Nama kami sudah terdaftar dalam daftar online sebagai peserta wisuda dua bulan datang. Aku bahkan sampai lupa bagaimana rasanya bahagia. Tak pernah ku sangka aku bisa sampai di titik ini.
Mini Cooper ku melesat pulang ke rumah mungil baru ku. Dari gang depan sudah tercium bau daging sapi panggang. Aroma rumah yang wangi.
"Bibi, aku pulang." Begitu ucapku pada bibi Kwon yang sibuk dengan mangkuk dan kuah sapi.
"Pakailah apron di dalam laci, lalu bawa ini ke meja 4." Bibi Kwon bahkan tak menatapku. Ku turuti perintahnya dengan cepat. Aku tau bahwa semua orang tak akan suka mengulang kalimatnya apalagi disaat sibuk seperti ini, bukan?
"Bibi, dua sup sapi meja 7." Teriakku didepan konter kasir.
"Meja 10." Balas bibi Kwon sambil menyerahkan 4 mangkuk sup sapi padaku.
Mulai makan siang hingga sekarang pukul 5 sore, pelanggan tak pernah putus. Aku bahkan tak memperhatikan dengan siapa aku bekerja sedari tadi.
"Boram-aa, ayo duduk dulu, istirahat." Bibi Kwon menarik tempat duduk untuk ku. Di meja itu sudah duduk seorang pria muda. Mungkin lebih tua sekitar 5 tahun dari ku.
"Kau belum bertemu dengan putra bungsuku bukan?"
"Hallo, aku Kang Siwoo. Senang berkenalan dengan mu."
"Aku Boram, aku yang tinggal di rumah atap. Senang berkenalan dengan mu juga Siwoo-ssi."
"Kau bisa memanggilku oppa jika mau. Toh sekarang kau tinggal di rumah ku dan karyawan ku." Aku hanya bisa tersenyum sambil mengangguk-angguk.
"Aku dengar kau calon dokter Boram. Apa kau tak berkeberatan bekerja sambil kuliah?" Tanyanya sambil memberiku sepotong daging sapi panggang.
"Ahhhh tidak oppa, aku hanya tinggal menunggu wisudaku. Terima kasih sudah memberiku pekerjaan dan mengijinkan ku menyewa diatas."
Bibi Kwon dan Siwoo saling berpandangan. Entah apa yang mereka pikirkan hanya saja aku merasa mereka menerima kehadiran ku.
"Jika kau lelah, istirahatlah. Makan malam nanti akan banyak sekali pelanggan." Anjuran Siwoo tak ku hiraukan, mengingat aku masih anak baru.
Ternyata, sekarang aku menyesalinya. Makan malam dimulai sejak sejam yang lalu. Pelanggan keluar masuk tak henti-hentinya. Permintaan mereka harus disediakan dengan cepat.
Suara teriakan kami sebagai pelayan dan salam dari pelanggan bersahutan tak henti. Bunyi gemerincing bel pintu terus terdengar tanda pelanggan yang keluar dan masuk.
Getar ponsel dalam saku celanaku tak ku hiraukan. Aku tau siapa yang menelpon. Pria tukang maksa itu pasti. Makan malam masakan ku yang ku sanggupi sedang ku hindari saat ini.
Bukan menghindar tanpa alasan tapi ya...aku sedang sibuk bekerja. Aku tak bisa seenaknya meminta ijin bos ku hanya untuk pria sepertinya yang tukang maksa.
Keputusan ku mendiamkannya, tak menghiraukannya, membuatku terhibur. Membayangkan dia marah-marah dengan dingin membuatku tersenyum sendiri.
"Wah, nona...kau sangat cantik. Apa lagi jika kau tersenyum begitu. Bisa temani kami makan?" Seorang pria paruh baya dengan aroma alkohol menusuk hidung sedang berusaha melecehkan ku dengan kalimatnya.
"Maaf pak, saya pelayan disini bukan penghibur. Jika anda perlu sesuatu silahkan anda memanggil saya, saya akan membantu. Selamat menikmati makan malam." Ucapku sambil berbalik pergi.
"Kau hanya pelayan tapi sombong! Aku bisa membayar mu dengan mahal. Berapa harga mu?" Pria itu berdiri sambil berteriak.
Semua pelanggan menjadikan kami pusat perhatian. Siwoo yang tau bahwa sedang ada keributan, keluar dari dapur. Bibi Kwon berhenti dengan mesin kasirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Cold : Di Pacari Artis
FanfictionKetidaksengajaan membuat segalanya berubah dalam hitungan hari.