Rubi mengendarai motornya dengan kecepatan di luar batas normal. Amarah yang terbendung membuatnya kehilangan akal sehat. Rubi tidak yakin apa yang membuatnya bisa semarah ini. Merasa terkhianati atau dikasihan. Anak yang malang. Ayahnya sangat memercayai Tira, bahkan sampai memaksa anaknya pun untuk ikut mempercayainya.
Tapi ... sudahlah, dia sungguh membencinya.
Tuhan menyayangi anak malang ini. Rubi sampai dengan selamat. Dirinya memarkirkan motor ke tempat asal, dan menaruh kuncinya di nakas dekat tv.
Rubi melihat ayahnya masih duduk di dekat kolam, dengan wajah yang muram. Sungguh Rubi sangat ingin memberitahunya, soal perilaku istri 'tercintanya' itu. Rubi sangat sangat mengasihani ayahnya.
Sepertinya ini bukan waktu yang tepat, untuk memberitahu Adam.
Rubi memilih untuk masuk ke kamarnya. Namun sudah setengah perjalan menuju kamarnya, di tengah-tengah puluhan anak tangga, tiba-tiba kepala Rubi pusing bukan main, penglihatannya buram, Rubi buru-buru kembali melangkahkan kakinya sebelum terjatuh pingsan. Dirinya akan terluka parah jika pingsan di tangga, dan jatuh hingga lantai bawah. Itu mengerikan.
Rubi berjalan gontai menuju kamarnya, sambil menahan kepalanya yang terasa semakin berat. Dirinya nyaris pingsan.
Membaringkan tubuhnya di atas kasur yang sangat nyaman. Menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut bulu putih tebal.
Besok ada ujian kelas Biologi, dia harus tidur cepat malam ini. Tapi keinginannya untuk tidur nyenyak malam ini sepertinya hanya akan menjadi sebuah halusinasi.
________
Sepanjang malam dirinya tertidur, tapi tidak cukup meringankan beban pikiran Rubi. Tapi ... setidaknya tidak membuat kantung mata Rubi terlihat gelap.
Setelah membereskan buku yang akan di bawanya, Rubi keluar dari kamar. Tira dan Adam sudah siap di meja makan untuk sarapan, Rubi berusaha terlihat santai di depan Tira, dia belum memberitahu Adam soal kejadian kemarin, Rubi akan menyimpannya sampai waktunya sudah tepat.
Bukannya duduk untuk sarapan, Rubi malah pergi ke dapur, mengambil kotak makan di lemari kaca dan memasukkan sandwich ke kotak makannya sebagai bekal.
"Kamu tidak akan sarapan bersama, Rubi?" tanya Adam heran.
"No, Dad, I'm already late," jawabnya.
Tira menatap Rubi tak mengerti, dia sedang menebak-nebak, apa mungkin Rubi tidak memberitahu Adam soal pertemuan mereka di starlightmarket.
Tatapan Rubi tak kalah tajam, mendelikkan matanya saat pamit ke sekolah.
"Aku berangkat," pamit Rubi. Rubi tidak ingin membahas ulah ibu tirinya kemarin di meja makan, bisa-bisa untuk akan merusak mood Rubi pagi ini, dan dia tidak akan bisa konsentrasi saat ujian nanti.
Karena penasaran, Tira bertanya. "Emm ... apakah Rubi bercerita, soal diriku yang tidak-tidak?" tanya Tira hati-hati.
Adam yang tengah menyuap sarapannya, melirik Tira bingung. "Tidak, dia tidak bicara apa-apa."
Tira semakin dibuat bingung dengan anak sambungnya ini. Biasanya anak anak yang lain akan mengadukannya, tapi tidak dengan Rubi. Dirinya harus hati-hati dengan Rubi, dia bisa saja meledak saat waktunya tiba.
_________
Rubi berjalan keluar dengan kotak makan ditangan kanannya dan jaket cokelat muda di lengan kirinya.
Begitu terkejutnya Rubi saat melihat ninja merah yang dikenalinya terparkir di depan gerbang dengan si pengendara yang masih duduk di motornya.
Senyum Rubi merekah saat Raka membuka helm-nya dan membalas senyumnya. Berjalan menghampiri Raka dan berhenti tepat di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELWEIS [END]
Teen FictionKau tahu sulitnya proses mencapai edelweis? Jika itu sulit, lantas mengapa mawar merah di dekatmu tak kau petik? Sama indahnya, bukan? ~~~~ Rubi Jesi Mendeleev, gadis cantik dengan garis takdir yang tak semolek fisiknya merasa kehidupannya terasa t...