Senja berjalan menuruni tangga, menyapa Bunda dan Ayahnya yang berujung pengabaian seperti biasa, lalu duduk di kursi samping Jingga.
"Pagi, Ja," sapa Jingga dengan senyum manis. Senja hanya berdeham sebagai jawaban, yang berakhir dengan mendapat teguran.
"Kalo disapa Jingga tuh bales," ucap Irgita membuat Jingga tertawa sarkatis.
"Terus kalo Senja nyapa kalian, kenapa gak dibales?" tanya Senja membuat Irgita terdiam, tak tahu harus merespon apa.
"Jingga, kenapa kamu gak naik mobil lagi?" tanya Semesta mengalihkan topik.
"Jingga lebih nyaman naik angkot, Yah. Bareng sama Senja," jawab Jingga lalu tersenyum menoleh pada Senja yang memakan roti.
"Apa yang nyaman dari angkot? Panas dan penuh desakan," kata Semesta.
"Kamu pasti di paksa Senja untuk ikut naik angkot ya?" tuding Irgita.
Senja menaikkan sebelah alisnya, kenapa dia lagi? Bukan kah Jingga yang selalu mengikutinya dan berusaha mendekatinya?
"Senja aja terus yang disalahin," kesal Senja lalu bangkit berdiri.
"Memang kamu yang salah," ujar Irgita.
"Serah," balas Senja malas kemudian berlalu pergi dengan sebuah roti di tangan.
"Bunda, Ayah, bisa gak sih buat lembut sedikit sama Senja? Aku sama Senja itu sama, tapi kenapa perlakuan kalian harus beda? Kalau kalian nyakitin Senja, sama aja dengan kalian nyakitin Jingga," ujar Jingga lalu ikut bangkit.
"Assalamualaikum, Jingga berangkat," ucap Jingga lalu pergi tanpa salim.
Jingga berlari mengejar Senja yang berjalan di depan sana, lalu ikut memasuki angkot yang kembarannya itu naiki.
"Ja, maafin bunda sama ayah ya," pinta Jingga.
Senja tersenyum miring, "Gue gak pernah marah ataupun benci sama mereka, kan yang gue benci itu lo."
"Ohh, iya. Satu lagi. Jangan deket-deket, ataupun bantu gue. Karna gue gak butuh bantuan lo," sambungnya.
"Tapi kan—"
"Tau gak, lo itu gak lebih dari orang munafik?" sela Senja.
"Di depan, lo sok-sok bantuin ini itu. Padahal aslinya lo beberapa kali hancurin gue," kata Senja terkekeh.
"Aku gak sok, Ja. Aku beneran pengen bantu kamu," balas Jingga.
"Ohh, ya?" Senja menaikkan sebelah alisnya.
"Kalo gitu balikin kasih sayang orang tua gue."
"Ohh, salah. Gue kan belum pernah sekalipun ngerasain kasih sayang mereka ya?" Senja terkekeh pelan. "Yang bener itu, bikin mereka sayang sama gue," lanjutnya sambil menepuk bahu Jingga pelan, lalu kemudian meminta turun kepada sang sopir angkot.
Setelah membayar, Senja berjalan keluar entah hendak kemana. Sedangkan Jingga masih terdiam karena perkataan Senja. Hingga akhirnya angkot itu mulai menjauh, meninggalkan Senja yang berjalan berlawanan arah.
"AKU BAKAL BERUSAHA SENJA, AKU BAKAL PERBAIKI SEMUANYA," teriak Jingga yang entah didengar oleh Senja atau tidak.
***
Senja duduk dengan santai di dalam sebuah ruangan, ruangan yang paling dihindari oleh siswa di sekolahnya, namun menjadi langganan Senja.
"Senja, kapan kamu mau berubah? kerjaan kamu cuma bolos dan ikut tawuran saja," ucap Bu Desi—Guru BK di sekolah Senja.
"Kapan-kapan," balas Senja enteng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Jingga (End)
Teen FictionJingga pikir, memiliki saudara kembar adalah hal yang menyenangkan. Ia pikir keduanya akan akrab dan saling menyayangi. Namun ternyata Jingga salah, Senja justru membencinya. Senja benci segala hal tentang Jingga, sampai pada akhirnya Jingga harus s...