🔅#1🔅

5.6K 428 132
                                    

"Bunda, Jingga mau boneka itu," ucap gadis kecil berkepang dua.

"Senja juga mau bunda," ucap gadis kecil yang wajahnya begitu mirip dengan gadis berkepang dua tadi.

"Ayo, kita beli!" ucap bunda keduanya lalu menggandeng tangan Jingga. Sementara Senja hanya mengikuti dari belakang dengan langkah riang.

"Mbak, saya mau boneka ini satu," ucap wanita itu kepada si penjaga tokoh.

"Baik, mbak."

"Bunda, kok cuma satu? Kan Senja dan Jingga itu berdua," tanya Senja.

"Kamu tidak usah beli. Nanti juga kalo Jingga udah bosan, boneka itu buat kamu," balas Bundanya.

"Tapi, Bunda. Senja juga mau punya barang baru, semua barang yang Senja punya itu bekas Jingga semua," kata Senja cemberut.

"Baru atau bekas sama saja. Kakak kamu itu yang utama."

Gadis itu terbangun dari tidurnya, ia berdecak kesal.

"Mimpi sialan," umpatnya sambil mengusap wajah kasar. Gadis itu kemudian bangkit dari bangkunya, lalu berjalan keluar kelas.

"Ehh mau kemana, ja? Senja woi, bentar lagi guru dateng," ucap Nafisha, teman sebangku Senja. Dan satu-satunya gadis yang bergaul dengan Senja. Namun Senja sama sekali tak menghiraukan Nafisha, untuk menoleh pun ia seperti tak mau.

"Dasar kupret," kesal Nafisha.

Senja berjalan menyusuri koridor, ia tak peduli jika bel tanda berakhirnya istirahat akan berbunyi. Sekalipun ia akan bertemu guru atau dimarahi, ia tetap tak peduli.

Gadis itu memasuki toilet, membasuh wajahnya dengan sedikit tidak santai.

"Kakak sialan," desis Senja tajam.

Satu persatu bulir air mata gadis itu terjatuh, namun dengan cepat ia hapus.

"Kenapa cuma lo yang di nomor satu kan? Sedangkan gue selalu diabaikan," ucapnya berbicara sendiri dengan pantulan dirinya di cermin.

"Gue benci lo, Jingga."

***

Senja turun dari angkot, lalu berjalan menyusuri komplek perumahannya. Dengan satu kresek berisi kue cokelat di satu tangannya, wajah gadis itu datar dan tatapannya tajam.

Membuka pintu gerbang rumah besar miliknya, Senja merubah air muka. Yang tadinya datar kini berubah ceria dan senyum manis terpatri di bibir ranumnya. Sebuah topeng yang selalu ia tunjukkan dan gunakan di depan kedua orang tuanya. Ingat! kedua orang tuanya, bukan saudara kembarnya.

"Assalamualaikum, Senja pulang," salam Senja ceria. Tak ada yang menjawab, sudah biasa.

Gadis itu kemudian berjalan menuju dapur, tempat biasa Bunda nya selalu ada dikala dia pulang.

"Halo, Bunda," sapa Senja lalu mencium pipi Bundanya. Tak ada balasan sapa dari Bundanya, bahkan wanita itu masih sibuk dengan potongan wortelnya.

"Bunda, Senja bawa kue cokelat kesukaan Bunda lagi," ucap Senja tersenyum senang lalu menaruh kresek itu di dekat Irgita, Bundanya.

"Ya udah, Senja ke atas dulu. Capek, tadi Senja dikejar-kejar orang gila haha." Gadis itu terkekeh sendirian, sementara Irgita tetap melanjutkan memasak tanpa menghiraukan anaknya.

"Dah, Bunda," pamit Senja kemudian berlalu dari sana.

Gadis berjalan menaiki tangga, baru dua tangga lalu ia berhenti.

"Satu." Hitung Senja, bersamaan dengan setetes air mata yang perlahan turun.

"Dua," lanjutnya.

"Tiga." Senja menoleh, bersamaan dengan jatuhnya kue pemberiannya ke tong sampah.

Gadis itu tersenyum, lalu menghapus air matanya. Sudah biasa.

Ia kemudian melanjutkan langkahnya, berjalan gontai menuju kamar.

Merebahkan tubuhnya di atas kasur, mengistirahatkan raga dan jiwanya yang terasa lelah.

Ohh, iya. Senja lupa memperkenalkan diri.

Perkenalkan, namanya Asiah Senja Buana. Anak kedua dari Semesta Rangga Buana dan Irgita Mentari Buana. Dan adik sekaligus kembaran dari Anissa Jingga Buana, sosok yang paling dibenci Senja.

Kehadiran Senja tak pernah dianggap oleh kedua orang tuanya, dan Jingga selalu menjadi anak emas mereka. Jingga yang setiap saatnya mendapat jutaan perhatian, dan Senja yang selalu terabaikan.

Munafik. Satu kata yang selalu Senja sematkan pada Jingga. Gadis itu selalu berusaha mendekati Senja dan memberikan perhatiannya sebagai seorang kakak, namun ia selalu merebut kasih sayang yang seharusnya juga bisa Senja rasakan.

Senja membenci Jingga, ia tak sudi menganggap Jingga saudaranya.

Senja bangkit, berjalan menuju jendela kamar. Ia melihat cahaya keemasan itu sebentar, lalu menutup gorden.

Ia benci cahaya dan warna itu.

***

Senja sibuk bermain game online di ponselnya sambil rebahan ria. Hingga suara ketukan pintu menghentikan kegiatan gadis itu.

Ia bangkit, lalu berjalan untuk membuka pintu.

"Apa?" tanya Senja jutek kepada seseorang yang berdiri di depannya.

"Nih, buat kamu," ucap Jingga menyodorkan sebuah paper bag. Sebelum membuka benda itu, Senja sudah tau terlebih dahulu apa isinya.

"Gue gak butuh barang bekas lo," ucap Senja dingin lalu menutup pintu dengan kasar.

Jingga menghela nafasnya, sudah ke sekian kali Senja menolak pemberiannya itu. Memang semua itu adalah bekas miliknya, namun masih sangat bagus untuk Senja gunakan.

Jingga juga tak mau seperti ini, tapi orang tua nya lah yang selalu menyuruhnya untuk memberikan apapun yang sudah tak ia pakai atau inginkan kepada Senja.

Jingga tau jika Senja tak pernah mendapat barang baru dari kedua orang tua mereka, tak seperti dirinya yang tinggal minta langsung dituruti.

Jingga selalu meminta agar orang tuanya memperlakukan mereka sama, namun kedua orang tuanya tak mendengarkan perkataan Jingga.

Jingga tak tau apa alasan orang tuanya bersifat seperti itu. Tapi yang pasti, Jingga menyayangi Senja. Ia juga ingin melihat adiknya itu bahagia dan tersenyum kepadanya.

Gadis itu tau, Senja membenci dirinya. Tapi ia selalu berusaha agar Senja percaya bahwa Jingga benar-benar ingin menjalin hubungan dengan Senja selayaknya saudara. Jingga ingin Senja tau, jika ia tulus menyayangi Senja. Dan ia akan berusaha membuat Senja tak lagi membenci dan menilainya buruk.

"Maaf, dek."

🔅🔅🔅🔅🔅

Hai... Hai

Siap berjuang bersama Senja dan Jingga?

Ayo, kita arungi cerita ini bersama.

Senja Tanpa Jingga (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang