Hama dibuat gugup ketika seorang pelanggan menyodorkan sekaleng minuman cincau yang dia beli mengarahnya. Bukan gugup karena ia tidak berpengalaman menjadi kasir, lebih tepatnya pembeli tersebut seakan mempunyai aura hitam yang membuat bulu kuduknya berdiri seketika. Saat itu juga bukan kali pertama ia melihat pembeli berpakaian kaos putih dengan masker hitam, tak lupa topi adidas hitam yang menutupi rambut hitamnya, melainkan setiap kali ia pergi ke toko agen sembako milik papanya ia selalu melihat wujud pembeli tersebut dengan setelan yang sama, tapi lebih sering ia melihat pembeli itu tengah duduk di bangku toko sepatu yang berhadapan dengan toko agen Zai.
Sungguh Hama tak berani menatap mata cowok tersebut, ia selalu dibuat takut lebih dulu dengan auranya. Meski begitu ia tahu cowok itu pasti berketurunan Ras Mongoloid dari kulitnya yang putih bak susu.
"Berapa?" tanya cowok tersebut dengan nada suara berat yang jelas tidak dibuat-buat.
Hama mengatur nafasnya agar tidak terciduk bahwa ia tengah dilanda gugup, lalu menjawab, "Lima ribu."
Cowok itu menyodorkan selembar uang berwarna merah mengarahnya. Hama tentu sedikit terkejut, entah apa tujuan pembeli itu menyodorkan uang bermata rupiah besar, namun dengan sergap Hama menerima uang tersebut, ia menaruhnya di laci meja yang terdapat banyak segala jenis uang disana, kemudian berniat mengembalikan kembalian uang Rp.100.000-an itu.
"Ini kembaliannya, terimakas-" Hama mendongak. Ia tertegun, sudah tidak ada orang itu disana. Dengan langkah lebar ia berjalan keluar toko, berharap agar cowok itu masih menangkring di bangku toko sepatu depan toko agen papanya. Ternyata benar, cowok itu sudah ada di depan sana, tapi cowok itu berdiri dengan sebelah tangan yang dimasukkan ke dalam kantung celana. Beberapa detik mereka berkontak mata, namun keduanya tetap tidak bergeming.
Hama berniat menghampirinya, namun baru saja ingin menyebrang jalan, cowok itu sudah memasuki mobil berwarna silver yang baru saja berhenti di tepi seberang sana, membuat langkah Hama tertahan. Ia hanya memperhatikan mobil itu yang lambat laun semakin menjauh dan hingga akhirnya tidak terlihat lagi. Matanya beralih menatap beberapa lembar uang yang ada di genggamannya, lalu mendengus pelan, dan kembali masuk ke dalam toko agennya. Banyak kejadian aneh pada hari itu, mendadak membuat otak Hama ikut berfikir keras. Apakah ada dalang yang merencanakan semua itu? Tapi rasanya tidak mungkin, dari mulai ia mendapat bully-an, diikuti oleh orang asing, hingga seorang cowok ber-Ras Mongoloid tadi yang selalu menongkrong di depan toko agen papanya seakan memantau semua kegiatan di agen toko Zai, tapi sepertinya itu semua hanya kebetulan.
Mengingat perihal pem-bullyan yang ia dapat di sekolah membuatnya berambisi keras untuk mengalahkan Hana. Apakah harus ia mencari fakta tentang kehidupan Hana agar bisa menyebar luaskan semua hal yang bersangkutan dengan cewek itu ke seantero sekolah? Walau begitu agaknya ide tersebut bukan hal bagus, justru ialah yang terlihat sangat jahat.
"Hana, lo tuh maunya apa sih?" monolognya sembari mencoret-coret kertas dengan menulis sederet bahasa kasar disana. Tentu saja kertas yang sudah dibanjiri bahasa kotor itu nanti akan ia buang sesegera mungkin sebelum Zai melihat.
Hama merenung, menatap lantai toko dengan khidmat. "Woi, 'hama rabies'!" Ia lantas terkesiap. Matanya terbelalak mengingat seruan mamanya tadi. Dari mana mamanya mengetahui nama panggilan tersebut?
"Gama! Chat dari Gama belom gue apus! Sialan!" Tanpa sadar Hama memukul meja toko cukup kencang. Ia lupa menghapus pesan dari Gama kemarin dan sudah tentu mamanya pasti melihat pesan tersebut. Ia berdecak kesal, merutuki kebodohannya yang lupa memakai keaman untuk sementara agar handphone-nya terhindar dari bajakan sang mama.
"Bego banget sih lo, Ham!" makinya teruntuk diri sendiri, kemudian mendengus kasar, lalu kembali termenung, melupakan pesan papanya yang mewajibkan untuk tetap fokus. "Tapi untuk apa coba Gama chat kayak gitu ke gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
3G Signal
Fiksi RemajaIni cerita Hama. Perempuan tangguh yang mendamba-dambakan sahabat setia sejak kecil. Tapi sialnya saat SMA ia justru berteman dengan Gavin, Gio, dan Gama. Memang mimpinya terkabul, namun dibalik itu Hama mendapat musibah besar. Menjadi teman peremp...