Senja berjalan sambil celingukan, di depannya ada Reno yang tampak sudah terbiasa datang ke tempat ini. Seperti yang Reno katakan kemarin, ia meminta Senja untuk menemaninya ke suatu tempat. Entah apa tujuan mereka disini, tapi Senja jadi sedikit was-was karena tempat yang mereka datangi ini adalah sebuah gedung yang sudah tak terpakai. Masih terlihat sangat kokoh karena dari beton, tapi terkesan sangat menyeramkan karena cat nya yang kusam, telah dipenuhi lumut dan begitu kotor.
"Ren, mau ngapain ke sini?" tanya Senja sudah ke sekian kalinya, namun Reno terus saja mendiamkan Senja seolah gadis itu tak ada disana.
"Gue pulang aja," ujar Senja, ia sedikit khawatir akan kejadian-kejadian buruk yang mungkin terjadi ketika dirinya memasuki gedung ini terlalu dalam.
Dengan spontan Reno menghentikan langkahnya, ia segera menoleh ke belakang. "Tenang aja, gue gak bakal ngapa-ngapain lo kali. Lagian kenapa lo jadi penakut gini?"
Senja mendengus sebal, lalu melangkah mendekati Reno. "Gue gak tau tujuan lo ngajakin ke sini, jadi wajar kan kalo gue waspada."
"Yaellah, Ja. Gue gak bakal cabul, asli yang ada cap badaknya." Reno mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf V.
Senja mendengus sebal, lantas Reno menarik tangan gadis itu untuk kembali berjalan memasuki bangunan tua tersebut. Belum satu menit mereka melanjutkan langkah, suara ponsel Senja menghentikan mereka sekali lagi.
Jingga? batin Senja setelah melihat nama sang kembaran tertera di layar ponselnya, ia segera mengangkat panggilan itu.
"Hallo, Ja. Ini gue Rere," ucap sebuah suara di seberang sana.
Senja menaikkan sebelah alisnya bingung, "Jingga mana?"
"Nah, itu masalahnya. Si Jingga keserempet motor tadi, sekarang lagi di rumah sakit. Lo kesini ya, gue kirim lokasinya." Senja membulatkan matanya sejenak, kembarannya itu memang sangat ceroboh. Kadang Senja berpikir, siapa yang kakak disini? Sepertinya ia yang lebih cocok menjadi kakak, bukan Jingga.
"Oke, gue kesana." Setelah mengatakan hal itu, Senja segera mengakhiri panggilan secara sepihak. Ia kemudian beralih pada Reno yang menatapnya tajam, pemuda itu tahu jika Senja akan pergi setelah ini.
"Sorry, Ren. Gue harus pergi."
"Ja, lo kan udah janji," dengus Reno kesal. Mereka sudah hampir sampai, tapi Senja dengan seenaknya pergi tanpa Reno tahu dengan jelas alasannya.
"Jingga di rumah sakit. Sorry," ujar Senja lalu berbalik meninggalkan Reno disana.
"Ehh, Ja ta--" Reno tak dapat melanjutkan ucapannya ketika Senja dengan cepat berlari menjauh dari sana. Ia menepuk jidat, rusak sudah rencana yang telah ia susun bersama kedua sahabatnya.
Reno melanjutkan langkahnya dengan lesu menuju lantai teratas gedung itu, begitu sampai ia langsung membuka pintu rooftop.
"Senja pulang," ucapnya lemah. Dua orang pemuda yang sedari tadi menunggu disana membulatkan mata terkejut. Gagal sudah semuanya.
"Udah gue bilang, ini gak bakal berhasil," ucap Regan sambil menatap sekeliling mereka yang sudah dihias sedemikian rupa.
"Masih ada hari lain, santai aja." Raja merangkul Regan, menepuk bahu sahabatnya itu untuk memberi semangat.
Regan mengangguk, kembali menatap ke arah Reno yang berdiri sambil melipat kedua tangan di depan dada. "Dia pulang kenapa?"
"Katanya Jingga masuk rumah sakit."
Regan dan Raja mengangguk paham, wajar jika Senja meninggalkan tempat ini untuk menemui Jingga di rumah sakit.
"Jingga kenapa emang?" tanya Raja. Reno yang tak tahu alasannya hanya bisa mengedikkan bahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Jingga (End)
Novela JuvenilJingga pikir, memiliki saudara kembar adalah hal yang menyenangkan. Ia pikir keduanya akan akrab dan saling menyayangi. Namun ternyata Jingga salah, Senja justru membencinya. Senja benci segala hal tentang Jingga, sampai pada akhirnya Jingga harus s...