Tak disangka-sangka, Rubi bertemu Renzo di Starlight Hospital. Entah itu kebetulan atau memang sudah di rencakan, entahlah Rubi tidak ingin memperdebatkan itu. Hanya saja kini orang-orang yang dikenalnya, satu per satu sudah mulai mengetahui penyakit yang sedang diidapnya ini.
Saat Rubi sudah tiba di rumah, ayahnya sedang duduk dengan secangkir kopi di tangan kanannya dan Tira yang duduk anggun di depannya.
Rubi sedang berdebat dengan pikirannya, berpikir harus bicara apa, jika ayahnya bertanya dia pulang di luar jam sekolah. Rubi berjalan ke arah mereka tenang.
"Baru pulang, Nak?" Adam bertanya.
Rubi hanya mengangguk sebagai jawaban, Rubi masih berpikir mencari alasan apa yang pas untuk diutarakannya, sudah terlalu banyak alasan yang ia gunakan, jangan sampai membuat orangtuanya curiga.
"Tadi Neng Rubi saya jemput di rumah temannya, Pak, katanya abis kerja kelompok dulu." Mang Jaja datang tiba-tiba dari pintu depan dan menjawab pertanyaan Adam tadi.
Rubi terperangah saat mang Jaja tiba-tiba datang menghadap Adam dan menolongnya. Sungguh Rubi sangat berterimakasih sekali.
"Ayah, kapan pulang?" tanya Rubi buru-buru mengalihkan topik pembicaraan.
"Tadi sore."
"Oh gitu."
"Rubi ke kamar dulu ya, Yah, mau istirahat." Pamit Rubi dan pergi ke kamarnya tanpa menunggu dulu jawaban Adam.
"Jangan lupa makan malam Rubi," ujar Tira saat Rubi sudah berjalan beberapa langkah dari posisinya tadi.
Di kamar Rubi langsung membaringan tubuhnya. Pakaian seragam dan sepatunya pun, belum ia lepas. Tubuhnya terasa begitu lemas, tidak ada energi, kepalanya sudah sedikit membaik tidak terlalu berat seperti tadi siang.
Rubi membuka handphone-nya, mengecek. Raka mengirimkannya pesan.
•Udah sampe rumah?
•Maaf baru ngabarin, gue baru aja sampe rumah.
Dua pesan yang dikirimkan Raka tiga puluh menit yang lalu cukup membuat Rubi menarik sudut bibirnya, tersenyum.
Rubi segera membalasnya cepat.
•Udah, Kak. Kak Raka baru pulang? Lama banget bimbingannya.
Rubi tidak berniat menunggu balasan pesan dari Raka. Rubi memilih pergi membersihkan diri dan mandi dengan air hangat.
Setelah selesai, Rubi membereskan buku pelajarannya untuk besok dan memilih kembali ke tempat tidurnya, berbaring.
•Iya, Bi, tadi banyak banget mapel bimbingannya, jadi pulangnya agak telat.
Balasan pesannya.
Tiba-tiba kepala Rubi terasa kembali pening, Rubi buru buru mengambil obatnya di tas dan meminumnya segera.
Obatnya cukup keras, dan dosisnya pun semakin tinggi. Banyak efek samping yang dirasakan tubuhnya.
Mungkin karena efek samping dari obat yang di minumnya, ia jadi merasa ngantuk berat dan memutuskan untuk tidur.
__________
Pukul tiga dini hari Rubi terbangun, dengan darah yang mengotori sebagian piama dan selimut miliknya.
"Ah shit! Mimisan lagi?!" umpat Rubi.
Rubi pergi ke kamar mandi untuk mengganti bajunya, bau darah yang amis membuat Rubi tak tahan lagi.
Rubi melempar selimutnya sembarang ke lantai. Terkadang Rubi sangat kesal jika harus selalu mengganti pakaiannya tiap kali mimisan, seperti saat ini contohnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELWEIS [END]
Teen FictionKau tahu sulitnya proses mencapai edelweis? Jika itu sulit, lantas mengapa mawar merah di dekatmu tak kau petik? Sama indahnya, bukan? ~~~~ Rubi Jesi Mendeleev, gadis cantik dengan garis takdir yang tak semolek fisiknya merasa kehidupannya terasa t...