Senja menarik napas panjang guna menetralisir rasa gugupnya, mengumpulkan nyali sebelum melangkah masuk melewati pintu putih gading rumahnya.
Jingga yang berdiri di sampingnya terdiam, lalu mengelus punggung Senja memberi keteguhan. "Ayo!"
Gadis itu perlahan mendorong pintu di depan mereka, lalu melangkah terlebih dahulu meninggalkan Senja yang masih meyakinkan diri. Senja menutup mata sebentar, lalu menyusul kembarannya.
"Sayang, kalian sudah pulang?" Itu suara Irgita yang terduduk di sofa ruang tengah bersama Semesta. Ia tersenyum menatap Jingga, lalu beralih pada Senja.
Bunda senyum? Senja terkejut dengan apa yang ia lihat, untuk pertama kalinya senyum itu terbit di wajah Ibundanya. Walau Senja tak tahu maksudnya, tulus atau tidak, tapi cukup membuat hatinya menghangat.
Irgita dan Semesta bangkit berdiri, wanita itu lalu menghampiri Senja lantas memeluk gadis itu. Tubuh Senja menegang tak tahu harus berbuat apa, matanya tiba-tiba memanas. Ia mendongak, berusaha menghalau air mata yang siap tumpah.
"Maaf." Satu kata yang terlontar dari bibir Ibundanya membuat pertahanan Senja runtuh. Ia terisak, lantas membalas pelukan Irgita erat.
"Bunda," isak Senja.
"Iya, sayang. Ini Bunda," ujar Irgita. Jujur saja, ada rasa tak biasa yang Irgita rasakan begitu memeluk Senja.
Jingga menatap haru Bunda dan kembarannya, ia mendekat pada Semesta lalu memeluk Ayahnya itu dari samping. "Ayah, jangan sakitin Senja lagi ya."
Semesta mengangguk, mengelus puncak kepala putri kesayangannya. Ia memang tak sepenuhnya tulus menerima Senja kembali ke rumah ini atau bersikap lembut pada gadis itu, tapi di sisi lain ada rasa hangat di lubuk hatinya yang terdalam begitu melihat Irgita dan Senja berpelukan.
***
Senja berdiri di pinggir balkon kamarnya, menghirup udara segar yang beberapa hari sulit ia dapatkan akibat dirawat di rumah sakit. Ia tersenyum, lalu beberapa saat kemudian menangis.
"Senja tahu kalau kalian pura-pura," ujar Senja membiarkan air matanya mengalir deras di pipi, tak ada niatan untuk menyeka.
"Ini sakit, tapi juga membahagiakan." Senja bisa melihat dengan jelas sorot terpaksa dari Irgita dan Semesta tadi saat menyambutnya, tapi ia begitu bahagia bisa dipeluk dan mendapat perlakuan selembut itu dari kedua orang tuanya.
Dering ponselnya membuyarkan lamunan Senja, ia melangkahkan kaki memasuki kamar lalu meraih benda pipih yang tergeletak di atas kasur.
Nama Regan tertera di layar ponsel itu, dengan sedikit malas ia menggeser tombol hijau.
"Kenapa?" tanya Senja to the point begitu sambungan tersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Jingga (End)
Teen FictionJingga pikir, memiliki saudara kembar adalah hal yang menyenangkan. Ia pikir keduanya akan akrab dan saling menyayangi. Namun ternyata Jingga salah, Senja justru membencinya. Senja benci segala hal tentang Jingga, sampai pada akhirnya Jingga harus s...