Bagian 17

967 113 0
                                    

 hehehe update aku pagi bingitzz ya
Tapi jam segini emang bisa dibilang pagi?
Atau dini hari? Ntahlah pokoknya author publish pukul 01.00

Happy reading


Seperti pagi pagi sebelumnya Davisa selalu berangkat sekolah dengan Aska sejak berubahnya status Davisa menjadi pelindung Aska. Pagi ini bibir mungil milik Davisa tak henti-hentinya melengkung keatas pertanda suasana hati gadis itu sedang senang. Ini di sebabkan hari ini adalah hari dimana bundanya akan pulang dari luar kota.
 
Beberapa hari yang lalu, seperti yang dijanjikan Nia bahwa lusa Nia akan pulang dari luar kota membuat Davi kalangkabut luar biasa bahagia, sangking senangnya Davisa menunggu Nia pulang, gadis itu rela delivery makanan untuk makan bersama dengan Nia, namun saat sudah siap ponselnya berdering. Davisa mendapat kabar dari bundanya bahwa Nia tidak pulang pada hari itu dan akan pulang 4 hari lagi. Kabar itu langsung membuat Davisa menangis selama lima jam lamanya seperti anak empat tahun di kamarnya.

Ingin sekali Davi menelpon Nia agar segera pulang, tapi Davi tak sejahat itu membuat Nia banyak pikiran, Akhirnya Davi lebih memilih menunggu empat hari lagi dalam suasana hati yang kurang bahagia.

Namun kesedihan beberapa hari yang lalu akan terbayarkan dengan kepulangan Nia hari ini. Davisa sangat tidak sabar menunggu jam sekolah selesai dan menjemput bundanya di bandara. Tapi reality tidak sesuai dengan ekspetasi. Jam masih menunjuk pukul tujuh pagi dan bel masuk akan berbunyi lima menit lagi.

Davisa hanya bisa duduk diam di bangkunya lalu menghela nafas berat, menerima kenyataan yang sangat-sangat menyiksa.

"Davi! Pr matematika lo udah belum? Pasti udah kan? Iya kan? Lo kan pinter di matematika" suara bariton itu membuyarkan lamunan menyedihkan Davisa.

Davi melihat sekilas orang itu lalu menganggukkan kepala singkat dan langsung menelungkupkan kepalanya di atas lipatan tangan. Sesaat kemudian bukannya ketenangan yang Davi dapatkan melainkan jitakan hebat dikepalanya.

"aduh! Apaan sih?! Ganggu banget!" Davi mengusap kepalanya berharap sakit di kepalanya menghilang.

"lo sih, gue tanya malah tidur" sewot orang itu sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

"ya lo yang apa-apaan! Gue udah jawab tadi!" balas Davi tak kalah sewot bahkan suaranya ikut mengeras. Hati yang resah dan gelisah selama empat hari ini masih menghantuinya di tambah cowok di depannya menambahi pikirannya. Davi sudah ingin meluapkan emosi saja pada orang didepannya.

"lo peka dikit napa! Gue mau minta contekan ke lo!" biasanya orang jika minta contekan pasti dengan nada sehalus mungkin, tapi ini sebaliknya malahan di nada bicara orang itu penuh kemarahan dan kejengkelan. Membuat siapa saja ingin murka tak terkecuali Davi.

"lo nggak minta contekan ke gue tadi! Lo cuma tanya!" Dira dan Anin menolehkan kepalanya ke belakang dimana tempat Davi duduk dan berdebat dengan satu cowok. Suara kedua orang itu sangat mengganggu aktifitas menyalin jawaban mereka yang begitu penting.

"tapi kan tadi gue ngode!"

"gue nggak butuh kode-kodean alay tahu nggak!"

"salah siapa lo nggak suka kode-kodean?! Kan lo jadinya nggak ngerti gue kode lo!"

"lo kok nyolot sih?!"

"lo yang mulai!"

"Adi monyet!"

"Davi kingkong!"

"DIAM!!"

Seketika kelas menjadi hening setelah mendengar suara bariton yang terdengar sangat tegas dan dingin apalagi aura mengintimidasi membuat kedua orang yang berdebat tadi langsung kicep.

DAVISA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang