Gama dengan sangat terpaksa memelankan laju motor ninjanya hingga berhenti di tepi jalan. Dia menggertakkan giginya dibalik ekspresi datar andalan yang dilihat orang-orang ketika benda persegi panjang di dalam kantung celananya berdering cukup lama. Entah sudah keberapa kalinya benda itu berdering. Alih-alih menghirup udara di petang hari, yang ada sepanjang jalan pahanya ikut bergetar akibat deringan tersebut.
Merasa terusik, pemuda yang selalu menjadi bahan perhatian dimanapun tempat itu mengangkat panggilan suara dari sang Papa. Dengan sengaja, Gama memilih enggan bersuara lebih dulu, melainkan menunggu Papanya berbicara.
"Kamu kemana aja, Gama? Papa itu dari tadi telepon kamu gak diangkat-angkat!!"
Masih tidak ada jawaban dari Gama. Sampai terdengar hembusan napas pelan dari Saga di seberang sana. "Maafin Papa, Gama. Iya, memang ini salah Papa. Tapi kemarin itu Papa terpaksa melakukannya, karena ada urusan dengan Detektif Rafli dan itu memang mendadak...kamu pasti paham maksud Papa."
Bahkan Gama tak kunjung mengerti mengapa Papanya hidup dalam angan-angan yang tidak pasti, padahal diluar itu keluarganya butuh keberadaan seorang Papa dirumah. Terlepas dari semuanya salah paham dan tujuan Saga baik, tetap saja pria berkepala 4 itu salah.
"Siapa yang bilang saya ngerti? Yang saya tau situ tetep gak pernah ke rumah. Gak pernah jenguk Mama."
Untuk beberapa saat Saga dibuat terdiam mendengarnya. Jujur saja dia belum siap mengungkap secara gamblang kepada anggota keluarganya perihal seluk-beluk kontroversial yang menyangkut dirinya, terlebih melihat tanggapan Gama, belum tentu anggota keluarganya yang lain terima.
"Itu..akan Papa pikirkan lagi. Tapi Gama, Papa ingin kamu..."
"Kak Alaris mau datang. Jangan sampai Kak Alaris mutusin semuanya," potong Gama, kemudian mematikan sambungan telepon dengan sepihak. Sedikit menyimpan rasa menyesal, karena akhirnya dia justru penasaran. Pikirannya terus menerka dari hari kemarin, kira-kira siapa diantara ke-5 temannya yang Papa dan Detektif Rafli curigai, dan kenapa Saga meminta bantuan kepadanya?
"Gam, mau masuk Raleven gak? Nanti gue bilang Bang Binar, ayolah masuk!"
Gama seketika mengernyitkan dahinya, merasa ada yang mengganjal. Memang dia mengetahui bahwa Gio yang membuat hidupnya semakin jatuh, tapi mengenai perkumpulan remaja yang misterius seperti apa kata Papanya, sepertinya bukan Gio. Gio bahkan tidak terikat dengan suatu perkumpulan para murid di sekolah, sudah jelas-jelas Gio selalu bersama dia, Gavin, dan Hama.
Lantas latar belakang seperti apa perkumpulan 'Raleven' yang Satria maksud?
⚡3G Signal⚡
Sore itu Hama menghirup udara segar, ia merentangkan kedua tangannya, dan tersenyum lepas. Aman, kali ini ia tidak perlu menghisap asap tembakau. Rasanya seakan seluruh beban hilang dalam sekejap.
Tidak jauh berbeda, Gavin pun ikut menikmati suasana petang hari, melihat rumah-rumah warga dari lantai paling atas rumah susun. Ternyata dunia tidak sekeji yang dia kira, bersama Hama dan melihat langit berwarna jingga, sudah cukup membuatnya bahagia. Meskipun tantangan lain masih menanti di depan mata.
Satu lagi, tidak ada yang kurang di mata Gavin. Tidak ada rokok pun, senyum Hama yang apa adanya hampir mendekati sempurna. Walaupun sebenarnya, Gavin tak kunjung melepas gigitan di bibir yang sengaja dia lakukan untuk menahan rasa gatal ingin menyesap rokok. Tapi terbesit rasa penasaran, jika Hama pecandu rokok, kenapa perempuan itu tidak merasa gundah saat tidak menghirup asap tembakau? Seharusnya semua pecandu rokok menunjukan gejala-gejala sepertinya.
Hama merogoh tasnya. Yang lebih tidak terduga oleh Gavin, ketika temannya itu mengeluarkan 3 bungkus rokok yang ingin diberikan kepadanya, padahal baru saja Gavin menaruh curiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
3G Signal
Novela JuvenilIni cerita Hama. Perempuan tangguh yang mendamba-dambakan sahabat setia sejak kecil. Tapi sialnya saat SMA ia justru berteman dengan Gavin, Gio, dan Gama. Memang mimpinya terkabul, namun dibalik itu Hama mendapat musibah besar. Menjadi teman peremp...