Suga mencabut penisnya setelah mengalahkan ku dua kali sebelumnya. Tak menuntut seperti sebelumnya seolah dia tau jika aku kehabisan tenaga. Pria putih itu mendekap ku sambil memainkan rambut basah karena keringat.
"Bayi ayah." Panggilnya mengusapkan telapak tangan diatas perutku.
Rasa geli menyergap ku seketika. Manuvernya membuat ku mengerat hingga bokongku menyentuh penisnya yang ternyata masih belum sepenuhnya tertidur.
"Oppaaa geliiii."
"Jangan mendesah baby, kau tau bukan, aku tak sanggup mendengar mu mendesah. "Adikku" belum sepenuhnya tertidur."
"Aku tak mendesah, aku kegelian." Tubuhku lagi-lagi merapat saat tangannya menyentuh perutku.
"Sayang, berapa Minggu usianya? Mian aku tak bisa menemanimu periksa."
"Sekitaran 2 bulan oppa, dia sehat dan Sora bilang masih kecil." Kami berdua terkekeh.
"Aku senang bisa berhasil membuatnya." Nada bicaranya sedikit berubah sendu.
"Tak perlu memikirkan tentang siapa aku. Selama ini aku sendirian. Suami ibu memang memberi fasilitas hebat. Aku hanya pegawainya yang kebetulan jadi direktur di kliniknya." Teringat jelas kalimat Mac waktu itu yang mengingatkan ku bahwa aku anggota keluarganya.
"Agensi sedikit gusar tentang itu. Aku tak menampik apapun aku juga tak bisa mengelak bahwa aku telah menghamili mu dan bahwa kau bagian dari Inagawa."
"Dulu, sekarang aku tetap Han, aku berharap nanti bisa jadi Min." Pernyataan ku yang bernada rayuan membuatnya mengecup bahu polos ku.
"Secepatnya kau akan menjadi Min. Keluarga kita akan bertemu Minggu depan, siapkan dirimu."
Mendengar berita itu, aku terduduk. Minggu depan? Ini bahkan sudah hari Jumat.
"Hari apa?" Tanyaku mengurai kekagetan ku.
"Entahlah, mereka akan bertemu tanpa kita katanya. Percaya saja pada orang tua kita." Pintanya.
"Jika oppa yakin, aku juga."
Pikiran kami sama. Sama-sama khawatir.
"Oppa, tolong ponsel ku." Suga memberikan ponsel ku.
"Ibu, apakah ibu akan bertemu dengan orang tua Suga oppa?" Ku loud speaker panggilan internasional itu.
"Pertemuannya hari Sabtu depan."
"Bolehkah aku minta tolong?"
"Tentu saja. Tapi sebelumnya, tolong jangan khawatirkan apapun. Ibu akan datang untuk membuat putri ibu satu-satunya bahagia. Ibu janji."
Suga menepuk pelan tangan ku yang menggenggam erat selimut tipis yang kami pakai.
"Eommonim, terima kasih banyak." Suga ikut bicara.
"Suga? Kau disana? Bisakah aku bicara dengan mu saja?" Aku mendengus tak percaya.
"Ibu hanya ingin memberikan nasehat padanya." Suga mengangkat ponsel bergerak akan menjauh tapi ku cegah.
"Iya eommonim, saya mendengarkan." Aku cuek ditatap dingin Suga.
"Suga, ibu sangat tau kau selebritis, semua gerakan mu akan dipantau oleh kamera online dan offline. Ibu juga tak bisa mencegah kebahagiaan Boram karena kebahagiannya adalah kau."
"Iya eommonim, terima kasih."
"Suga, ibu ingin bilang. Boram tumbuh dengan banyak kasih sayang ku dan ayah kandungnya. Namun kami harus memberi dia mimpi buruk dengan perceraian kami. Harapan ku, kau tak akan pernah meninggalkan dia dengan alasan apapun. Menikah bukan untuk bermain-main atau sekedar bertanggung jawab karena kehamilannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Cold : Di Pacari Artis
FanfictionKetidaksengajaan membuat segalanya berubah dalam hitungan hari.