Sora bermain dengan pria-pria itu. Meninggalkan ku yang duduk bersebelahan dengan Suga namun berjarak satu tempat duduk.
"Masih marah?" Tanyanya pada ku dengan kaki tertumpuk dan pandangan menatap Sora yang gembira.
"Nugu?"
"Kau!"
"Aku?" Telunjukku acungkan didepan hidung mancung ku.
"Siapa lagi yang tukang marah?"
"Kau!" Jawabku cepat.
"Hyak!" Teriakan Suga membuat mereka semua menoleh. Aku pura-pura menatap jari tangan ku.
"Kenapa tak menghubungi ku?"
"Penting ya?"
Suga menyerap udara masuk ke mulutnya hingga berbunyi seperti mendesis. Aku tau dia menahan kesalnya.
"Apa susahnya menghubungi ku?" Katanya.
"Mana ada orang marah menghubungi duluan." Gumam ku.
"Saya mengaku?" Dua kata namun sangat menyebalkan di telingaku.
"Jangan membuat ku marah lagi atau terima hukuman mu."
"Kau tak berani." Tantangku.
"Mau coba?"
"Ani. Tak berani."
Senyumnya tertahan, tapi aku melihatnya sekilas. Perut ku menjadi mual. Suga nampaknya tau jika dia diposisi menguntungkan.
"Sudah makan?"
Aku menggeleng.
"Sora juga belum makan?"
"Dia makan sandwich kantin."
"Ingin makan apa?"
"Terserah." Jawaban klise wanita sedang merajuk.
"Dimana harus ku beli menu itu?"
Aku meliriknya tajam. Dia sungguh tau caranya membuat ku kehabisan kata. Suga sibuk memencet pesan.
"Aku sudah pesan makanan kesukaan mu. Aku tau Sora juga suka ttaekboki."
Rasa mual ku muncul lagi. Kali ini disertai dorongan dari dalam diriku. Tangan ku menutupi mulut ku. Mata ku melotot kearahnya.
"Belok kiri paling ujung." Ucap Suga sigap.
Tak ada yang keluar dari mulut ku. Hanya angin. Namun rasa mual itu tak mau hilang. Aku ingat tadi malam aku ngobrol agak lama dengan ayah ditelpon. Bahkan aku berdiri di depan jendela. Pagi ini, aku hanya makan sepotong toast dan selai. Makan siang ku tertunda karena meeting tadi.
Ku bersihkan mulut ku, ku perbaiki make up ku lalu aku keluar menuju ruang santai lagi. Sora menatapku yamg masuk sambil memegangi perut.
"Ibu, apa ibu sakit?" Pertanyaan Sora menjadi pemicu mereka semua memperhatikan ku terlebih Suga.
"Weo? Ulu hatimu sakit?"
"Tak apa, aku hanya ngobrol lama didepan jendela semalam."
"Oh!" Raut kecewa Suga muncul.
"Dengan ayah." Tak ingin membuatnya over thinking, ku jelaskan saja.
"Direktur." Pertanyaan ataukah pernyataan aku sendiri tak bisa menebaknya.
"Menurut mu?"
"Pantas kau tak menghubungi ku."
"Aku sibuk."
"Ku pikir kau, hilang!"
"Aku bukan barang." Kekesalan ku muncul lagi.
"Bukan hanya barang yang sering hilang. Cinta juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Cold : Di Pacari Artis
FanfictionKetidaksengajaan membuat segalanya berubah dalam hitungan hari.