Rubi bangun dengan mata yang sembab dan rambut yang berantakan, namun itu semua tidak membuatnya terlihat jelek sama sekali, bahkan di saat seperti itu pun dirinya masih terlihat cantik seperti putri yang baru bangun tidur.
Mandi pagi membuatnya sedikit lebih segar, dia memakai make up tipis untuk menutupi mata sembabnya, dan mengoleskan sedikit lip tint agar terlihat lebih fresh. Tak lupa parfum rasa stroberi, disemprotkan ke seluruh badannya.
Setelah rapih, Rubi turun dari kamarnya dan berjalan menuju meja makan. Di sana ayah dan ibu tirinya sudah menunggu, dia duduk di samping ayahnya.
"Selamat pagi, Tuan putri," sapa Adam kepada putrinya dengan senyum yang terukir di wajahnya.
"Pagi, Yah." Mood Rubi pagi ini sedang bagus, dia sudah melupakan kejadian semalam dan tidak ingin memikirkannya lagi.
Tira mendelikkan matanya melihat keakraban Rubi dengan ayahnya itu. Tira tidak pernah suka melihat Adam dan Rubi akrab, dia ingin sekali menyingkirkan Rubi dari kehidupannya. Dia menikah dengan Adam hanya untuk mengincar hartanya, jika Tira tidak segera menyingkirkan Rubi maka harta warisan akan jatuh ke Rubi, dan mungkin dirinya hanya akan mendapatkan beberapa persen saja dari semua harta kekayaan Adam.
Bi Siti datang membawa Roti dan oat pesanan Rubi. Mulai sekarang Rubi harus benar-benar menjaga makannya, tidak boleh sembarang makan.
"Hari ini, Ubu mau pergi ke mana?" tanya Adam pada Tira.
"Hari ini ada arisan di rumahnya Bu Siska."
"Masa arisan tiap hari, " ujar Rubi dalam hati. Selama Adam tidak di rumah, dia selalu pergi dengan alasan ada arisan dengan teman-temannya. Tapi itu sedikit mencurigakan bagi Rubi.
"Ayah hari ini pulang jam berapa?" Tira bertanya balik.
"Jam 8 paling, soalnya banyak berkas yang harus Ayah selesaiin hari ini."
"Nak, sekarang berangkatnya bareng ayah, ya," ujar Adam sambil mengeluh lembut kepala Rubi.
Rubi mendongak menatap ayahnya. "Gausah yah, kan, ada mang Jaja."
"Gapapa dong sayang, kan, udah lama Ayah gak nganterin kamu ke sekolah."
Rubi hanya mengangguk setuju. Sarapan pagi ini selesai, Adam dan Rubi pamit pergi pada Tira.
"Hati-hati Ayah, hati-hati Rubi," ujar Tira ramah dan melambaikan tangannya.
Adam melihat mata putrinya yang sembab, dia merasa sedih melihatnya.
"Gimana sekolah kamu?" tanya Adam mencairkan suasana.
"Baik-baik aja."
"Ga ada yang ganggu putri Ayah kan?"
Rubi menggelengkan kepalanya. "Ga ada, Yah."
Mereka sampai di depan gerbang sekolah Rubi, dia turun dari mobilnya.
"Semangat ya belajarnya, nanti pulangnya Ayah gak bisa jemput, kamu pulang sama mang Jaja ya."
"Iya, Yah, gapapa. Rubi masuk, Yah, " pamit Rubi. Tak lupa Adam mengecup kening Rubi dan melambaikan tangannya.
Rubi berjalan menuju kelasnya dengan wajah berseri-seri dan penuh semangat. Sesampainya di kelas, terlihat Rheni sudah duduk di kursinya.
Rubi berjalan menghampiri. "Tumben lo, jam segini udah dateng."
Rheni tidak menjawabnya, dia sibuk menyalin sesuatu di bukunya. Setelah selesai Rheni menutup bukunya, dan menatap Rubi. "Sengaja gue dateng pagi-pagi, mau nyalin pr matematika."
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELWEIS [END]
Teen FictionKau tahu sulitnya proses mencapai edelweis? Jika itu sulit, lantas mengapa mawar merah di dekatmu tak kau petik? Sama indahnya, bukan? ~~~~ Rubi Jesi Mendeleev, gadis cantik dengan garis takdir yang tak semolek fisiknya merasa kehidupannya terasa t...