Sudah pukul 7 malam Rubi belum juga pulang ke rumah, Adam dan Tira sudah duduk gelisah karena putri mereka belum pulang.
"Coba telepon lagi, Yah, Ibu takut Rubi kenapa-napa." Tira berjalan mondar mandir, pura-pura khawatir pada Rubi, padahal sebenarnya Tira tidak secemas itu, toh Rubi bukan anak kandungnya, siapa peduli.
"Iya, Bu. Ini juga udah ditelpon berulang kali tapi gak aktif handphone-nya."
"Ibu, punya nomor temannya atau siapa gitu yang satu sekolah sama Rubi?"
"Ga punya, Yah."
"Yaudah kita tenang dulu, mungkin sebentar lagi Rubi pulang."
Adam membantu Tira untuk duduk kembali berusaha menenangkan.
"Dia kan anak perempuan, Yah, Ibu takut terjadi sesuatu sama Rubi."
"Tira sepertinya memang menyayangi Rubi, dia terlihat begitu khawatir," ujar Adam dalam batinnya saat melihat Tira yang begitu cemas menunggu Rubi.
Tak lama terdengar suara motor berhenti di depan rumah mereka.
Adam dan Tira langsung berjalan ke arah pintu dan mengintip di balik jendela memastikan. Dan benar saja itu memang Rubi. Adam langsung membuka pintu dan berjalan keluar.
Rubi dan Raka melihat Adam sudah berdiri di depan pintu dengan wajah yang sulit diartikan.
Rubi menatap Raka cemas. Raka yang mengerti maksud Rubi langsung turun dari motornya dan berjalan menghampiri kedua orang tua Rubi.
Rubi mengikuti di belakangnya.
"Ya ampun Rubi, sayang, kamu ke mana dulu, Nak? Jam segini baru pulang, Ibu sama Ayah khawatir loh sama kamu," ujar Tira yang langsung memeluk Rubi saat dia datang. Rubi hanya tersenyum miris melihat tingkah ibunya yang sok perhatian ini.
"Selamat malam, Om, Tante." Raka mengulurkan tangannya ingin bersalaman.
Perasaan Rubi sudah tidak enak sejak tadi melihat ayah di depan pintu, Rubi takut ayahnya tidak menerima salam Raka dan mempermalukan dirinya di depan Raka.
Siapa sangka, ayah Rubi tidak semenakutkan yang dipikirkan Rubi dan Raka. Adam membalas salam Raka dan menerima uluran tangannya. Begitu pun dengan Tira.
"Selamat malam."
Adam tidak melontarkan banyak pertanyaan saat putrinya diantar pulang oleh orang lain, justru Adam menunggu Raka menjelaskannya sendiri tanpa diminta.
Sepertinya Raka memang cowok yang sangat peka, dia langsung buka suara saat Adam hanya menjawab salamnya singkat.
"Saya Raka, Om, saya teman satu sekolahnya Rubi. Mohon maaf, Om, Raka mengantar anak Om terlalu malam, tadi Raka sudah suruh Rubi untuk minta ijin dulu, tapi handphone Rubi mati jadi gak bisa ngehubungin Om dan Tante,"ujar Raka memberikan penjelasan dengan tenang dan penuh keyakinan.
Rubi terharu dan kagum mendengar tutur kata Raka yang sangat sopan dan hati-hati, baru kali ini Rubi mendengar Raka berbicara begitu, terlihat kaku sekali. Rubi menahan tawanya saat melihat Raka begitu kaku.
"Iya, Yah, hp Rubi lowbat trus mati jadi gak bisa kabarin Ayah." Rubi menunjukkan handphone-nya memberikan bukti dan berusaha meyakinkan ayahnya.
Usaha Raka tidak sia-sia menjelaskan panjang lebar, Adam melihat Raka sosok yang pemberani dan terlihat anak yang baik, jadi yang tadinya Adam ingin marah-marah, langsung tersentuh dengan ucapan Raka.
"Lain kali, kalo mau main sampai malem bilang dulu, jangan buat cemas orang rumah, trus kalian juga masih pakai seragam nanti apa kata orang, anak sekolah pulangnya jam segini, kalo mau main pulang dulu ganti baju dulu, kalo masih pakai seragam nanti bisa mencoreng nama baik sekolah kalian. "
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELWEIS [END]
Teen FictionKau tahu sulitnya proses mencapai edelweis? Jika itu sulit, lantas mengapa mawar merah di dekatmu tak kau petik? Sama indahnya, bukan? ~~~~ Rubi Jesi Mendeleev, gadis cantik dengan garis takdir yang tak semolek fisiknya merasa kehidupannya terasa t...