Pintu ruang rapat yang bersebelahan dengan ruangan ku dijaga oleh dua bodyguard. Suasana dingin menyeramkan sudah terasa sejak kakiku melangkah keluar lift. Penjagaan hari ini lebih ketat dari biasanya. Aku memang mulai terbiasa dengan hal seperti ini tapi hari ini malah terkesan seperti berlebihan.
"Dokter Han." Suara Mac menyambut ku yang baru selangkah masuk.
"Ku kira ayah yang datang." Ucapku sambil menghela nafas lega.
"Aku tau kau tak mengharapkan kedatangan ku tapi maaf aku tak bisa memenuhi harapan mu."
"Apa mau mu?" Mac sinis menatap ku.
"Apa kabar mu?"
"Tak perlu basa basi, langsung saja katakan apa mau mu?" Tangan Mac memberi isyarat supaya semua orang meninggalkan kami berdua.
"Sora, apa kabar Sora?"
"Mengapa aku tak melihat Megumi?" Mac pupil mata Mac menajam kearah ku.
"Aku sudah mendengar semuanya dari ibu soal....kau hamil. Apa kau tau? Jika hidup mu terikat sejak kau masuk keluarga kami? Ayah tak suka jika orang yang akan masuk ke dalam keluarga kami adalah orang sembarangan."
.
.
.
Ditempat lain....
"Hyung, apakah bisa jika aku menikahi Boram diam-diam?"Hyung managernya menatap kearah Suga yang duduk tenang. Pikiran pria itu menjadi sangat buruk setelah mendengar pertanyaan anak didiknya.
"Aku tak bisa menjawabnya. Apa yang ku pikirkan sekarang, terjadi?" Suara pria itu tertahan. Dia berharap jawaban Suga bisa melegakannya.
Suga mengangguk sekali. Pria yang duduk dihadapannya menghela nafas panjang. Keadaan sudah seperti ini. Si manager tak bisa menjawab pertanyaan Suga tanpa konsultasi ke agensi.
"Boram, tak yakin. Tapi 4 alat tes semuanya positif. Hari ini dia akan periksa di klinik." Tekanan tiap kata yang keluar dari pria asal Daegu itu sarat beban.
"Apa kau tak tau jika dia bagian dari Inagawa?"
"Aku tau, hanya saja dia terikat karena ibunya. Dirinya adalah miliknya sendiri, aku yakin dia akan begitu."
"Aku harap juga begitu. Jangan khawatir, aku akan memberitahu agensi. Tapi bukankah lebih baik jika kau yang menghadap langsung?"
"Apa Hyung yakin?" Managernya menepuk bahu kiri Suga pelan sambil mengangguk dan tersenyum.
Sepanjang langkahnya menuju ruang direksi, pikiran Suga penuh dengan segala kemungkinan. Konyolnya, kemungkinan yang muncul di otak ya adalah hal terburuk.
Sekuat tenaga, bagaimana caranya dia menenangkan dirinya sendiri tak berhasil. Keluarga Inagawa bukan keluarga yang membukakan pintu rumah mereka bagi sembarang orang. Apa lagi menyangkut trah keturunan mereka.
Suga tau jika dia bukan siapa-siapa dibanding nama besar Inagawa. Kepalang basah untuknya mundur setelah anaknya ada dalam perut putri sambung keluarga Inagawa. Hebatnya keluarga Inagawa hanya punya seorang putri, sekalipun bukan dari keturunan mereka langsung.
.
.
Mac masih sengaja duduk di kursinya, menatap ku dengan tajam dan tanpa beban. Sepertinya dia mengarahkan ujung runcing panah kearah ku. Sepertinya dia senang dengan keadaan yang sedang ku alami."Ibu bahkan begitu gembira mendengar mu hamil. Ibu pikir ibu akan menimang cucu. Lucu!" Telingaku berdengung mendengar nada bicara Mac yang begitu tak sedap.
"Aku hanya ingin bilang bahwa, kau tak perlu gusar atau banyak pikiran atas kehidupan ku. Bagaimanapun aku punya kekasih yang ikut memikirkan kehidupan ku. Jadi kau tak perlu repot."
Mac terdiam. Tak selamanya dia bisa mengatur dan masuk kedalam hidupku. Lagi pula, hidupku adalah milik ku bukan miliknya ataupun milik keluarganya. Aku tetap seorang Han bukan Inagawa.
Pukul 11.38 sekarang dan aku masih duduk di ruangan ku dengan otak kusut. Aku melupakan janjiku untuk memastikan kehamilan ku. Hingga suara Sora yang dibawa masuk Ichiro mengagetkan ku.
"Ibuuuuuuu!"
"Sora bagaimana hari pertama mu di sekolah?" Gadis itu membawa lembaran kertas berisi gambar dua orang dewasa dan seorang anak kecil.
"Ini untuk ibu."
"Untuk ibu?"
"Emm! Ini ayah Yoongi, ini ibu dan ini adik bayi dan ini Sora. Kita adalah keluarga." Gadis kecil ini membuat ku terpikat makin dalam.
"Kau pandai menggambar, bahkan ibu tak bisa sepandai tuan putri ibu yang cantik ini." Sora terkekeh.
"Apa Sora ingin makan?"
"Apa ibu sudah ke dokter adik bayi?"
Mata kami bertemu. Kemudian Sora menepuk dahinya sambil menggelengkan kepala. Kami berdua bergandengan tangan menuju klinik obstetricians. Gadis kecil itu bahkan menyapa semua orang yang berpapasan dengan kami.
"Siang Sora, siang direktur." Sapa dokter Kim ketika menyambut kami.
"Chaa, Sora ingin melihat adik bayi bukan?" Sora mengangguk.
"Sepertinya ini baru 6 Minggu dok." Dokter Kim menjelaskan.
"Apakah itu adik ku? Dia begitu kecil." Ucap Sora.
"Dia akan besar dan pandai seperti Sora nantinya. Sepertinya Sora sangat senang akan punya adik."
"Ayah juga senang. Ayah bahkan sudah menyiapkan nama untuk adik ku. Kata ayah, adik ku laki-laki."
"Benarkah? Bagaimana ayah Sora tau jika dia laki-laki?" Tanya dokter Kim melihat kearah samping kanannya.
"Institusi seorang ayah." Jawab Sora. Kami berdua tertawa terkekeh.
"Intuisi Sora, bukan institusi." Kataku memperbaikinya.
"Pokoknya begitulah ayah bilang pada ku." Sora menunduk malu-malu.
"Dok, aku tau ini tidak sopan tapi..." Dokter Kim menghentikan kalimatnya.
"Ayahnya sedang bekerja dan dia sangat sibuk. Tenang saja, kami semua tinggal serumah. Hanya saja aku belum bisa memperkenalkan pada kalian. Maaf."
Sora menoleh kearah ku yang sedang menatapnya. Gadis kecil itu tersenyum. Entah apa yang terpikirkan oleh Sora sekarang, saat aku berusaha menutupi segalanya didepannya ketika situasi menghadapkan kami pada hal seperti ini.
"Tak apa dok, aku yang harus minta maaf. Emmm, apakah ada morning sickness?"
"Tidak dok. Aku bahkan tak tau jika aku hamil."
"Aku akan tetap meresepkan vitamin. Tolong kembali untuk pemeriksaan bulan depan ditanggal yang sama direktur." Pinta dokter Kim sambil menyerahkan resep pada ku.
"Oke, Sora sampai bertemu bulan depan. Aku harap Sora akan menemani ibu ajak ayah juga ya?" Bisikan dokter Kim terdengar oleh ku yang berdiri di samping Sora.
"Ayah ku punya jadwal ketat. Bahkan ayah bilang tidak bisa setiap hari menjemput ku di sekolah."
Dokter Kim merapikan mantel yang di pakai Sora lalu tersenyum.
Setelah kaki ku melangkah keluar ruangan kecil ini, kabar kehamilan ku pasti akan hinggap di semua telinga orang-orang klinik. Menghadapi keadaan seperti ini sudah pernah ku lalui sebelumnya. Aku hanya perlu menyibukkan diri ku saja sambil menutup telinga.
.
.
"Boram hamil."Dua kata yang membentuk kalimat itu terasa menghantam diri Suran sekarang. Pemberitahuan dari managernya via pesan singkat itu membuatnya menahan marah.
"Apa kau yakin?"
"Siang ini Boram ke dokter kandungan."
"Shit!!" Umpat Boram yang memancing perhatian orang di sekitarnya. Dadanya sesak. Sepertinya semua usahanya akan berbuah kegagalan. Mac sudah terang-terangan menolaknya. Suga pun akan melakukan hal yang sama padanya.
Suran meninggalkan ruang make up dengan amarah memuncak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Cold : Di Pacari Artis
FanfictionKetidaksengajaan membuat segalanya berubah dalam hitungan hari.