Alloo semua udah up ya
Yuk langsung di bacaSelain itu aku mau bilang
Yok komen dan vote sebanyak-banyaknya
Sebenarnya aku pengen kasih target
Tapi selain karena di sini aku baru jadi penulis abal-abal dan nggak tega kalau kalian harus tunggu target tercapai dulu baru ceritanya update.
Jadi aku memutuskan nggak ada target target kayak gitu.Ramein komen ya, jangan lupa vote
Selain itu
makasih buat kalian yang udah vote dan komen.Kalau gitu sampai sini aja ya aku curhatnya babay sampai ketemu di next chapter:)
•
•
•
•“masih jauh?”
Davisa menatap laki-laki di sebelahnya lalu tersenyum simpul “udah deket kok"
Aska menghela nafas berat, setelah Davisa memarkirkan mobil gadis itu menuntun dirinya untuk berjalan ke suatu tempat. Tapi menurut perkiraan seorang Aska, sepertinya mereka sudah berjalan hampir setengah jam lamanya.
Setiap ia menanyakan masih jauh atau tidak jawaban Davisa selalu sama. Membuat Aska frustasi sendiri. Andai bisa melihat sudah Aska pastikan untuk membuang gadis itu ke rawa-rawa lalu ia pulang ke rumah. Tapi sayang seribu sayang, ia tidak bisa melakukan itu.
Mau kabur dan pulang sendiri juga percuma, tahu dimana saat ini dirinya berada juga tidak. Lalu mau pulang sendiri? Siap-siap saja jadi bahan lelucon masyarakat atau di sepanjang jalan entah dirinya tersandung batu, jatuh ke selokan, menabrak orang, pohon, bangunan dan kemungkinan terbesar tertabrak kendaraan itu salah satu hal yang paling tidak ia inginkan.
Jadi lebih baik kali ini Aska harus mengikuti gadis yang sering kali ia juluki aneh. Kenyataan.
“akhirnya kita sampai juga, setelah melewati pepohonan yang begitu rindang juga gelapnya malam" suara Davisa menyadarkan Aska dari lamunannya.
“kita dima-" ucapan Aska berhenti ketika ia baru menyadari kalimat terakhir yang gadis aneh itu ucapkan.
“ini hutan?” Aska sudah memasang wajah sangar membuat Davisa ketar-ketir melihatnya.
“mmm.... emang kalau hutan kenapa?” tanyanya dengan wajah polos.
“mau bunuh gue? Dendam lo?”
Davisa mengatupkan bibirnya menahan tawa. Ia tak menyangka seorang Aska bisa takut dengan dirinya. Hohoho Davisa merasa akhirnya sang majikan tampan ini punya rasa takut dengan sang bawahan.
“tadinya gue nggak ada pikiran bunuh lo sih, tapi kayaknya itu bagus juga. Gue bisa jual organ tubuh lo, kaya deh gue" dalam hati Davisa tertawa melihat raut wajah Aska yang menggeram kesal.
Sebenarnya niat Davisa mengajak Aska keluar adalah menuju hal baik tapi orang yang ia ajak ini tidak ada rasa terima kasih atau apapun itu. Davisa sedikit kesal saat Aska mencurigainya dari awal mereka pergi hingga sampai di tujuan.
Dengan jahil Davisa menyentuh bahu Aska namun kejadian setelahnya di luar ekspetasi. Tiba-tiba Aska menarik dan memelintir tangan Davisa yang bertengger di bahunya.
“aduh! Sakit! Lepasin Woy! Ini tangan bukan boneka" Davisa mendesis kesakitan, ia ingin sekali menonjok wajah Aska saat ini tapi ia tak berdaya.
“lo mau main-main sama gue?”
Tubuh Davisa menegang mendengar suara berat Aska tepat berada di telinganya. Apalagi jarak keduanya begitu dekat.
“m-mau main-main gimana? Ini tangan gue lo pelintir, kalau lo pengen main ayok lah gue temenin” tubuh Davisa sudah panas dingin apalagi aura mencekam yang keluar dari tubuh Aska.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVISA
Teen Fiction{ON GOING} Typoo bertebaran "lo punya mata nggak si?! Lo kira jalan gede gitu bisa se enaknya lo lewati tanpa toleh kiri kanan? Mata tuh di gunain jangan di buat pajangan doang!" Davi menutupi kegugupannya dengan mengomeli pria di depannya. "nggak" ...