°•°
Laki-laki dengan jersey melekat di tubuhnya menghela nafas gusar. Laki-laki berparas cukup tampan itu mengeraskan rahangnya melihat skor yang ia dapat di babak pertama berada di bawah sang lawan.
Tatapannya terus menyorot tajam pada orang di depan sana.
“uwwshh udah mau meledak sih ini, kepala lo berasap banget" Davisa datang sambil mengkibas-kibas kedua tangannya di atas kepala Erlang.
“dasar cebol"
Bugh!
Tanpa belas kasih minuman yang sedari tadi berada di tangannya langsung ia daratkan di atas kepala Erlang sedikit kasar. Sebenarnya kalimat Erlang yang amat keji di telinga Davisa itu benar adanya tapi seikhlas apapun dirinya menerima kekurangan ini tetap saja hatinya dongkol ketika mendengar kata cebol.
“jadi cewek itu yang manis dan lemah lembut, nanti nggak ada yang doyan sama lo gimana?” Erlang menatap Davisa sebal seraya meneguk minuman isotonik dari gadis itu.
“gampang, tinggal gue geret lo ke KUA beres" jawab Davisa dengan seringaian yang cukup membuat Erlang menyentil dahi gadis itu.
“baru gue tinggal beberapa bulan, tapi udah nakal aja"
“dedek udah besar akang, bukan lagi budak-budak kecil" Davisa mengubah suaranya menjadi seperti anak kecil dengan kedua tangan memeluk tubuhnya.
Erlang tersenyum melihat tingkah sahabatnya, dengan kelakuan Davisa yang bisa di bilang kurang waras dapat menjadi mood booster tersendiri untuknya. Erlang mengusap puncak kepala Davisa dengan senyuman yang setia terpatri di wajahnya.
“makanya cari pacar, jadi ngenes gini kan lo. Cuma bisa ngelus kepala gue dan Nggak ada yang semangatin, nggak ada yang bilang i love you, aku selalu di sampingmu meskipun nanti kamu kalah aku akan tetap bersanding denganmu” cibir Davisa
Erlang berhenti mengusap kepala gadis itu lalu berganti menjewer telinga Davisa dengan mata melotot nyaris keluar dari tempatnya.
“aduh Erlang! Sakit ini Astaghfirllah, kejam kau kakanda" Davisa menjerit kesakitan dengan kedua tangan yang berusaha melepas jeweran Erlang.
“makanya jadi anak jangan ngerusuh" Erlang melepas jewerannya berganti mengusap telinga Davisa yang memerah.
“bapang jahat, tega engkau menyakitiku" racau Davisa dengan muka cemberut, sedangkan Erlang mengerutkan dahinya mendengar kata pertama yang di ucapkan gadis di depannya.
“bapang?”
Davisa mengangguk dengan raut muka yang kembali ceria “iya bapang, di dunia ini panggilan bapak, ayah, papa, dady udah sering banget di pakai. Jadi panggilan spesial dari anakmu tersayang untuk ayahnya ini adalah bapang"
Erlang tertawa terbahak-bahak setelah mendengar penjelasan Davisa. Lucu sekali mendengar panggilan bapang. Sangat limited edition.
“sekarang mulut lo beralih jadi komedian ya udah nggak pedes lagi”
Davisa mengerucutkan bibir melihat Erlang tertawa mengejeknya, namun sedetik kemudian gadis itu tersenyum tipis. Usahanya membuat Erlang agar tidak sedih lagi mengenai poin yang laki-laki itu dapatkan sukses berhasil.
“Erlang" panggilnya menghentikan tawa laki-laki itu.
“kenapa?”
“jangan terlalu memaksakan diri, gue nggak mau lo kenapa-kenapa”
Erlang memandang Davisa yang sedari tadi menundukan kepala, lalu beralih menatap tajam Reno yang juga sedang menatapnya remeh.
“tenang aja, gue tanding di sini karena ini juga kemauan gue sendiri. Lagian gue gak bakal biarain tubuh gue lecet cuma buat ngelawan anak curut macem dia" Erlang merangkul bahu Davisa membuat gadis itu mengangkat kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVISA
Teen Fiction{ON GOING} Typoo bertebaran "lo punya mata nggak si?! Lo kira jalan gede gitu bisa se enaknya lo lewati tanpa toleh kiri kanan? Mata tuh di gunain jangan di buat pajangan doang!" Davi menutupi kegugupannya dengan mengomeli pria di depannya. "nggak" ...