"Bro, gue duluan, ya. Udah turun nih hujannya," pamit Raka pada Sam dan Kevin, lantas melajukan motornya keluar area sekolah.
"Rubi," batinnya saat melihat Rubi yang tengah jongkok berteduh di bawah pohon besar dekat sekolah.
Raka berhenti tepat di depan Rubi, memperhatikannya sebentar yang tengah menelungkupkan kepalanya.
Rubi yang sadar ada seseorang di hadapannya, mengangkat kepalanya. "Kak Raka?" ujar Rubi, dan langsung buru-buru berdiri, tak menyangka orang yang di hadapannya sekarang ini adalah Raka."Ayo naik!" perintahnya.
Dua kata yang berhasil membuat hati Rubi berdesir hebat, jantungnya tiba-tiba berdetak tidak normal. Rubi malah diam saja menatap Raka.
"Malah bengong ni anak."
"Rubi," panggil Raka, membuat Rubi mengerjap tersadar dan tanpa pikir panjang, Rubi segera naik karena hujan sudah mulai turun. Rubi duduk sedikit menjaga jarak, karena merasa tidak enak dan canggung.
"Rumah lo di mana?" tanya Raka.
Rubi tidak jelas mendengar apa yang diucapkan Raka barusan, karena jarak duduk mereka dan bisingnya suara di jalan.
Rubi sedikit mendekat. "Apa, Kak? Gak kedengeran," tanya balik Rubi dengan sedikit teriak karena takut tidak terdengar.
"Rumah lo di mana?" tanya Raka ulang dengan sedikit menaikkan suaranya.
"Perum Pondok Indah, Kak," jawab Rubi.
Raka menaikkan kecepatan motornya tiba-tiba, Rubi hampir saja jatuh karena ulah Raka barusan, untung saja Rubi memegang jaket yang dipakai Raka. Raka yang menyadari Rubi hanya memegang ujung jaketnya, dia menarik tangan Rubi satu per satu hingga melingkar di pinggang Raka. Rubi kaget dengan perlakuan Raka barusan, tak ada perlawanan dari Rubi, tentu saja saat ini hatinya sedang bersorak ria.
Tak lama mereka sampai di depan rumah Rubi.
"Makasih, Kak Raka, udah anterin Rubi," ucapnya kaku dan menarik sedikit sudut bibirnya.
"Iya sama-sama, gue pulang ya," pamit Raka.
"Eh, nggak mau masuk dulu?"
"Enggak deh, lain kali aja. Takut hujannya makin deras juga."
Rubi hanya menganggukkan kepalanya.
"Gue cabut, ya." Raka kembali menancapkan gasnya, melaju kencang meninggalkan halaman rumah Rubi.
Rubi masuk ke dalam rumah dengan wajah berseri-seri, namun kebahagiannya itu tidak berlangsung lama. Saat masuk Rubi sudah disambut ibu tirinya yang sedang duduk di ruang tamu, dia berjalan sambil tepuk tangan menghampiri Rubi.
"Wah, wah, wah, princes cantik sudah mulai belajar nakal ya," sindir Tira.
"Jam segini baru pulang, ke mana dulu kamu!" bentak ibu tirinya.
"T--tadi gak ada taxi, Bu, pada penuh, makanya pulangnya agak telat," ujar Rubi memberikan penjelasan pada ibunya dengan wajah menunduk takut.
"Alasan saja kamu, yaudah sana masuk!"
Rubi berjalan pergi masuk ke kamar, namun baru saja beberapa langkah.
"Piring kotor udah numpuk tuh, jangan lupa dicuci!" titah Tira.
Rubi tidak merespon apa-apa, dia mengerti apa yang harus dilakukannya, Rubi segera membersihkan badan dan mengganti pakaiannya, setelah selesai dia turun kembali ke dapur untuk makan malam namun hasilnya nihil, di meja makan hanya tersisa tahu, Tira pasti sudah menghabiskan semua lauknya dan hanya menyisakan tahu, nafsu makannya langsung hilang, dia memutuskan untuk cuci piring saja dan kembali ke kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELWEIS [END]
Novela JuvenilKau tahu sulitnya proses mencapai edelweis? Jika itu sulit, lantas mengapa mawar merah di dekatmu tak kau petik? Sama indahnya, bukan? ~~~~ Rubi Jesi Mendeleev, gadis cantik dengan garis takdir yang tak semolek fisiknya merasa kehidupannya terasa t...