23. Bertengkar dan Bermalam

218 22 0
                                    

"Sial!" Teriak Suran sambil membanting ponsel ke lantai dan membuat ya pecah. Dia tak menyangka bahwa kami bahkan sudah saling bertukar ponsel, pikirnya. Dia sendiri lebih tak tau jika kami "serumah".

Rencana pertamanya gagal, tapi menyerah tak ada dalam kamus hidupnya. Rencana cadangannya sudah tersusun rapi, tinggal tunggu dijalankan.

Bantan dan Yura pulang setelah diusir oleh Suga dengan sebuah teriakan.

"Kalian berisik!"

Aku sekarang duduk berdua diruang santai, Suga masih dengan posisinya. Bersandar dengan mata tertutup dan tangan didalam saku jaketnya. Sepertinya pria itu enggan pulang. Aku juga takut "mengusirnya", jadi kubiarkan saja dia seperti itu disana.

Aku masih sibuk membersihkan kekacauan yang dibuat 6 pria tadi. Hari yang melelahkan jadi sedikit lebih melelahkan karena mereka. Tapi berbincang dengan Yura membuat ku bahagia. Setelah sekian purnama kami tak bertemu.

"Chagi, masih sibuk?" Pertanyaannya membuat ku gemas.

"Jika oppa mengantuk pulang saja ke sebelah." Ucapku.

"Apa kakak TIRI mu dibawah? Sampai kapan?" Dia sengaja menegaskan kata TIRI yang terdengar cemburu di telingaku.

"Cemburu?"

"Pertanyaan dijawab pertanyaan. Good job!"

"Dia sudah punya Sora Inagawa, asal oppa tau."

"Siapa lagi Sora?"

"Anaknya dan Megumi." Wajah Suga bengong mendengar pernyataan ku.

"Kaget? Menyesal sudah mencemburuinya?" Suga tersenyum simpul. Hatinya berbahagia tak terkira.

"Tapi mereka belum menikah."

Bingoo! Senyum simpulnya menghilang seketika.

"Sebelum ciuman setelah pemberkatan, masih milik bersama." Gumam ku menggodanya.

"Apa aku tak usah pulang ke sebelah ya mulai malam ini? Bagaimana dengan studio ku? Ahh, aku bisa pindahkan kesini." Gumamnya membuat ku terintimidasi.

"Oppaaa!" Teriak ku malu dan gemas.

"Nona dokter, anda hanya milik ku. MILIK KU!" Pria itu tiba-tiba memeluk ku dari belakang.

"Cin-cincin mu jelek." Kalimat ku jadi terbata karena ulahnya.

"Aku tau, aku sengaja." Dia melepaskan pelukannya, lalu duduk lagi.

"Kau bilang akan pulang?"

"Siapa yang bilang jika aku akan pulang? Kau sangat ingin mengusir ku? Apa aku sangat menggangu?"

"Apa yang inginkan Min Yoongi? Sedari tadi nada mu sangat tak enak didengar. Jika kau ada masalah di luar sana, jangan bawa kesini, jangan lampiaskan pada ku."

"Ani...aku tak ada masalah apapun." Jawabannya yang singkat padat dan jelas itu membuat ku malah naik pitam.

Ku tinggalkan pria itu sendirian di ruang santai. Aku sangat lelah hari ini dan tak ingin melanjutkan marah ku. Ku rebahkan diriku di ranjang, menikmati empuk dan nyaman ini. Mata ku tertuju pada pintu, aku lah yang bermasalah. Aku yang tersulut emosi dan tak bisa mengontrolnya. Mungkin benar, aku kelelahan.

Silau cahaya masuk dari ventilasi kamar ku. Aku bangun dengan perasaan sangat bersalah. Tak seharusnya aku marah hanya karena hal sekecil itu. Tiba-tiba rasa rindu menyerang hati ku.

Bersiap untuk sarapan setelah mandi lalu akan ku bangunkan pria dingin kekasih ku itu. Itulah rencana ku. Aku berdiri mematung didepan pintu kamar ku. Melihat sosok yang meringkuk di sofa dengan tangan diapit pahanya, untuk meredakan rasa dingin.

Kaki ku melangkah mendekati pria yang membuat ku sangat merasa bersalah. Bahkan sekarang dua kali lipat rasanya. Ku peluk tubuhnya, ku benamkan wajah ku di tengkuk belakangnya. Menyesap aroma badannya yang bercampur bau tidur.

Tangannya menarik tangan ku hingga seolah aku memeluknya dari belakang. Kami bertahan sekitar setengah menit. Aku nyaman menikmati bau khas baru ini. Tangannya bergerak lembut memainkan tangan ku. Kami berdua tak bersuara karena menikmati kegiatan kami.

"Chagi, berhentilah marah-marah. Itu tak baik untuk kecantikan mu." Katanya serak.

"Maka kau juga stop membuat ku kesal. Tak bisakah kau mengalah padaku sedikit saja?" Balas ku.

Akhirnya aku malu sendiri, aku sadar selama ini akulah yang lebih sering marah-marah karena "kedinginan" tiap didekatnya. Mau tak mau aku tersenyum sendirian. Hubungan ini terasa konyol dan manis bersamaan.

Kami selalu ada alasan untuk berdebat, tapi kami juga punya cara jitu meredakan itu. Berdebat membuat kami tau bahwa kami saling memiliki, berbaikan membuat kami tau bahwa kami tak ingin jauh satu sama lain.

Jika terus demikian, apa kami bisa tetap bersama selamanya? Kami dua orang yang berlawanan sifatnya. Bagaimana jika kami menikah? Akan terasa seperti apa rumah kami? Akan jadi seperti apa anak-anak kami kelak? Akan berapa lama pernikahan kami bertahan?

"Chagi, apa kau tak lapar?"

Pertanyaannya mengacaukan rentetan pertanyaan dalam kepala ku. Aku berdiri, dia juga. Kami sama-sama menuju dapur. Dia menyalakan mesin pembuat kopi aku sendiri membuka kulkas bersiap memasak. Aku berdiri menghadap kompor. Ku tau pria itu sedang memperhatikan ku. Rasanya memang seperti sedang diamati. Dingin terasa di punggung ku.

"Kenapa oppa tak pulang ke sebelah?"

"Malas."

"Hanya itu?"

"Hmm."

Astaga!! Apakah sekarang bicara harus bayar dengan quota? Biarpun begitu, pendapatannya milyaran. Apa susahnya ngomong lama dan panjang? Aku kan kekasihnya. Tunggu! Apa aku masih kekasihnya? Setelah ku bilang bahwa cincinnya jelek di depan saudaranya dan Yura? Dia marah? Karena itu? Sensitif juga pria ini.

"Oppa marah?"

"Lapar."

Baiklah, aku yang over thinking. Wajahku menjadi panas seketika itu juga. Pikiran ku selalu buruk akan sikap dingin dan bicaranya yang irit itu. Aku normalkan? Semua juga akan seperti ku bukan? Salah tingkah dan salah menyimpulkan? Lagian siapa sih yang mulai kalau bukan Min Yoongi?

"Woooahhh, aku kenyang. Masakan mu selalu enak. Aku mandi duluan, taruh semua barang-barang ini dan biarkan aku cuci piring."

"Karena kenyang oppa jadi banyak bicara?"

"Energi ku akan makin habis jika aku lapar dan banyak bicara. Sekarang kau ingin aku bicara apa?"

"Ck, kau seperti burung. Setelah kenyang bersiul." Gumam ku sebelum menyuap sosis.

"Aku tak marah pada mu, tapi aku juga tak bisa masuk kesana untuk mengecek kau masih kesal atau tidak. Jadi ku tunggu di situ, berharap kau keluar seperti pasangan di drama-drama." Tangannya melayang-layang sambil menjelaskan maksud dan tujuannya. Kalimat itu kalimat terpanjang darinya selama kami bersama.

Tertegun! Penjelasannya panjang dan lebar. Aku tak jadi ingin mendebatnya. Telingaku terbalut dengan suara, mata ku dimanja dengan ekspresi dan gerak tubuhnya. Pria itu memakai kaos putih yang ternyata kulitnya lebih putih dari kaosnya. Matanya sipit hanya segaris yang mengerjap saat dia bicara dengan antusias. Membuat ku berterima kasih pada TUHAN telah membuat manusia sepertinya.

Yaaaa! Otak dan hati ku tak sejalan. Pria ini mengacaukan sistem peredaran dalam tubuh ku. Bahagia ini muncul tiba-tiba, senyum ku tak putus sedari tadi dia bicara. Tangan ku terulur memberi isyarat supaya dia mendekati ku. Sekarang wajah bingung dan kagetnya muncul. Beberapa detik dia mematung kemudian mendekati ku.

Cup! Bibir ku menyambar sekilas. Pipinya memerah, aku juga. Tak habis pikir aku bisa melakukan itu, sepagi ini dan padanya. Gummy smilenya muncul,  Suga membuatku berdiri. Perut kami bersentuhan, hanya piyama dan kaosnya yang menjadi pemisah. Hanya itu!

Bibirnya menyesap lembut dan tanpa tuntutan pada bibir ku. Sesekali dia tersenyum menikmati suasana disekitar yang makin terang karena matahari mulai naik perlahan.

Mr. Cold : Di Pacari ArtisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang