Bab dua puluh sembilan

12 1 0
                                    

Weekend ini Rubi ada janji akan bertemu Renzo disalah satu cafe shop didekat pusat kota.

Tapi sebelum itu, Rubi membereskan kamar dan rumahnya terlebih dahulu. Rutinitas sabtu pagi yang sering dilakukan Rubi. Semenjak Tira pergi dari rumah ini, rumah terlihat tidak berantakan, masih selalu rapih. Jadi Rubi dan bi Siti tidak terlalu capek membereskannya.

Sampai saat ini status Tira masih menjadi istri sah ayahnya. Tapi mereka sudah tidak tinggal satu atap. Rubi sangat bersyukur akan hal itu.

Rubi sudah bicara dengan Adam perihal hubungannya dengan Tira, Rubi dengan sangat berharap Adam mengambil keputusan yang tepat. Berharap mereka berpisah untuk selama-lamanya.

Sepertinya kini Adam mulai terbuka, pikiran dan hatinya. Adam bilang. "Aku sudah mengajukan gugatan cerai."

Hubungan Adam dan Rubi kembali baik-baik saja. Hidup berdua tanpa Tira tidak terlalu buruk, Adam dan Rubi menjalankan hidupnya kembali tanpa beban.

Namun kadang Adam terlihat seperti murung dan pendiam, saat awal-awal Tira pergi dari rumah. Dia merasa kesepian. Rubi mencoba menghiburnya dan menemaninya mengobrol jika ada waktu senggang.

Rubi sangat sungguh-sungguh berdoa, meminta ayah dan Tira tidak kembali lagi. Rubi berharap Adam tidak akan luluh lagi dengan rayuan-rayuan Tira jika suatu saat nanti meminta kembali.

Sebelum ayahnya berangkat tadi pagi, Rubi meminta izin akan pergi main dengan Renzo weekend ini. Supaya Adam tidak khawatir, Rubi sudah memberitahukannya.

__________

Rubi memilih kaos hitam dan celana jeans pendek untuk outfit-nya kali ini. Rambut bergelombang yang tergerai begitu saja, dengan jepitan khasnya yang digantungkan di tas hitam kecilnya. Tak lupa sepatu convers tinggi dan beberapa polesan make-up tipis di wajah sebagai pelengkapnya.

Ia hampir saja melupakan bagian terpenting dari pertemuannya dengan Renzo kali ini. 'Diary usang itu'.

Renzo sudah menunggunya di depan. Rubi segera turun dari kamarnya. "Bi, aku berangkat dulu," pamit Rubi pada bi Siti.

"Iya, Neng, hati-hati," jawab Bi Siti dari dapur.

Begitu terkejutnya Rubi saat melihat baju yang dikenakan Renzo. Mereka sama. Renzo mengenakan kaos hitam dan celana jeans tapi untungnya Renzo mengenakan jaket lagi, jadi tidak terlalu kelihatan.

"Ini apaan si, ko samaan bajunya? hahaha" ujar Rubi sambil tertawa saat tepat berdiri di depannya.

Sontak Renzo pun langsung melirik bajunya. "Kalo udah sehati tuh emang kayak gini, gak janjian pun udah matched pair," jawab Renzo gombal.

"Idih males banget," sela Rubi. Padahal sebenarnya Rubi senang sekali bisa couple-an seperti ini.

"Udah yu ah," ujar Rubi yang langsung naik motor Renzo begitu saja.

"Ke mana?" tanya Renzo.

"Ihhh, kan mau ke cafe, ayo Kak." Entah kenapa, tapi saat ini Rubi yang terlihat begitu antusias.

Renzo hanya tersenyum senang, tertawa dengan tingkah Rubi yang lucu. Tanpa banyak bicara, Renzo menarik gasnya dan menjalankan motornya.

Di perjalanan Renzo sesekali memperhatikan Rubi dengan kaca spion-nya. Tidak ada yang berubah Rubi masih tetap cantik dan berhati malaikat.

Saat di lampu merah ada badut jalanan yang berjoget ria dengan kotak musik yang menggantung di lehernya. Saat badut itu menghampiri mereka, Rubi memberinya uang yang tidak sedikit. Badut itu pun bahkan sampai tidak berani untuk menerimanya, tapi dengan paksaan Rubi akhirnya uanga itu diterima.

Renzo yang melihat itu, tersentuh dengan kebaikan hati Rubi. Dia tau, Rubi selalu peduli dengan orang-orang kecil, Rubi memiliki rasa empati yang sangat tinggi.

Bahkan pernah suatu ketika waktu dia SMP, dia pernah melihat anak kecil mengemis di jalanan, sendirian, dengan baju yang sudah tidak layak dipakai dan berjalan tanpa memakai alas kaki, Rubi tidak tega, dia sampai meminta mang Jaja untuk berhenti dan turun dari mobilnya lalu memeluk pengemis itu sambil menangis tersedu-sedu.

Saat itu Rubi memposisikan dirinya menjadi pengemis itu, jika dia ada di posisinya bagaimana? Mungkin Rubi tidak akan sekuat itu. Makanya Rubi sangat sangat bersyukur bisa hidup berkecukupan sampai saat ini.

Badut itu sampai gemetar menerima uang dari Rubi. Dia terus menerus membungkuk berterimakasih sampai Rubi dan Renzo melaju pergi.

__________

Mereka akhirnya sampai disebuah cafe yang sudah direncanakan sejak awal. Mereka memilih kursi yang hanya untuk kapasitas dua orang. Tidak jauh dari pintu masuk, dan mereka duduk di dekat jendela.

Rubi memesan waffel dan lemon tea, begitupun dengan Renzo. Mereka memiliki banyak kesamaan, mulai dari Coffee, jenis makanan, bahkan sampai warna favorit.

Sambil menunggu pesanan, Rubi mengeluarkan diary itu dari dalam tas, dan menaruhnya di meja. "Rubi mau tanya soal ini. Dari dulu aku penasaran sama diary ini, tapi gak pernah bisa kebuka, Rubi udah coba berbagai tanggal-tanggal penting, tapi gak pernah kebuka, aku juga gak inget ini diary dari mana," jelas Rubi.

Renzo meraih diary itu, dan mencoba membuka pin-nya. Begitu terkejut nya Rubi saat diary itu terbuka dengan sekali coba.

"Ko bisa? Loh, Kak?" Rubi masih terheran-heran.

"Berapa no pin-nya?" tanya Rubi.

"17102017."

"Angka yang bagus."

Rubi merebut diary itu, dan membukanya perlahan. Di halaman pertama Rubi melihat foto dua bayi yang sedang tertidur. Rubi tidak mengenalinya, namun tertulis jelas di bawah foto itu 'Lorenzo Romano Amedeo Carlo & Rubi Jesi Mendeleev'.

Rubi langsung mengangkat kepalanya menatap Renzo. "I-Ini?"

Renzo mengangguk mengerti maksud Rubi. "Itu semua bukti kenangan kita, mulai dari bayi sampai usia 13 tahun," jelas Renzo.

Rubi terus membukanya, halaman demi halaman. Foto foto kecilnya tertempel jelas di diary ini. Foto saat di taman bermain, di kolam renang, dan masih banyak lagi. Rubi sampai menitikkan air mata, tidak menyangka ternyata dirinya dan Renzo sedekat itu sejak kecil, tapi Rubi tidak mengingatnya sedikit pun.

Renzo meraih tangan Rubi, menggenggamnya lembut. "Gue sayang sama lo, Rubi. Dari dulu sampai sekarang, lo harusnya tau itu."

Rubi menutup diary itu, menyimpannya kembali dan menatap Renzo sendu. "Maafin Rubi ya, Kak. Rubi udah lupain kak Renzo. Rubi gamau kehilangan Kak Renzo lagi," ujarnya.

"Ini bukan salah lo, dan sekarang lo udah tau semuanya kan. Gue selalu ada buat lo," jelas Renzo, dan diakhiri dengan kecupan lembut di tangan Rubi.

___________

Sebelum pulang, Renzo sengaja membawa Rubi ke taman bermain sebentar. Tempat bermain mereka saat kecil dulu.

Rubi duduk di sebuah ayunan sambil melihat-lihat sekitar. Rubi seperti kembali ke rumahnya, merasa sangat dekat dengan tempat ini, dan mencoba mengingat lagi masa-masa kecilnya.

Renzo berdiri di belakang Rubi, mengayunkannya seperti waktu mereka kecil dulu.

"Ini tempat favorit kita," ujar Renzo.

EDELWEIS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang