🔅#9🔅

2.3K 252 8
                                    

Jingga berlari mengejar angkot di depannya, dengan sedikit ngos-ngosan akhirnya ia bisa memberhentikan angkot itu dan masuk ke dalam.

"Ja, kok gak nungguin aku?" tanya Jingga kepada kembarannya yang hanya diam menatapnya tak suka.

"Mulai besok tungguin aku ya, kita bareng. Kita kembar loh Ja, kalo bisa berdua kenapa harus sendiri," cengir Jingga.

Senja tak peduli, ia hanya diam sambil menatap jalanan. Berusaha mengabaikan celotehan-celotehan Jingga yang menurutnya tak berguna.

Beberapa menit kemudian mereka tiba di sekolah, dan dengan cepat Senja berlalu meninggalkan Jingga.

"Senja, tungguin dong," ucap Jingga sedikit berteriak. Lalu dengan cepat ia berlari menyusul Senja.

Saat telah tiba disamping Senja, Jingga hendak merangkul gadis itu. Namun urung karena ia tau jika Senja pasti akan menepis tangannya.

"Ja, kamu gak pernah deket gitu sama cowok? Atau suka?" tanya Jingga membuat Senja berhenti berjalan.

"Kenapa? Kok berenti?" Jingga ikut berhenti sambil menatap Senja bingung.

"Gak usah kepo sama hidup gue!" balas Senja dingin lalu ia bergegas menjauhi Jingga.

Jingga menatap punggung Senja sendu, gadis itu terlalu sulit untuk dia gapai. Seperti ada pembatas yang Senja bangun untuk Jingga.

Jingga tau jika Senja tak sekuat dan sekeras apa yang gadis itu tunjukan. Jingga tau jika Senja hanyalah gadis rapuh yang bertahan dengan tameng dingin miliknya.

Dengan langkah gontai, Jingga berjalan menuju kelasnya.

"Dih, kenapa tu muka? Kucel banget kek cucian kotor," ucap Rere ketika Jingga memasuki kelas mereka.

"Abis potek liat kucing mesra-mesraan di pinggir jalan," gurau Jingga dengan wajah memelas.

"Sialan," umpat Rere menoyor kepala Jingga. Gadis itu justru nyengir lalu merubah mimik wajah menjadi serius.

"Gue mau nanya," ucap Jingga kepada teman-temannya.

"Apa, Ga?" tanya Indah penasaran.

"Gimana caranya biar orang yang benci sama kita bisa luluh dan gak benci lagi?" Pertanyaan Jingga membuat ketiga temannya mengernyitkan dahi. Tumben sekali Jingga bertanya hal-hal serius seperti ini, biasanya gadis itu akan bertingkah absurd dan kocak. Begitulah pikir mereka semua.

"Lo lagi ada masalah?" tanya Aina menatap Jingga menyelidik.

"Buset, gue cuma nanya anjir," kata Jingga sedikit ngegas.

"Ya aneh aja, lo tiba-tiba nanya kayak gitu. Emang siapa yang benci lo?" ucap Aina.

"Emang kalo nanya, berarti kita lagi ngalamin gitu?"

"Ya, gak gitu juga Jingga." Rere menyentil dahi Jingga dengan gemas.

"Ya udah, jawab aja kenapa sih?"

"Ya yang pertama, lo harus deketin dia lah. Lo buktiin kalo lo itu gak seperti yang dia kira. Lo bantuin dia, bersikap baik terus ke dia, walau dia selalu nolak lo, ya lo harus tetap usaha. Kalo orang udah benci tuh susah buat ditaklukin. Jadi ya usahanya harus besar, gak gampang nyerah," jelas Indah.

"Pengalaman ya ndah?" kekeh Rere.

"Tau aje lu, sempak suga," balas Indah.

"Tapi kalo kita udah usaha, dan dia masih tetep benci gimana?" tanya Jingga.

"Ya terus usaha lah, Ga. Sampe lo capek sendiri, jangan gampang nyerah," jawab Aina.

"Gak ada yang lagi benci sama lo kan?" tanya Rere penuh selidik kepada Jingga.

Senja Tanpa Jingga (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang