⚡3G Signal⚡
"Eh Gam, tapi 'kan mama gue taunya gue nunggu di halte," cetus Hama ketika langkah Gama membawanya ke teras Indomart. Cowok itu duduk di salah satu kursi yang tersedia disana. Raut wajahnya terlihat kusut, inginnya Hama bertanya apa yang mengganggu lubuk hati Gama, namun ia sudah lebih tau endingnya bagaimana—siswa itu pasti enggan menjawab.Praktis, Gama memukul meja sembari menatap nyalang Hama. Dapat dia lihat ekspresi cewek itu seketika berubah tegang, bahkan kulit sawo matangnya memucat. Dengan merasa bersalah, dia menunduk, mendengus pelan seraya mengusap wajahnya. Sungguh dia tak tahu harus bersikap bagaimana menghadapi perempuan. Menghadapi anak laki-laki sepantarannya saja kadangkala dia jengah, karena memang sejak kecil dia dihasut oleh fakta bahwa mahluk sosial tidaklah benar, pada dasarnya selagi ada uang dia bebas ingin melakukan apa saja. Selalu 'meninggi' bagaimanapun keadaannya adalah sikap yang diajarkan oleh orangtuanya.
Hama meneguk salivanya. Ragu-ragu ia kembali berkata, "Ya-yaudah gue balik ke halte aja, ya... Takut mama gue nunggu disana, bye!"
Sontak Gama mendongak. "Bisa gak usah nyebut-nyebut emak lo?! Kepala gue lagi pusing!" bentaknya.
Nyaris membuat Hama menyeletuk kasar. Sedetik kemudian ia menggeleng tak percaya. Selain berdarah dingin, tak pandang bulu, rupanya Gama juga seorang cowok yang memiliki empati seadanya, sopan seadanya, baik seadanya. Terlalu apa adanya, terkadang nyaris Hama berfikir apa kelebihan Gama selain wajahnya yang menawan? Ia memang penyuka lawan jenis berwajah rupawan, stylelist, dan sedikit dingin (alasannya agar persis seperti di Novel picisan)—awalnya. Tapi setelah mengenal Gama, batinnya mengatakan bahwa Gama adalah manusia biadap yang terlanjur ada di muka Bumi.
"Gak usah salahin mama gue dong! Bisa gak sih lo gak egois sekali aja?! Yang lo mau semua orang ngertiin lo! Tapi lo ibarat dikasih hati minta jantung! Mentang-mentang lo orang berada, jangan seenaknya lah! Lo fikir hidup cuman buat orang-orang berada kayak lo?!" Hama mendelik tajam. Nafasnya memburu, tanpa banyak berceloteh lagi ia berlenggang pergi dari Indomart yang tumben sekali sudah beberes ingin tutup sore itu.
Gama mengacak rambutnya frustasi. Fikiran yang berkecamuk membuat emosinya tak terkendali. Belum lagi perkataan Hama persis angin topan yang semakin memporak-porandakan hatinya.
Tanpa sadar Gama memukul meja untuk yang kesekian kalinya, kali itu lebih kencang, membuat pegawai Indomart memfokuskan pandangan mereka padanya. Beberapa pelanggan Indomart yang masih berlalu-lalang juga menoleh mengarahnya.
Kini Gama benar-benar sendiri. Dia tak tahu harus melampiaskan emosinya kepada siapa. Tapi individualnya berkata melampiaskan emosi kepada orang lain adalah hal yang rendah. Cukup Hama saja, dia tak ingin mengulangi kesalahan sekaligus sikap remehnya lagi. Dia harus meninggi, menjadi awan teratas dari awan-awan lainnya.
⚡3G Signal⚡
Malam sekali Gavin baru menarik gagang pintu rumahnya ke dalam, kakinya melangkah gontai memasuki ruangan yang tidak seberapa. Seatap tanpa adanya kehadiran orangtua tidaklah mudah; pagi-pagi sekali dia harus pergi ke dapur sekedar memasakkan telur dadar untuk para adiknya, lanjut bersekolah, dan bekerja paruh waktu di beberapa tempat sepulang sekolah. Tapi hari itu dia hanya bekerja di sebuah minimarket, lalu kafe dekat mall yang tak jauh dari rumahnya. Tidak seperti biasa dimana dia bisa bekerja maksimum 4 tempat dalam sehari. Tentu dia kualahan. Dia hanya anak SMA yang masih dibawah umur, bukan berarti dia menjalani itu semua tanpa mengeluh. Kadangkala dia meratapi hidupnya yang serba salah. Pernah dia merasakan bahagia, namun rasa bahagia itu hanya sebatas uang. Kini saat dia mencoba gaya hidup yang lebih sederhana, sialnya dia justru terperangkap dalam tanggungan hidup itu sendiri. Tak jarang dia merenung, apakah itu karma karena segala perlakuan buruknya atau bentuk dari sifat tidak bersyukurnya yang selalu hinggap seolah tak dapat dimusnahkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
3G Signal
Teen FictionIni cerita Hama. Perempuan tangguh yang mendamba-dambakan sahabat setia sejak kecil. Tapi sialnya saat SMA ia justru berteman dengan Gavin, Gio, dan Gama. Memang mimpinya terkabul, namun dibalik itu Hama mendapat musibah besar. Menjadi teman peremp...