Hai
Masa gue lupa kalo ini Selasa😭
Hampir aja gak update
Sorry guys🔅Happy Reading🔅
Pernikahan orang tuamu dilandaskan bisnis?
Fakta tersebut sudah lama Senja ketahui, tentang bagaimana orang tuanya menikah tanpa cinta dan hanya untuk kepentingan bisnis. Tentang bagaimana mereka merencanakan satu anak yang akan menjadi penerus keduanya, hal tersebut pula yang membuat Senja tak diperlakukan adil. Karena dengan kehadiran Senja, rencana mereka yang satu ini harus di atur ulang.
Sejauh ini, Senja masih kuat melewati semuanya. Walau beberapa kali ia merasa depresi dan melukai dirinya sendiri, tapi gadis itu belum menyerah. Menurut Senja, menyerah tak akan menghasilkan apa-apa. Jadi ia akan terus berjuang agar kedua orang tuanya memperlakukan Senja adil seperti perlakuan mereka pada Jingga, serta menyayangi gadis itu selayaknya anak mereka.
"Assalamu'alaikum," salam Senja begitu memasuki kediamannya.
"Wa'alaikumsalam," balas Jingga sambil berlari ke arah Senja, tampaknya gadis itu sedari tadi menunggu kedatangan Senja.
"Kok lo pulang? Ja, lo mending nginep di tempat Nafisha."
"Lo gak suka gue pulang?" Senja menaikkan sebelah alisnya sambil menatap Jingga datar. Sebetulnya ia tahu maksud Jingga bukanlah demikian, tapi Senja sudah memikirkan konsekuensi yang akan ia terima saat ini.
"Bukan gitu, Ja. Gue cuma gak mau lo dipukul lagi sama Ayah dan Bunda," jawab Jingga.
Senja mengangguk lalu berjalan melewati Jingga, tak lupa ia menepuk bahu kembarannya itu terlebih dahulu guna menenangkan Jingga dari kekhawatiran.
"Ja, lo pergi aja." Jingga memotong jalan Senja, firasatnya mengatakan ada hal buruk yang akan terjadi.
"Berisik lo, awas!" Senja mendorong Jingga ke samping, tak kuat namun bisa membuat Jingga menyingkir.
Jingga menghela napas, ia benar-benar takut Senja kenapa-napa. Pasalnya ketika tadi ia menginjakkan kaki ke rumah ini, Irgita marah sambil menanyakan keberadaan Senja. Tampaknya Irgita begitu murka dengan apa yang Senja dan teman-temannya perbuat tadi di sekolah.
"Jingga, Senja sudah pulang?" tanya Irgita yang baru saja keluar dari kamarnya. Jingga menggigit bibir bawahnya, lalu menggeleng pelan.
"Jangan berbohong, bunda dengar sendiri suara anak itu tadi." Irgita lalu berbalik menuju dapur dan kembali dengan sapu di tangannya.
Jingga yang menyadari apa yang akan bundanya lakukan segera mencegah, namun gagal. Irgita tak menghiraukan Jingga dan justru memanggil Semesta untuk mengunci Jingga di kamarnya.
"Ayah, tolong ayah jangan kayak gini," ucap Jingga sambil meneteskan air mata. Ia meronta-ronta meminta agar Semesta tak mengurungnya di kamar.
"Ayah, Jingga mohon. Jangan siksa Senja, dia juga anak ayah."
"Dia harus diberi pelajaran," kata Semesta lalu mendorong Jingga masuk ke kamar gadis itu dan menguncinya.
"AYAH, BUNDA ... AY-AYAH ... JINGGA MOHON." Jingga menggedor-gedor pintu kamarnya sambil menangis meraung.
Sementara disisi lain, Irgita dan Samudra memasuki kamar Senja. Senja yang awalnya duduk diam di balkon kamar terkejut lalu menghampiri kedua orang tuanya.
"Ayah, Bunda ... ada ap—"
Ucapan Senja terhenti ketika Semesta tiba-tiba menamparnya. Sudut bibir gadis itu mengeluarkan sedikit darah, serta pipinya yang memerah.
"Kamu memang cuma bisa bikin saya malu," ucap Semesta dengan mata yang menyorot Senja tajam.
"Maaf, ayah." Senja mulai menjatuhkan air matanya kembali. Dimata kedua orang tuanya, Senja adalah anak tak berguna dan pembuat masalah. Itu juga yang membuat Senja merasa sakit hati.
"Kamu harus diberi pelajaran," ucap Irgita. Semesta membuka ikat pinggang yang ia gunakan, lalu memukul paha Senja dengan ikat pinggang tersebut. Sedangkan Irgita sudah siap dengan sapunya dan memukul tangan, perut serta punggung Senja dengan ganggang sapu itu.
"Maafin Senja," ucap Senja meringis dengan tangis yang tak terbendung. Bebebarap kali ia terjatuh karena rasa sakit di kakinya, namun kembali dipaksa berdiri oleh semesta.
"Kamu harusnya tidak usah lahir," ucap Irgita sembari menarik rambut Senja keras hingga gadis itu mendongak.
"Senja gak minta di lahirin, Bunda."
"Kamu harusnya sadar diri! JANGAN BUAT KAMI MALU!" bentak Semesta yang masih mencambuk paha dan betis Senja dengan ikat pinggangnya.
"Maaf, Ayah. Senja gak bermaksud." Setelah mengatakan hal tersebut, Senja jatuh terduduk. Ia lalu memeluk kaki kedua orang tuanya memohon untuk diampuni, namun bukannya memaafkan, kedua orang tuanya justru kembali memukul gadis itu.
"KAMU HARUS TAU POSISI KAMU DISINI!" kata Irgita dengan memukul kepala Senja dan menendang gadis itu hingga terjengkal ke belakang.
"Maaf, Jangan siksa Senja. Senja juga anak kalian kan?" Senja menangis meraung sambil memohon. Darah segar kini telah mengalir di punggung gadis itu, luka yang ia dapat dari Luna tadi kini semakin parah.
"Kami tidak butuh anak seperti kamu!" murka Semesta lalu memukul sisi wajah Senja hingga lebam. Keduanya kembali menyiksa gadis itu, entah itu memukul, mencambuk, menampar, menendang atau bahkan menjambak. Sekeras apapun Senja memohon untuk dimaafkan dan tidak di pukul, kedua orang tuanya tak memperdulikan gadis itu.
Wajah dan tubuh Senja sudah penuh dengan luka, gadis itu pun semakin melemah hingga akhirnya pingsan. Melihat anaknya yang tergeletak tak sadarkan diri, barulah keduanya berhenti. Sebetulnya ada rasa tak tega di hati Irgita maupun Semesta ketika melihat sang putri jatuh tergeletak karena ulah mereka sendiri, namun kebencian di hati keduanya masih mendominasi hingga rasa kasihan itu tertutupi.
Bukannya segera membawa Senja ke rumah sakit atau mengobati gadis itu, mereka justru meninggalkan Senja, membiarkan gadis itu tergeletak pingsan dengan luka yang cukup banyak.
Kejadian seperti ini bukan kali pertama yang Senja alami, namun tetap saja menyakitkan. Hidup Senja memang semenyedihkan ini, hingga gadis itu sempat berpikir jika bahagia adalah satu kata yang mustahil ia dapatkan. Jangankan untuk dicintai orang lain, keluarganya sendiri bahkan membencinya.
Ia memang terlihat kuat dan keras, namun hati gadis itu sudah lama hancur, psikis gadis itu semakin memburuk, serta raganya yang semakin rapuh. Sedari kecil ia tak pernah mendapat elusan lembut, kalimat cinta, atau hadiah yang bagus.
Senja juga tak pernah berniat membuat keluarganya malu, ia selalu berusaha membuat orang tuanya bangga. Dari kecil hingga lulus SMP, Senja menjadi siswi terbaik dan sangat cerdas, ia juga menguasai banyak bidang. Tapi semua yang gadis itu lakukan tak pernah berarti untuk Irgita dan Semesta, hingga akhirnya ia memutuskan menjadi Senja yang sekarang kita kenal. Senja yang kasar, brutal, tak kenal aturan dan pembangkang, itu semua ia lakukan hanya untuk menarik perhatian kedua orang tuanya. Walau pada akhirnya justru hal seperti ini yang ia dapatkan.
Senja lelah, ia selalu mengeluh diantara sujud-sujudnya. Tapi untuk menyerah? Senja tak akan melakukan itu. Dirinya sudah bertahan sejauh ini. Jika hari ini buruk, besok mungkin tidak. Ia akan bertahan sampai besok, besok, lalu besoknya lagi.
__STJ__
Share cerita ini atuh, masa kalian tega ama aku :(
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Jingga (End)
Teen FictionJingga pikir, memiliki saudara kembar adalah hal yang menyenangkan. Ia pikir keduanya akan akrab dan saling menyayangi. Namun ternyata Jingga salah, Senja justru membencinya. Senja benci segala hal tentang Jingga, sampai pada akhirnya Jingga harus s...