Part 9

47.7K 5.6K 614
                                        

"Pola makannya harus diatur, Lang. Jangan bandel, obatnya jangan lupa diminum, gak boleh makan makanan tinggi garam, makanan tinggi lemak, daging merah dan daging yang diawetkan, sama alkohol."

Langit menghela napas pelan mendengar penuturan Dokter pribadinya itu.

"Ingat, Lang, kamu bisa sembuh kalau kamu gak bandel."

Langit mengangguk pelan menanggapinya.

"Masalahnya maag kamu itu udah kronis. Kamu bisa aja kena tukak lambung, perdarahan, bahkan kanker lambung."

"Iya, Om. Makasih udah nyempetin ke rumah."

"Yaudah, kalau gitu, Om pamit."

Setelah itu, Dokter Fakhri—Dokter pribadi Langit memilih pergi meninggalkan kamar Langit.

Cowok itu mendengkus kesal. "Makan telat doang pake kambuh. Lambung gue baperan banget," gumam Langit.

Penyakit Langit awalnya hanya maag akut. Namun, karena Langit yang terlalu menyepelekan gejalanya kala itu, akhirnya jadi begini.

Namun, bukannya kapok, Langit malah semakin menjadi. Bukannya menurut apa kata Dokter, Langit masih sering mengabaikan semua apa yang Dokter Fakhri ucapkan padanya.

Langit meraih ponselnya. Cowok itu membuka aplikasi whatsapp dan memencet grup kelas.

Jarinya dengan lincah mencari nomor Dara.

"Gemes banget mukanya." Langit tertawa pelan melihat foto profil gadis itu.

Pintu kamarnya terbuka. Langit sontak mematikan ponselnya dan menatap tajam ke arah gadis yang sudah berdiri di ambang pintu.

"Aku denger kamu sakit. Makannya aku ke sini."

Langit memutar bola matanya malas. "Ngapain lo ke sini?"

Sonya. Gadis itu berjalan mendekat dan duduk di tepi kasur. "Kamu sakit apa?" tanya Sonya mengabaikan pertanyaan sinis Langit.

"Bisa keluar gak?" Langit tak menjawab pertanyaan Sonya.

"Kamu kenapa sih, Lang? Sebelum kamu pindah ke Indonesia dan ketemu sama Dara, kita masih baik-baik aja, loh."

Langit tertawa miris mendengarnya. "Tanya sama diri lo sendiri, Nya. Kenapa bisa gue tiba-tiba berubah, dan lo gak usah bawa-bawa Dara. Dia gak ada sangkut pautnya sama gue ataupun lo."

"Lang, aku minta maaf—"

"Buat apa?" tanya Langit. Cowok itu membuang arah pandangnya. "Gue sayang sama lo, gue kasih semua hati gue buat lo, tapi apa? Apa yang lo kasih ke gue, Nya?" tanya Langit.

Sonya menunduk.

"Gue kurang apa, Nya? Lo pindah ke Indonesia, gue gak masalah. Setelah lo pindah, lo hilang kabar gitu aja. Jujur gue sedih waktu dapet kabar Bokap lo meninggal tapi gue gak bisa ke Indonesia waktu itu. Beberapa minggu setelahnya, gue kasih kabar sama lo, bakal ke Indonesia, tapi apa yang gue dapet?" tanya Langit.

Langit terkekeh miris. "Di saat gue udah seneng bakal ketemu sama lo, keluarga kita makan malam bareng, dan dengan gampangnya lo lebih milih tunangan sama Bang Cakra di depan mata gue, Nya."

"Gue gak tau apa yang sebenernya terjadi sama lo dan Abang gue di saat gue masih di Amsterdam. Gue gak tau, Nya, gue gak tau! Lo bahkan gak jelasin apa-apa setelah gue balik lagi ke Amsterdam."

"Bodohnya gue, gue masih berharap lo hubungin gue dan jelasin semuanya sama gue."

Langit tersenyum pilu dan mengangguk. "Tapi semuanya jelas setelah hari kemarin, di ulang tahun Bang Cakra, lo kelihatan bahagia sama Abang gue."

Langit Dara [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang