Hama tersentak kaget saat matanya menangkap sebuah rokok elektronik yang di pegang oleh Gama. Tidak seperti wajahnya yang tenang, sifatnya yang dingin, penampilannya yang kalem, ternyata cowok itu bisa juga berbuat nakal, walau mungkin bagi para Kaum Hawa para cowok merokok adalah hal yang lumrah, dan belum tentu cowok itu terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Tapi tetap saja baginya itu adalah hal yang tidak patut dilumrahkan, sudah termasuk terjerumus kedalam pergaulan bebas, dan tentunya tidak patut di tiru. Cowok perokok sangat bukan tipenya.
Tiba-tiba saja Gama menoleh kearahnya. Rupanya cowok itu menyadari keberadaannya.
Hama hanya menyengir, memperlihatkan sederet giginya yang putih, dengan kedua taring yang lumayan panjang persis vampir.
"Jangan-"
"Gak bakal. Toh, gue gak peduli lo mau ngerokok atau enggak, yang penyakitan ntar lo ini, bukan gue," sela Hama santai, lalu tersenyum tipis, dan ingin membalikkan tubuhnya, berniat pergi dari tempat yang semula ingin menjadi pelampiasannya.
"Maksud?" tanya Gama hanya sepatah kata, seolah jika berkata lebih adalah hal yang merugikan.
Hama mengurungkan niatnya untuk pergi. Cewek berkulit sawo matang itu membalikkan tubuhnya, lalu berjalan pelan menghampiri Gama.
"Gue gak nyuruh lo nyamperin gue," celetuk Gama, lalu kembali melakukan kegiatannya.
Hama sontak berhenti di tengah jalan. Dalam hati ia menyumpah serapahi Gama yang sangat menyebalkan sekalinya berucap.
"Gue mau duduk di bangku sebelah sana! Bukan mau nyamperin lo!" elaknya.
Gama mengulangi pertanyaannya, "Maksud?"
Hama mendesis kesal. Selain berdarah dingin, Gama juga tidak sabaran. Itulah yang semakin membuatnya kesal, walaupun wajah Gama sangat tampan sekalipun.
"Maksud gue, ngerokok itu gak baik! Ngerokok itu bisa ngerusak kesehatan!" balasnya mau tak mau.
Gama berdecih. "Klasik."
Hama menaikkan ujung bibirnya, matanya mendelik. "Lah, emang bener, kok! Ngerokok itu bisa merusak alat pernapasan!" Ia berisikukuh.
Gama tertawa remeh. Baru kali itu dia di pergoki tengah merokok, dan baru kali itu pula dia seakan mendapat nasehat. Apa peduli dia? Batinnya, lalu kembali tertawa remeh. Dia menepis sikap menyedihkannya yang bahkan berharap orang lain mempedulikannya disaat orangtuanya pun tidak peduli dengannya.
Kesal. Hama berlenggang pergi menjauh dari Gama. Itu berarti ia mengurungkan niatnya untuk melepas penat di taman. Apa boleh buat? Dari pada ia menghabiskan waktu dengan Gama, baginya itu bukan kesempatan, melainkan kesialan, karena pasti bila ia berisikukuh untuk berada di taman, Gama akan terus melontarkan sindiran, atau perkataan menusuk, yang seakan mendarah daging untuk cowok sepertinya.
Tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang saat tubuhnya ingin berbelok. Rupanya seseorang itu adalah Hana yang ia tebak pasti habis menguping percakapannya dengan Gama. Sangat tidak patut ditiru.
"Apaan sih, yang?" tanyanya dengan embel-embel, "Yang" disana.
Hana melepaskan tangannya, kemudian menatap intens temannya yang satu itu. Dia memang sengaja mengikuti Hama. "Eh lo ngapain berduaan sama dia?! Dia gak aneh-aneh kan?!" tanyanya, kepalanya sedikit dia codongkan saking penasaran.
Hama menyentuh kening Hana dengan jari telunjuk, menjauhkan kepala tersebut, lalu bernafas pelan. "Na, apa maksud lo sih?" tanyanya, seakan tidak menyukai perkataan Hana.
"Apa maksud lo?! Gama. Cowok dingin yang hobinya ngomong kasar. Lo pasti udah tau, dia kalau ngomong cuman sepatah kata, atau paling banter satu kalimat, tapi itu semua isinya kata-kata nyelekit! Terus lo kenapa berani berduaan sama dia?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
3G Signal
Teen FictionIni cerita Hama. Perempuan tangguh yang mendamba-dambakan sahabat setia sejak kecil. Tapi sialnya saat SMA ia justru berteman dengan Gavin, Gio, dan Gama. Memang mimpinya terkabul, namun dibalik itu Hama mendapat musibah besar. Menjadi teman peremp...