sesampainya di kelas, Rheni buru-buru membuka buku. Tidak dengan Rubi, dia duduk santai, menunggu Bu Devi masuk kelas, Rubi sudah menghapalkannya semalaman, jadi dirasa sudah siap mengikuti ujian pagi ini.

"Siap-siap kena hukuman kalo gak bisa jawab pertanyaan Bu Devi," bisik Rubi di telinga Rheni, membuat tengkuk Rheni merinding mendengar perkataan Rubi barusan.

EDELWEIS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang