Senja sudah duduk nyaman diatas angkot untuk pergi sekolah, namun kenyamanan terganggu ketika Jingga tiba-tiba masuk dan duduk didepannya.
Gadis itu mendengus, memilih memejamkan mata saja daripada melihat wajah Jingga.
"Ja, nanti ke kantin bareng yuk," ajak Jingga.
"Ja, kamu denger gak?" ucap Jingga lagi ketika Senja tak menghiraukannya.
"Ja." Jingga menendang-nendang pelan sepatu Senja.
"Shhh ...." Ia meringis ketika dengan tiba-tiba Senja membalas tendangannya tapi dengan begitu kuat hingga mengenai tulang keringnya.
Senja sedikit terkejut, ia tak berniat melukai Jingga. Bisa Senja lihat jika Jingga begitu kesakitan dengan mengelus tulang keringnya. Namun gadis itu tetap diam dengan wajah datar, berusaha mempertahankan sikap tak pedulinya walau sebenarnya ia tak tega.
"Sakit?" Akhirnya Senja bersuara.
Jingga mengangguk dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.
"Sakitan hati gue," kata Senja lalu meminta sang supir menepikan angkotnya.
"Senja, mau kemana?" tanya Jingga, ia ingin mengejar Senja, tapi kakinya masih sakit sehingga tak bisa.
"Sebenci itu ya kamu sama aku, Ja?" ucap Jingga sendu.
***
Jingga dan kawan-kawan tengah makan di kantin. Mereka asik bercanda ria, Jingga pun terlihat baik-baik saja. Tak seperti kemarin yang sedih karena patah hati. Entah memang sudah tak memikirkan hal itu, atau ia menutupinya dengan tawa.
"Ehh, Ga. Kok lu gak pernah bareng sama kembaran lu sih?" tanya Aina membuat Jingga terdiam sebentar.
"Ntar kalo barengan, ketuker wkwk," kekeh Jingga berusaha tetap ceria.
"Lah, si anjir. Kan sikap lo berdua beda, ogeb." Rere menjitak kepala Jingga dengan sayang.
"Ehh, sakit njir. Biasa aja dong, ntar gue gagal ginjal gimana?" kata Jingga mengusap-usap kepalanya.
"Apa hubungannya jitak kepala sama gagal ginjal? Ini nih, kalo otak hasil sumbangan." Indah geleng-geleng kepala melihat kelakuan absurd temannya.
"Astaghfirullah, kamu ini ber-sin sekali." Jingga memegang dada dramatis layaknya orang yang terzholimi.
"Bersin?" tanya Aina tak mengerti.
"Sin is dosa," jawab Jingga dengan cengiran lebar.
"Bukan temen gue," ujar Rere.
"Temen gue waras semua, gak ada yang kek dia," timpal Indah.
"Jahat kalian." Jingga mengusap pipinya seolah menghapus air mata.
Tak...
"Aww ... Lo seneng banget sih mukul kepala gue," kesal Jingga kepada Rere.
"Nih, daripada lo bacot. Mending makan ini." Rere memberikan dua batang cokelat kepada Jingga. Gadis itu berbinar, dengan cepat menerimanya.
"Avv... Rere baik banget sih, maaciw yak."
"Idih, geli gue liat lo begitu," ujar Indah bergidik.
"Iri bilang say ...." Jingga menggantungkan ucapannya. "sayton."
Setelah mengucapkan itu, ia berlari terbirit-birit untuk menghindari amukan Indah.
"JINGGA ANJ*NG," teriak Indah kesal.
Sedangkan Jingga masih berlari sambil tertawa ngakak hingga tiba-tiba ia menabrak seseorang.
"Aww," pekik Jingga ketika pantatnya menyentuh ubin dengan kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Jingga (End)
Roman pour AdolescentsJingga pikir, memiliki saudara kembar adalah hal yang menyenangkan. Ia pikir keduanya akan akrab dan saling menyayangi. Namun ternyata Jingga salah, Senja justru membencinya. Senja benci segala hal tentang Jingga, sampai pada akhirnya Jingga harus s...