"Ini foto waktu kita kecil," ucap Renzo seraya memperlihatkan foto lama yang telah usang itu.
Rubi menerimanya dan memperhatikannya dengan teliti. "Ini maksudnya!?"
"Ya, itu foto kita waktu kecil, lo sahabat kecil gue, Bi," jelasnya.
Rubi menatap Renzo bingung, belum paham apa yang diucapkan Renzo.
"Gak mungkin, kita baru kenal loh, masa iya sih, Kak Renzo temen kecil Rubi?" protesnya.
"Inilah yang buat gue juga bingung, lo lupa sama gue?" tanya Renzo, dengan penuh harap.
Rubi berusaha mengingat dengan memperhatikan Renzo lekat lekat.
"Rubi gak inget apa-apa, Kak" jawabnya jujur.
"Bi, foto ini diambil sekitar 8 tahun yang lalu, ini gue dan ini lo," jelasnya dengan memperlihatkan kembali foto itu. "Di foto ini jelas banget kan, ini halaman rumah lo yang di depan, dulu kita tetanggaan, gue tinggal di sebrang sana, dan ...."
"Stop, Kak!" bentak Rubi. Renzo menatap Rubi bingung. Rubi meringis kesakitan sambil memegang sebagian kepalanya.
Penglihatannya mulai buram, kepalanya terasa berat dan darah segar mengalir di hidungnya.
Tubuh mungil nya terjatuh tak berdaya bersandarkan ke kursi yang sedang di dudukinya.
Renzo mendekat dan membenarkan tubuh Rubi. Rubi berbaring lemah di pangkuan Renzo.
"Om! Bibi!" teriak Renzo kencang berusaha memanggil orang rumah.
"Om!" Teriakanya lagi.
"Om! Rubi, Om!"
Terlihat Adam berlari dari arah ruang kerjanya dan juga bi Siti yang ikut berlari panik dari dapur.
Adam panik saat melihat putrinya pingsan dengan banyak darah di hidungnya.
"Ada apa ini? Kenapa bisa begini?" cecar Adam pada Renzo.
Bi Siti kembali berlari ke dapur membawa air hangat dan handuk kecil.
"Rubi tiba-tiba pingsan, terus mimisan, Om," ujar Renzo. "Saya juga gatau kenapa, saya juga ikut panik," jelasnya.
"Yasudah bawa Rubi ke kamarnya, cepat, biar Bi Siti yang urus," perintahnya.
Renzo menurut, dia segera membopong Rubi ke kamarnya. Renzo melihat dengan jelas wajah cantik Rubi yang memucat membuat hati Renzo teriris.
Sesampainya di kamar, Renzo membaringkannya hati-hati, menatap Rubi tak berkedip, Renzo sangat menyayangi peri kecilnya ini.
"Ya tuhan, saya sayang sekali peri kecil ini, lindungi dia kumohon," batinnya.
Tokkk ... Tokkk ... Tokkk
"Permisi, Nak." Bi Siti masuk dengan nampan di tangannya membawa minum air hangat dan handuk kecil untuk mengompres Rubi.
"Masih belum sadar ya, Neng Rubi?"
"Belum, Bi," jawab Renzo.
Bi Siti tampak sangat khawatir, bi Siti selalu menjadi orang terdepan yang menjaga Rubi.
"Sini, Bi, biar Renzo aja ngompres." Bi Siti memberikan air nya dan membiarkan Renzo mengompres Rubi lembut.
Darahnya tidak lagi mengalir, demamnya pun sudah mulai turun, tapi Rubi belum juga sadar.
"Nak Renzo, tadi di suruh ke bawah temuin Bapak katanya," ujar bi Siti.
"Ada apa emang, Bi?"
"Bibi tidak tau, Nak."
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELWEIS [END]
Roman pour AdolescentsKau tahu sulitnya proses mencapai edelweis? Jika itu sulit, lantas mengapa mawar merah di dekatmu tak kau petik? Sama indahnya, bukan? ~~~~ Rubi Jesi Mendeleev, gadis cantik dengan garis takdir yang tak semolek fisiknya merasa kehidupannya terasa t...