Seorang murid dengan rambut panjang dikuncir kuda keluar dari toilet. Dia merasa dirinya sudah lebih segar dari sebelumnya setelah membasuh wajah dengan air kran. Toilet siswi juga sepi, membuatnya mudah mengatur napas. Sungguh dia membenci perhatian, dia membenci dirinya menjadi objek tatapan orang-orang.
Hanya satu, dia selalu ingin berada di zona nyaman. Tidak ada gangguan, tidak ada perhatian, walaupun mungkin itu akan merugikannya di masa depan. Tapi realitanya dia hidup di masa kini, hanya untuk hari ini.
Tak lama siswi itupun keluar dari toilet sembari menoleh ke kanan dan ke kiri. Nihil, dia tidak menemukan wujud temannya diluar. Setelah menghembuskan nafas, dia melangkah berniat menghampiri kelasnya. Mungkin temannya sudah lebih dulu dipanggil untuk pementasan drama yang dilaksanakan masing-masing kelas. Meski bagaimanapun nanti dia harus berterimakasih.
Dia berjalan menaiki tangga yang berada dekat dengan kelas X IPA 1 yang mana ada di paling ujung lorong sekolah sebelah utara. Lorong sekolah terbilang sangat sepi dan gelap meski siang hari, karena tidak seperti hari-hari biasanya, murid-murid SMA Pitalaya tidak beredaran di setiap penjuru sekolah. Dari yang pintar sampai sedikitnya berandalan yang masuk sekolah hari itu memilih untuk melihat pementasan drama di ruang aula.
Sampailah dia di ujung lorong sebelah utara. Langkahnya tak langsung bergerak begitu melihat mading yang terpasang di dinding dengan beberapa abu di lantainya.
Reva tentu tidak akan melewatkan hal itu, dia menekuk lututnya, lalu mengambil sedikit abu tersebut untuk merasakan teksturnya yang masih sedikit kasar. Sedikit panas, namun masih bisa dikendalikan, teksturnya juga seperti kertas yang sengaja dibakar— tidak ada jawaban lain yang terlintas selain dengan menggunakan korek api. Dia merasa, pasti abu tersebut ada hubungannya dengan mading, karena abu masih terasa sedikit panas dengan bekasnya yang sedikit berserakan di lantai, pasti dibakar sejak dia masih berada di dalam toilet tadi, lalu sengaja diinjak abunya, alias sang pelaku pasti sudah cukup lihai untuk merekayasa nantinya, jadi cenderung santai hingga menterbelakangi akibat yang diperbuat.
Dan sepertinya kali ini dia tahu siapa sang pelaku yang tidak terima dengan seseorang yang sengaja menyebarluaskan gosip dengan mading menjadi pelariannya. Pasti sulit menjadi orang itu, hari demi hari selalu diingatkan dengan masa lalu yang seharusnya dilupakan, di tenggelamkan sedalam mungkin— meski dia tidak bilang itu hal yang mudah.
Reva berniat meninggalkan tempat tersebut, dengan memutar balik arah tidak jadi melewati tangga utara, karena selepas menaiki tangga terdapat CCTV beserta sarang laba-laba disudut ruangan yang direkayasa bahwa alat itu diduga tidak berfungsi, padahal dia tahu pasti Kepala Sekolah dibantu para guru sengaja mengelabui seluruh murid dengan tidak menyatakan fakta— mungkin hanya beberapa alumni dan terhitung jari para murid yang menyadari hal tersebut, seperti dirinya.
Jadi sudah jelas, dia memilih putar balik untuk tetap berada di zona nyamannya, walaupun itu akan membuat kakinya pegal dikarenakan harus berjalan ke lorong bagian barat yang juga terdapat tangga menuju lantai 2 disana, namun baru 2 langkah kakinya mendadak kaku, memikirkan kejadian apalagi yang akan menimpa temannya, tipikal orang yang serba acuh tak acuh. Maka dari itu dia membalikkan tubuhnya, kemudian berfikir sejenak. Matanya menangkap kelas X IPA 1, salah satu kelas yang pintunya terbuka.
Entah apa yang dia perbuat sampai melenceng jauh dari prinsip hidupnya, Reva memutuskan untuk mengambil pengki dan sapu dari kelas X IPA 1, lalu membersihkan abu tersebut dan berlarian ke tong sampah yang jauh diarah barat, supaya orang-orang tidak mencurigainya. Karena lelah untuk kembali ke lorong utara yang gelap sekadar mengembalikan pengki dan sapu pada tempatnya, dengan mengandalkan peralatan kebersihan tersebut yang tidak dilabeli nama kelas, dia memilih memasukkan asal benda tersebut ke kelas X IPS 3 dekat dengan posisinya, juga dengan pintu kelas yang terbuka lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
3G Signal
Teen FictionIni cerita Hama. Perempuan tangguh yang mendamba-dambakan sahabat setia sejak kecil. Tapi sialnya saat SMA ia justru berteman dengan Gavin, Gio, dan Gama. Memang mimpinya terkabul, namun dibalik itu Hama mendapat musibah besar. Menjadi teman peremp...