Dengan percaya diri Rubi menuruni tangganya, yang disusul bi Siti di belakangnya. Namun tiba-tiba saja langkahnya terhenti.
Rubi membalikkan badannya, bertanya pada bi Siti. "Kenapa bibi gak kasih tau aku kalo tamunya cowo?"
Tadinya Rubi ingin balik lagi ke kamar untuk ganti baju atau sekedar merapikan rambutnya, namun tamu itu sudah melihatnya daritadi.
Rubi berjalan menghampiri, dan duduk di depannya. "Kak Raka?" tanya Rubi, berusaha menutupi kegugupannya.
"Rubi sekarang ini gue udah jadi pacar lo. Tapi lo sakit, ga ngasih tau gue, bahkan gue taunya sampe denger dari orang lain." Raka menatap Rubi menusuk, Rubi hanya menunduk menerima kesalahannya, namun Rubi juga memiliki alasan tersendiri kenapa dirinya tidak ingin memberitahukan hal ini pada Raka.
"Rheni ... pasti dia yang ngasih tau kak Raka," umpat Rubi dalam hatinya.
"Mulai sekarang apa pun yang terjadi lo harus cerita sama gue, oke?"
Rubi mengangguk mengerti. Raka mengacak-acak rambut Rubi lembut, membuat si pemiliknya kembali tersenyum.
"Oh iya, ini gue bawa sedikit buah sama snack. Dimakan ya, biar cepet sembuh."
Rubi menerima pemberian Raka, dan menyimpannya. "Makasih banyak, Kak."
"Kak Raka, pulang sekolah langsung ke sini?" tanya Rubi, karena melihat Raka yang masih memakai seragam sekolah.
Raka mengangguk. "Iya, tadi, pulang sekolah langsung ke sini."
Suasana hening sebentar, sampai Raka mulai membuka mulutnya bertanya.
"Lo, sakit apa?"
Raka tidak mengalihkan tatapannya, Raka melihat jelas wajah Rubi yang masih pucat, matanya yang sembab, dan melihat seperti ada kekacauan dalam dirinya.
Rubi menggeleng tak ingin memberi tahu. "Rubi, cuma ga enak badan, Kak, jadi hari ini ga masuk sekolah dulu," ujar Rubi meyakinkan Raka bahwa dirinya baik-baik saja.
Raka melihat ada kebohongan dengan pengakuan Rubi barusan, Raka yakin Rubi masih enggan berbicara jujur tentag kondisinya sekarang.
"Lo gausah takut, lo bisa cerita sama gue apa aja, lo bisa percaya sama gue," ucapannya meyakinkan.
Raka meraih tangan Rubi, menggenggamnya lembut, tatapannya yang tenang namun dalam membuat Rubi menunduk tak sanggup.
Raka mengangguk, mengerti, dia tidak ingin memaksanya, jika sudah merasa nyaman dia akan cerita dengan sendirinya tanpa diminta.
"Eh, iya lupa, mau minum apa, Kak?" tanya Rubi mengalihkan topik.
"Gak usah gapapa, gue gak haus ko."
"Masa ada tamu gak dikasih minum." Rubi beranjak dari duduknya, dan pergi ke dapur.
Saat menunggu Rubi membuatkan minum, Raka berdiri melihat-lihat foto keluarga Rubi yang terpasang di dinding dan di meja.
Raka memegang salah satu figura kecil, di foto itu ada tiga orang yang tengah tersenyum bahagia kecuali satu orang yang senyumnya terpaksa.
"Rubi anak tunggal?"
"Ini ibu-nya? Tapi kenapa gak mirip ya."
Raka segera duduk kembali, saat Rubi datang membawa minum dan beberapa cemilan.
"Orang tua, lo, pada kemana?" tanya Raka, seraya meminum jus jeruk yang tadi dibawa Rubi.
"Ayah kerja, kalo ibu ... gatau kemana, lagi kumpul sama ibu-ibu arisan mungkin."
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELWEIS [END]
Fiksi RemajaKau tahu sulitnya proses mencapai edelweis? Jika itu sulit, lantas mengapa mawar merah di dekatmu tak kau petik? Sama indahnya, bukan? ~~~~ Rubi Jesi Mendeleev, gadis cantik dengan garis takdir yang tak semolek fisiknya merasa kehidupannya terasa t...